Kisah Keraton Dalem Agung Pakungwati, Kasultanan Cirebon dan Banten
Sabtu, 10 Oktober 2020 - 05:00 WIB
Keraton Dalem Agung Pakungwati yang terletak di Kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon , Jawa Barat ini menjadi salah satu bukti peninggalan sejarah yang masih ada. Dimana bangunan Keraton Dalem Agung Pakungwati yang berdiri pada 1430 dan bergaya arsitektur Majapahit didirikan oleh Pangeran Cakrabuana atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Kuwu Cerbon.
Pangeran Cakrabuana adalah salah satu keturunan Raja Pajajaran Prabu Siliwangi. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati. Dimana karena rasa cinta dan kasih sayangnya yang mendalam terhadap putri sulungnya mendorong Pangeran Cakrabuana memberikan nama keraton yang pertama di Cirebon ini dengan nama Pakungwati.
Lalu Ratu Dewi Pakungwati tersebut menikah dengan Sunan Gunung Jati. Kemudian oleh Sunan Gunung Jati Keraton Dalem Agung Pakungwati dikembangkan untuk mensyiarkan agama Islam di pulau Jawa. (Baca: Dosen UGM Anggota TGPF Jadi Korban Penembakan KKSB di Intan Jaya Papua)
Sehingga Keraton Dalem Agung Pakungwati di Kota Cirebon, Jawa Barat ini menjadi awal berdirinya Keraton atau Kasultanan Cirebon dan Banten.
Di Komplek Keraton Dalem Agung Pakung Wati terdapat tiga bangunan, yakni Petilasan Pangeran Cakrabuana, Petilasan Sunan Gunung Jati dan rumah Pengeran Cakrabuana. Petilasan ini pada masanya digunakan untuk perundingan tingkat tinggi para wali serta untuk mengatur strategi perang.
Selain itu terdapat Sumur Upas yang diartikan sebagai racun. Konon di sumur inilah dahulu prajurit keraton merendam pusakan kerajaan dengan racun untuk digunakan melawan penjajah.
Sumur Upas ini juga lebih dikenal dengan nama Sumur Soka karena berada persis di bawah pohon soka besar. (Bisa diklik:
Tak Terima Diputus, Pemuda di Bali Sebar Video Mesum Mantan Pacar)
Sementara Kabag Pemandu Wisata Keraton Kasepuhan Cirebon Raden Hafid Permadi mengatakan, nama Keraton Dalem Agung Pakungwati ini diambil dari nama putri Pangeran Cakrabuana yakni Nyimas Ratu Dewi Pakungwati. Secara etimologi pakung artinya udang dan wati artinya perempuan.
Keraton Dalem Agung Pakungwati ini selalu ramai dikunjungi wisatawan terlebih saat digelarnya Tradisi Kliwonan dan Napak Tilas.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
Pangeran Cakrabuana adalah salah satu keturunan Raja Pajajaran Prabu Siliwangi. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati. Dimana karena rasa cinta dan kasih sayangnya yang mendalam terhadap putri sulungnya mendorong Pangeran Cakrabuana memberikan nama keraton yang pertama di Cirebon ini dengan nama Pakungwati.
Lalu Ratu Dewi Pakungwati tersebut menikah dengan Sunan Gunung Jati. Kemudian oleh Sunan Gunung Jati Keraton Dalem Agung Pakungwati dikembangkan untuk mensyiarkan agama Islam di pulau Jawa. (Baca: Dosen UGM Anggota TGPF Jadi Korban Penembakan KKSB di Intan Jaya Papua)
Sehingga Keraton Dalem Agung Pakungwati di Kota Cirebon, Jawa Barat ini menjadi awal berdirinya Keraton atau Kasultanan Cirebon dan Banten.
Di Komplek Keraton Dalem Agung Pakung Wati terdapat tiga bangunan, yakni Petilasan Pangeran Cakrabuana, Petilasan Sunan Gunung Jati dan rumah Pengeran Cakrabuana. Petilasan ini pada masanya digunakan untuk perundingan tingkat tinggi para wali serta untuk mengatur strategi perang.
Selain itu terdapat Sumur Upas yang diartikan sebagai racun. Konon di sumur inilah dahulu prajurit keraton merendam pusakan kerajaan dengan racun untuk digunakan melawan penjajah.
Sumur Upas ini juga lebih dikenal dengan nama Sumur Soka karena berada persis di bawah pohon soka besar. (Bisa diklik:
Tak Terima Diputus, Pemuda di Bali Sebar Video Mesum Mantan Pacar)
Sementara Kabag Pemandu Wisata Keraton Kasepuhan Cirebon Raden Hafid Permadi mengatakan, nama Keraton Dalem Agung Pakungwati ini diambil dari nama putri Pangeran Cakrabuana yakni Nyimas Ratu Dewi Pakungwati. Secara etimologi pakung artinya udang dan wati artinya perempuan.
Keraton Dalem Agung Pakungwati ini selalu ramai dikunjungi wisatawan terlebih saat digelarnya Tradisi Kliwonan dan Napak Tilas.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
(sms)
tulis komentar anda