Geger Sayembara Hadiah Tanah Mataram Picu Pecah Perang Kerajaan Jipang dan Pajang
Sabtu, 12 Oktober 2024 - 08:00 WIB
SAYEMBARA yang digaungkan dengan hadiah tanah Pati dan Mataram berujung perang antara Jipang dan Pajang. Pada peperangan itu Arya Penangsang penguasa Jipang, harus meregang nyawa terkena tombak sakti Kiai Plered.
Serangan itu dilakukan oleh empat orang tokoh gabungan dari Kerajaan Pajang ke Jipang. Kala itu Raja Pajang Sultan Hadiwijaya atau yang dikenal dengan Jaka Tingkir mengumumkan menghadiahi tanah Pati dan Mataram, bagi siapa pun yang bisa mengalahkan Arya Penangsang.
Peperangan pun langsung digaungkan oleh Kerajaan Pajang. Di rumah Ki Gede Pamanahan berkumpul empat tokoh Mataram sedang membicarakan ajakan perang itu. Nasehat Ki Juru Martani mengemukakan skema cerdik untuk menghabisi lawannya itu.
Ki Gede Pamanahan dan Ki Panjawi maju menawarkan diri. Tanpa bantuan orang lain kecuali keluarganya sendiri, Kiai Gede Pamanahan berjanji akan melakukan perlawanan.
Hal ini dikisahkan pula pada Babad Tanah Jawi sebagaimana dikutip dari “Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung".
Setelah itu pasukan mereka berbaris menuju Caket, dengan kekuatan 200 orang. Di sana mereka menangkap perumput dari istana Panangsang yang sedang mencari rumput untuk kuda Gagak Rimang.
Dengan imbalan 15 rial satu telinga perumput itu diiris, sedangkan pada sebelah lainnya diikatkan surat tantangan yang bernada ejekan. Dalam keadaan demikianlah perumput yang malang itu kembali ke istana.
Serangan itu dilakukan oleh empat orang tokoh gabungan dari Kerajaan Pajang ke Jipang. Kala itu Raja Pajang Sultan Hadiwijaya atau yang dikenal dengan Jaka Tingkir mengumumkan menghadiahi tanah Pati dan Mataram, bagi siapa pun yang bisa mengalahkan Arya Penangsang.
Peperangan pun langsung digaungkan oleh Kerajaan Pajang. Di rumah Ki Gede Pamanahan berkumpul empat tokoh Mataram sedang membicarakan ajakan perang itu. Nasehat Ki Juru Martani mengemukakan skema cerdik untuk menghabisi lawannya itu.
Baca Juga
Ki Gede Pamanahan dan Ki Panjawi maju menawarkan diri. Tanpa bantuan orang lain kecuali keluarganya sendiri, Kiai Gede Pamanahan berjanji akan melakukan perlawanan.
Hal ini dikisahkan pula pada Babad Tanah Jawi sebagaimana dikutip dari “Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung".
Setelah itu pasukan mereka berbaris menuju Caket, dengan kekuatan 200 orang. Di sana mereka menangkap perumput dari istana Panangsang yang sedang mencari rumput untuk kuda Gagak Rimang.
Dengan imbalan 15 rial satu telinga perumput itu diiris, sedangkan pada sebelah lainnya diikatkan surat tantangan yang bernada ejekan. Dalam keadaan demikianlah perumput yang malang itu kembali ke istana.
Baca Juga
tulis komentar anda