Geger Sayembara Hadiah Tanah Mataram Picu Pecah Perang Kerajaan Jipang dan Pajang
Sabtu, 12 Oktober 2024 - 08:00 WIB
Patih Kerajaan Jipang, Ki Mataun, sangat terkejut melihat perumput itu, dan dengan sia- sia mencoba meredakan ledakan kemarahan gustinya dalam hal ini Arya Penangsang.
Kedatangan perumput yang teraniaya, beserta surat penghinaan itu memang benar-benar membuat marah Arya Penangsang yang baru saja duduk di meja makan, langsung mengepalkan tangannya memukul piringnya sampai pecah.
Kakaknya bernama Aria Mataram, berusaha meredakannya. Tetapi, Penangsang sudah lari menghilang di atas kudanya, sambil melecutnya sekeras-kerasnya. Sementara itu, Ki Mataun yang sakit asma mengikutinya dengan napas terengah-engah dan tidak dapat menyusulnya.
Setelah menyerukan kata-kata ejekan dan tantangan, Raja Jipang pun menyeberangi kali. Kemudian datanglah kutukan, karenanya barang siapa yang menyeberangi kali, akan kalah perang. Setelah itu terjadilah pertempuran sengit.
Sekalipun perutnya terluka parah, Penangsang menantang Karebet. Kemudian putra Kiai Gede Pamanahan, Sutawijaya, melanjutkan pertempuran dengan bersenjatakan tombak Kiai Plered, sedangkan kedua kakaknya melindunginya.
Kiai Juru Martani dengan cerdiknya melepaskan seekor kuda betina, sehingga kuda jantan Aria Penangsang menjadi liar.
Tetapi Sutawijaya, yang menunggang kuda kecil bersurai pendek, hampir saja terjatuh. Semenjak itu semua keturunan Sutawijaya tidak boleh menunggang kuda yang demikian dalam berperang. Sekuel peperangan ini kurang, dijelaskan lengkap pada Serat Kandha.
Setelah itu Sutawijaya turun dari kudanya dan berhasil membunuh Arya Penangsang dengan tombaknya yang keramat Kiai Plered. Sebagian ujung tombak itu patah. Mayat Penangsang dirawat oleh orang-orang dari Sela.
Ki Mataun yang datang terlambat diserang dan dibunuh. Kepalanya ditancapkan di atas sepotong bambu yang dipancangkan di tepi sungai, tentara Jipang pun menyerah.
Kedatangan perumput yang teraniaya, beserta surat penghinaan itu memang benar-benar membuat marah Arya Penangsang yang baru saja duduk di meja makan, langsung mengepalkan tangannya memukul piringnya sampai pecah.
Kakaknya bernama Aria Mataram, berusaha meredakannya. Tetapi, Penangsang sudah lari menghilang di atas kudanya, sambil melecutnya sekeras-kerasnya. Sementara itu, Ki Mataun yang sakit asma mengikutinya dengan napas terengah-engah dan tidak dapat menyusulnya.
Setelah menyerukan kata-kata ejekan dan tantangan, Raja Jipang pun menyeberangi kali. Kemudian datanglah kutukan, karenanya barang siapa yang menyeberangi kali, akan kalah perang. Setelah itu terjadilah pertempuran sengit.
Sekalipun perutnya terluka parah, Penangsang menantang Karebet. Kemudian putra Kiai Gede Pamanahan, Sutawijaya, melanjutkan pertempuran dengan bersenjatakan tombak Kiai Plered, sedangkan kedua kakaknya melindunginya.
Kiai Juru Martani dengan cerdiknya melepaskan seekor kuda betina, sehingga kuda jantan Aria Penangsang menjadi liar.
Tetapi Sutawijaya, yang menunggang kuda kecil bersurai pendek, hampir saja terjatuh. Semenjak itu semua keturunan Sutawijaya tidak boleh menunggang kuda yang demikian dalam berperang. Sekuel peperangan ini kurang, dijelaskan lengkap pada Serat Kandha.
Setelah itu Sutawijaya turun dari kudanya dan berhasil membunuh Arya Penangsang dengan tombaknya yang keramat Kiai Plered. Sebagian ujung tombak itu patah. Mayat Penangsang dirawat oleh orang-orang dari Sela.
Ki Mataun yang datang terlambat diserang dan dibunuh. Kepalanya ditancapkan di atas sepotong bambu yang dipancangkan di tepi sungai, tentara Jipang pun menyerah.
(ams)
tulis komentar anda