Pupuk Bersubsidi Sempat Hilang, Petani Terpaksa Beli Pupuk Nonsubsidi
Jum'at, 23 Oktober 2020 - 10:24 WIB
PURWAKARTA - Petani di Kabupaten Purwakarta , harus dipusingkan dengan sempat menghilangnya pupuk bersubsidi dalam berapa bulan terakhir ini.
Para petani terpaksa membeli pupuk nonsubsidi yang harganya lebih mahal empat kali lipat dibanding bersubsidi.
Jenis pupuk subsidi yang menghilang di pasaran, antara lain urea, ponska dan TS. Jenis pupuk urea nonsubsidi misalnya, petani harus membelinya seharga Rp700.000/kuintal.
Padahal untuk yang bersubsidi hanya Rp190.000/kuintal. Meskipun kualitas pupuk yang nonsubsidi lebih bagus, tapi perbandingan harga yang jauh lebih mahal membuat pupuk subsidi jadi pilihan utama.
"Jelas, kosongnya pupuk subsidi sangat membebani kami. Silahkan hitung saja, berapa kali lipat harganya. Dan kasus hilangnya pupuk subsidi ini baru terjadi sekarang. Sebelumnya belum pernah. Kenapa ya," keluh Hasan (58) petani di Kecamatan Darangdan, Purwakarta kepada SNDONEWS, Jumat (23/10/2020).
Hasan mengaku, setiap menanam padi membutuhkan sedikitnya 1 ton pupuk urea. Jika masih tetap tidak ada pupuk subsidi dirinya bersama petani lain mengaku terpaksa membeli pupuk nonsubsidi.
"Bayangkan 1 ton (pupuk urea non subsidi) ini Rp7 juta. Belum lagi jenis pupuk lain, yang juga harganya berbeda jauh dengan pupuk subsidi. Pertanyaannya, harus semahal itukah modal petani untuk menanam padi? Nggak sebanding dengan harga gabah yang murah," tuturnya.
Adapun harga pupuk nonsubsidi lain, seperti jenis Ponska petani harus membelinya seharga Rp 600.000/kuintal, yang sebelumnya Rp250.000 untuk yang subsidi. (Baca juga: Disiplin, Sukasari Jadi Satu-satunya Wilayah di Purwakarta yang Nol COVID-19)
Begitu juga jenis TS, yang sebelumnya hanya Rp250.000/kuintal kini dengan jenis nonsubsidi harus dibeli petani seharga Rp320.000/kuintal. (Baca juga: Pesanan 20 Excavator Pindad Selesai, PUPR Segera Hibahkan ke Daerah)
Kondisi serupa juga dikeluhkan petani lain di Kecamatan Plered. Karena dipusingkan dengan menghilangnya pupuk subsidi, para petani curiga jika ada penimbunan pupuk subsidi di sejumlah pedagang.
"Kalau benar ditimbun berarti terjadi sebuah kezaliman. Petani lagi menelesuri, lagi cari tahu dan cari bukti. Mudah-mudahan tidak seperti yang dicurigai," ujar Endih (62) petani lainnya.
Para petani terpaksa membeli pupuk nonsubsidi yang harganya lebih mahal empat kali lipat dibanding bersubsidi.
Jenis pupuk subsidi yang menghilang di pasaran, antara lain urea, ponska dan TS. Jenis pupuk urea nonsubsidi misalnya, petani harus membelinya seharga Rp700.000/kuintal.
Padahal untuk yang bersubsidi hanya Rp190.000/kuintal. Meskipun kualitas pupuk yang nonsubsidi lebih bagus, tapi perbandingan harga yang jauh lebih mahal membuat pupuk subsidi jadi pilihan utama.
"Jelas, kosongnya pupuk subsidi sangat membebani kami. Silahkan hitung saja, berapa kali lipat harganya. Dan kasus hilangnya pupuk subsidi ini baru terjadi sekarang. Sebelumnya belum pernah. Kenapa ya," keluh Hasan (58) petani di Kecamatan Darangdan, Purwakarta kepada SNDONEWS, Jumat (23/10/2020).
Hasan mengaku, setiap menanam padi membutuhkan sedikitnya 1 ton pupuk urea. Jika masih tetap tidak ada pupuk subsidi dirinya bersama petani lain mengaku terpaksa membeli pupuk nonsubsidi.
"Bayangkan 1 ton (pupuk urea non subsidi) ini Rp7 juta. Belum lagi jenis pupuk lain, yang juga harganya berbeda jauh dengan pupuk subsidi. Pertanyaannya, harus semahal itukah modal petani untuk menanam padi? Nggak sebanding dengan harga gabah yang murah," tuturnya.
Adapun harga pupuk nonsubsidi lain, seperti jenis Ponska petani harus membelinya seharga Rp 600.000/kuintal, yang sebelumnya Rp250.000 untuk yang subsidi. (Baca juga: Disiplin, Sukasari Jadi Satu-satunya Wilayah di Purwakarta yang Nol COVID-19)
Begitu juga jenis TS, yang sebelumnya hanya Rp250.000/kuintal kini dengan jenis nonsubsidi harus dibeli petani seharga Rp320.000/kuintal. (Baca juga: Pesanan 20 Excavator Pindad Selesai, PUPR Segera Hibahkan ke Daerah)
Kondisi serupa juga dikeluhkan petani lain di Kecamatan Plered. Karena dipusingkan dengan menghilangnya pupuk subsidi, para petani curiga jika ada penimbunan pupuk subsidi di sejumlah pedagang.
"Kalau benar ditimbun berarti terjadi sebuah kezaliman. Petani lagi menelesuri, lagi cari tahu dan cari bukti. Mudah-mudahan tidak seperti yang dicurigai," ujar Endih (62) petani lainnya.
(boy)
tulis komentar anda