Sepotong Cerita Gerabah Leluhur Sentani yang Harus Tetap Lestari
Minggu, 11 Oktober 2020 - 15:25 WIB
SENTANI - Mewarisi dan melestarikan budaya peninggalan leluhur adalah hak sekaligus kewajiban bagi generasi penerus, apalagi budaya yang diwariskan memiliki kaitan erat dari sebuah peradaban manusia.
(Baca juga: Jejak Bhatara Katong, Putra Brawijaya V Raja Terakhir Majapahit )
Menyoal warisan budaya dan pelestariannya, kali ini ada cerita warisan budaya warga Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, utamanya warga yang mendiami perkampungan di sekitar Danau Sentani .
Wilayah Kabupaten Jayapura, baik di Sentani, maupun di wilayah sekitarnya adalah wilayah dengan segudang potensi wisata. Alam yang indah, Danau Sentani , dan beberapa danau yang sangat menawan, ditambah kekarnya Sang Gunung Cyclop, membuat wilayah berjuluk Matahari Terbit ini menjadi salah satu destinasi wisata andalan jika dikelola baik.
Belum lagi kekayaan atas peninggalan sejarah, baik sejarah masa Perang Dunia II atau Perang Kemerdekaan, maupun peninggalan sejarah masa lampau yang cukup banyak ditemukan di wilayah ini. (Baca juga: Korban Keracunan Nasi Kuning di Tasikmalaya Jadi 209 Orang )
Lalu, sisi warisan budaya, apa saja yang dilestarikan oleh masyarakat di Sentani Kabupaten Jayapura ini? Yup, banyak sebetulnya, mulai dari Lukisan Kulit Kayu, tarian hingga gerabah atau benda lain yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari warga.
Namun, kali ini yang diulas adalah tentang Gerabah Sentani , yang merupakan peninggalan sejarah yang masih dilestarikan hingga saat ini. Gerabah adalah sebuah wadah yang terbuat dari tanah liat, dan berdasar riset arkeolog gerabah mulai ada pada zaman bercocok tanam, atau masa manusia prasejarah mengenal mencari ikan atau sekitar 10.000 tahun yang lalu (Gardner 1978).
Sementara di Sentani , oleh arkeolog senior Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebut, gerabah mulai ada sekitar 2.590 tahun yang lalu, dan digunakan untuk memasak ikan atau membuat papeda di Danau Sentani . Hal ini diketahui berdasar pertanggalan pada sampel arang yang ditemukan bersama artefak gerabah di situs Yomokho, Khalkote, Distrik Sentani Timur.
(Baca juga: Jejak Bhatara Katong, Putra Brawijaya V Raja Terakhir Majapahit )
Menyoal warisan budaya dan pelestariannya, kali ini ada cerita warisan budaya warga Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, utamanya warga yang mendiami perkampungan di sekitar Danau Sentani .
Wilayah Kabupaten Jayapura, baik di Sentani, maupun di wilayah sekitarnya adalah wilayah dengan segudang potensi wisata. Alam yang indah, Danau Sentani , dan beberapa danau yang sangat menawan, ditambah kekarnya Sang Gunung Cyclop, membuat wilayah berjuluk Matahari Terbit ini menjadi salah satu destinasi wisata andalan jika dikelola baik.
Belum lagi kekayaan atas peninggalan sejarah, baik sejarah masa Perang Dunia II atau Perang Kemerdekaan, maupun peninggalan sejarah masa lampau yang cukup banyak ditemukan di wilayah ini. (Baca juga: Korban Keracunan Nasi Kuning di Tasikmalaya Jadi 209 Orang )
Lalu, sisi warisan budaya, apa saja yang dilestarikan oleh masyarakat di Sentani Kabupaten Jayapura ini? Yup, banyak sebetulnya, mulai dari Lukisan Kulit Kayu, tarian hingga gerabah atau benda lain yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari warga.
Namun, kali ini yang diulas adalah tentang Gerabah Sentani , yang merupakan peninggalan sejarah yang masih dilestarikan hingga saat ini. Gerabah adalah sebuah wadah yang terbuat dari tanah liat, dan berdasar riset arkeolog gerabah mulai ada pada zaman bercocok tanam, atau masa manusia prasejarah mengenal mencari ikan atau sekitar 10.000 tahun yang lalu (Gardner 1978).
Sementara di Sentani , oleh arkeolog senior Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menyebut, gerabah mulai ada sekitar 2.590 tahun yang lalu, dan digunakan untuk memasak ikan atau membuat papeda di Danau Sentani . Hal ini diketahui berdasar pertanggalan pada sampel arang yang ditemukan bersama artefak gerabah di situs Yomokho, Khalkote, Distrik Sentani Timur.
tulis komentar anda