Penurunan Harga BBM Masih Terganjal Formula Kementerian ESDM
Sabtu, 02 Mei 2020 - 06:24 WIB
JAKARTA - Rendahnya harga minyak dunia belum juga membuat PT Pertamina bergegas menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) di pasaran.
Sebab apabila mengacu pada aturan formula harga yang ditetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif maka penurunan harga BBM belum bisa diwujudkan karena mengacu harga minyak mentah pada dua bulan sebelumnya yang rata-rata masih mahal.
“Mungkin bisa baca dari formula yang ditetapkan oleh ESDM. Dengan formula itu kita melihat dua bulan ke belakang sehingga kalau kita lihat adalah bulan Februari sehingga harganya masih tinggi,” ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis (30/4/2020).
Menurut dia berdasarkan aturan Keputusan Menteri ESDM No. 62K/MEN/2020 terjadi anomali antara perhitungan rata-rata publikasi Mean Of Pleats Singapore (MOPS) atau Argus dihitung dari dua bulan sebelumnya untuk penetapan bulan berjalan. Melalui formula tersebut, maka perhitungan MOPS saat ini lebih murah dibandingkan harga minyak mentah.
“Makanya kalau kita mau mudahnya saja, kita beli saja produk BBM dan tutup semua kilang. Tapi nanti mati semua. Para KKKS di hulu nanti produksinya bagaimana, karena kalau nutup di hulu perlu biaya besar begitu juga dengan reaktivasinya,” ujar Nicke.
Tidak hanya itu, penurunan harga BBM juga harus terus melihat pergerakan harga minyak global. Di awal bulan Maret 2020 memang telah terjadi konflik minyak antara negara OPEC dan non OPEC sehingga menyebabkan indikasi oversupply yang kemudian memicu turunnya harga minyak dunia yang tajam di awal bulan Maret 2020.
Sementara pada awal bulan April telah terjadi kesepakatan antara negara-negara OPEC dengan non OPEC terkait produksi minyak dunia yang kaitannya dengan pandemi Covid 19 yang telah bersepakat untuk memotong produksi minyak dunia sebesar 9,7 juta barel per hari pada bulan Mei dan Juni 2020. Sehingga tidak menutup kemungkinan harga minyak mentah dunia bakal kembali terkerek.
“Kita juga melihat bagaimana kondisi paska pemangkasan produksi ini. Dengan adanya kesepakatan negara OPEC dan non OPEC diprediksi harga akan naik lagi,” jelasnya.
Sebab apabila mengacu pada aturan formula harga yang ditetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif maka penurunan harga BBM belum bisa diwujudkan karena mengacu harga minyak mentah pada dua bulan sebelumnya yang rata-rata masih mahal.
“Mungkin bisa baca dari formula yang ditetapkan oleh ESDM. Dengan formula itu kita melihat dua bulan ke belakang sehingga kalau kita lihat adalah bulan Februari sehingga harganya masih tinggi,” ujar Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat konferensi pers virtual di Jakarta, Kamis (30/4/2020).
Menurut dia berdasarkan aturan Keputusan Menteri ESDM No. 62K/MEN/2020 terjadi anomali antara perhitungan rata-rata publikasi Mean Of Pleats Singapore (MOPS) atau Argus dihitung dari dua bulan sebelumnya untuk penetapan bulan berjalan. Melalui formula tersebut, maka perhitungan MOPS saat ini lebih murah dibandingkan harga minyak mentah.
“Makanya kalau kita mau mudahnya saja, kita beli saja produk BBM dan tutup semua kilang. Tapi nanti mati semua. Para KKKS di hulu nanti produksinya bagaimana, karena kalau nutup di hulu perlu biaya besar begitu juga dengan reaktivasinya,” ujar Nicke.
Tidak hanya itu, penurunan harga BBM juga harus terus melihat pergerakan harga minyak global. Di awal bulan Maret 2020 memang telah terjadi konflik minyak antara negara OPEC dan non OPEC sehingga menyebabkan indikasi oversupply yang kemudian memicu turunnya harga minyak dunia yang tajam di awal bulan Maret 2020.
Sementara pada awal bulan April telah terjadi kesepakatan antara negara-negara OPEC dengan non OPEC terkait produksi minyak dunia yang kaitannya dengan pandemi Covid 19 yang telah bersepakat untuk memotong produksi minyak dunia sebesar 9,7 juta barel per hari pada bulan Mei dan Juni 2020. Sehingga tidak menutup kemungkinan harga minyak mentah dunia bakal kembali terkerek.
“Kita juga melihat bagaimana kondisi paska pemangkasan produksi ini. Dengan adanya kesepakatan negara OPEC dan non OPEC diprediksi harga akan naik lagi,” jelasnya.
(vit)
tulis komentar anda