Gayatri, Perempuan di Balik Penentuan Lokasi Ibu Kota Kerajaan Majapahit
Rabu, 05 Maret 2025 - 07:43 WIB
Kecerdasan Gayatri mempengaruhi Raden Wijaya dalam memimpin Kerajaan Majapahit, salah satunya dalam menentukan lokasi ibu kota kerajaan. FOTO/IST
JAKARTA - Ide pendirian Kerajaan Majapahit muncul usai Raden Wijaya menikahi Gayatri , putri Singasari. Kecerdasan Gayatri sedikit banyak mempengaruhi karakter Raden Wijaya sebagai pemimpin.
Raden Wijaya memang sering terlibat pembicaraan dengan istrinya yang cantik itu. Salah satu topiknya adalah di mana letak ibu kota kerajaan yang baru ini.
Keduanya pun mempelajari secara detail bagaimana pertumbuhan pelabuhan-pelabuhan ini didukung oleh peranan jelas baru pedagang Majapahit. Para pedagang itu aktif dalam perdagangan yang semakin berkembang, baik dalam wilayah mereka sendiri maupun di distrik-distrik dan pulau-pulau lainnya.
Mereka tidak sekadar berdiam diri di pelabuhan dan menanti kedatangan pedagang-pedagang asing, tapi bahkan mengangkut barang-barang ekspor mereka sendiri, seperti beras dan hasil bumi lainnya, untuk dipertukarkan dengan produk-produk asing seperti keramik China, tekstil, dan rempah-rempah. Terkadang, hal ini menuntut agar mereka tinggal di kota pelabuhan lain selama beberapa lama.
Sebagaimana dikutip dari "Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit', Raden Wijaya dan Gayatri akhirnya sepakat bahwa letak ibu kota baru di Majapahit, di antara dua seteru lama, Kediri dan Singasari, tempat raja bisa memusatkan perhatiannya pada upaya penyatuan negeri-adalah kebetulan belaka.
Awalnya, kota ini didirikan di hutan karena alasan-alasan taktis jangka pendek pascakejatuhan Singasari, agar jauh dari musuh mereka di Kediri. Tapi ibu kota kerajaan baru ini tetap dekat dengan sekutu Madura, sehingga diam-diam pasukan pendukung bisa dikirim dari sini.
Setelah sejumlah rencana ke depan disusun, mereka melihat adanya keuntungan baru jangka panjang pada tempat itu, yakni bahwa Majapahit menguasai sungai terbesar di wilayah tersebut. Di era sebelumnya, ada pra-anggapan bahwa kerajaan-kerajaan Jawa harus bersandar pada kerja para petani di ladang, atau pada para nelayan dan pedagang di laut.
Akan tetapi, sulit menggolongkan Majapahit ke dalam salah satu kategori tersebut, karena ia menggabungkan keunggulan keduanya. Selain untuk mempersatukan dua seteru politik, Kerajaan Majapahit diuntungkan pula oleh posisinya yang terletak di wilayah lumbung padi dan cukup dekat dengan beberapa pelabuhan, singkatnya dua macam ekonomi sudah tercukupi oleh posisi geografis Majapahit.
Raden Wijaya memang sering terlibat pembicaraan dengan istrinya yang cantik itu. Salah satu topiknya adalah di mana letak ibu kota kerajaan yang baru ini.
Keduanya pun mempelajari secara detail bagaimana pertumbuhan pelabuhan-pelabuhan ini didukung oleh peranan jelas baru pedagang Majapahit. Para pedagang itu aktif dalam perdagangan yang semakin berkembang, baik dalam wilayah mereka sendiri maupun di distrik-distrik dan pulau-pulau lainnya.
Mereka tidak sekadar berdiam diri di pelabuhan dan menanti kedatangan pedagang-pedagang asing, tapi bahkan mengangkut barang-barang ekspor mereka sendiri, seperti beras dan hasil bumi lainnya, untuk dipertukarkan dengan produk-produk asing seperti keramik China, tekstil, dan rempah-rempah. Terkadang, hal ini menuntut agar mereka tinggal di kota pelabuhan lain selama beberapa lama.
Sebagaimana dikutip dari "Gayatri Rajapatni: Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit', Raden Wijaya dan Gayatri akhirnya sepakat bahwa letak ibu kota baru di Majapahit, di antara dua seteru lama, Kediri dan Singasari, tempat raja bisa memusatkan perhatiannya pada upaya penyatuan negeri-adalah kebetulan belaka.
Awalnya, kota ini didirikan di hutan karena alasan-alasan taktis jangka pendek pascakejatuhan Singasari, agar jauh dari musuh mereka di Kediri. Tapi ibu kota kerajaan baru ini tetap dekat dengan sekutu Madura, sehingga diam-diam pasukan pendukung bisa dikirim dari sini.
Setelah sejumlah rencana ke depan disusun, mereka melihat adanya keuntungan baru jangka panjang pada tempat itu, yakni bahwa Majapahit menguasai sungai terbesar di wilayah tersebut. Di era sebelumnya, ada pra-anggapan bahwa kerajaan-kerajaan Jawa harus bersandar pada kerja para petani di ladang, atau pada para nelayan dan pedagang di laut.
Akan tetapi, sulit menggolongkan Majapahit ke dalam salah satu kategori tersebut, karena ia menggabungkan keunggulan keduanya. Selain untuk mempersatukan dua seteru politik, Kerajaan Majapahit diuntungkan pula oleh posisinya yang terletak di wilayah lumbung padi dan cukup dekat dengan beberapa pelabuhan, singkatnya dua macam ekonomi sudah tercukupi oleh posisi geografis Majapahit.
Lihat Juga :
tulis komentar anda