Tolak Revisi UU Penyiaran, Jurnalis Semarang Demo di Depan Gubernuran
Kamis, 30 Mei 2024 - 19:25 WIB
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng, Amir Machmud NS menyebut investigasi adalah mahkota wartawan yang tidak boleh dihalangi dengan alasan apapun.
“Berita investigasi adalah bagian dari wujud kebebasan pers dan bagian dari HAM yang dijamin konstitusi,” ungkapnya.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jateng, Teguh Hadi Prayitno khawatir jika RUU ini disahkan maka pemerintah bisa mengendalikan ruang gerak warga negara dan mengkhianati semangat demokrasi yang terwujud melalui UU nomor 40 tahun 1999.
"Oleh karenanya kami meminta agar dilakukan pembahasan ulang yang melibatkan dewan pers, organisasi-organisasi pers yang sejalan dengan semangat reformasi dan demokrasi," kata dia.
Pada aksi itu mereka yang melakukan aksi membentangkan aneka poster dan spanduk bernada penolakan. Mereka juga melakukan simbolisasi menyegel gedung Gubernuran sembari menaburi bunga.
1. Tolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik;
2. Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia;
3. Mendesak DPR untuk melibatkan partisipasi publik yang bermakna, dalam penyusunan revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat;
4. Membuka ruang ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya. Penyusunan dan pembahasan RUU Penyiaran harus melibatkan Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers;
“Berita investigasi adalah bagian dari wujud kebebasan pers dan bagian dari HAM yang dijamin konstitusi,” ungkapnya.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jateng, Teguh Hadi Prayitno khawatir jika RUU ini disahkan maka pemerintah bisa mengendalikan ruang gerak warga negara dan mengkhianati semangat demokrasi yang terwujud melalui UU nomor 40 tahun 1999.
"Oleh karenanya kami meminta agar dilakukan pembahasan ulang yang melibatkan dewan pers, organisasi-organisasi pers yang sejalan dengan semangat reformasi dan demokrasi," kata dia.
Pada aksi itu mereka yang melakukan aksi membentangkan aneka poster dan spanduk bernada penolakan. Mereka juga melakukan simbolisasi menyegel gedung Gubernuran sembari menaburi bunga.
Pernyataan Sikap Jurnalis Semarang:
1. Tolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik;
2. Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia;
3. Mendesak DPR untuk melibatkan partisipasi publik yang bermakna, dalam penyusunan revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat;
4. Membuka ruang ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya. Penyusunan dan pembahasan RUU Penyiaran harus melibatkan Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers;
tulis komentar anda