Tolak Revisi UU Penyiaran, Jurnalis Semarang Demo di Depan Gubernuran

Kamis, 30 Mei 2024 - 19:25 WIB
loading...
Tolak Revisi UU Penyiaran, Jurnalis Semarang Demo di Depan Gubernuran
Puluhan wartawan atau jurnalis bersama masyarakat sipil dan Aksi Kamisan Semarang menggelar demo penolakan RUU Penyiaran, Kamis (30/5/2024). Foto/SINDOnews/Eka setiawan
A A A
SEMARANG - Puluhan wartawan atau jurnalis bersama masyarakat sipil dan Aksi Kamisan Semarang menggelar demo penolakan Revisi UU (RUU) Penyiaran pada Kamis (30/5/2024) sore.

Aksi unjuk rasa digelar di depan Gubernuran, Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Jawa Tengah.



Revisi UU Penyiaran saat ini tengah dibahas di DPR RI. Salah satu elemen penting perubahan ini adalah Standar Isi Siaran (SIS) yang berisi pembatasan, larangan dan kewajiban penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI yang tumpang tindih dengan Dewan Pers.

Hal ini sebagaimana tercantum dalam rancangan undang-undang tanggal 27 Maret 2024, amandemen UU Penyiaran secara signifikan membatasi aktivitas pers dan kebebasan berekspresi secara umum.



Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Aris Mulyawan menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan pasal berita bohong yang menimbulkan keonaran yakni Pasal 14, Pasal 15 pada UU nomor 1 tahun 1945 dan Pasal 310 ayat (1) tentang Pencemaran Nama Baik yang diatur dalam KUHP pada 21 Maret lalu.

“Mengapa poin kabar bohong dan pencemaran nama baik masuk kembali ke RUU Penyiaran?” kata dia.



Dia menyebut, selain mengancam jurnalis, kewenangan KPI melakukan sensor dan pembredelan konten di media sosial juga turut mengancam kebebasan konten kreator dalam berkarya.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng, Amir Machmud NS menyebut investigasi adalah mahkota wartawan yang tidak boleh dihalangi dengan alasan apapun.

“Berita investigasi adalah bagian dari wujud kebebasan pers dan bagian dari HAM yang dijamin konstitusi,” ungkapnya.

Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jateng, Teguh Hadi Prayitno khawatir jika RUU ini disahkan maka pemerintah bisa mengendalikan ruang gerak warga negara dan mengkhianati semangat demokrasi yang terwujud melalui UU nomor 40 tahun 1999.

"Oleh karenanya kami meminta agar dilakukan pembahasan ulang yang melibatkan dewan pers, organisasi-organisasi pers yang sejalan dengan semangat reformasi dan demokrasi," kata dia.

Pada aksi itu mereka yang melakukan aksi membentangkan aneka poster dan spanduk bernada penolakan. Mereka juga melakukan simbolisasi menyegel gedung Gubernuran sembari menaburi bunga.

Pernyataan Sikap Jurnalis Semarang:


1. Tolak pembahasan RUU Penyiaran yang berlangsung saat ini karena dinilai cacat prosedur dan merugikan publik;

2. Mendesak DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Penyiaran yang substansinya bertentangan dengan nilai demokrasi, upaya pemberantasan korupsi dan penegakan hak asasi manusia;

3. Mendesak DPR untuk melibatkan partisipasi publik yang bermakna, dalam penyusunan revisi UU Penyiaran untuk memastikan tidak ada pasal-pasal multitafsir yang dapat dipakai untuk mengebiri kemerdekaan pers, memberangus kebebasan berpendapat, serta menjamin keadilan dan kesetaraan dalam masyarakat;

4. Membuka ruang ruang partisipasi bermakna dalam proses penyusunan RUU Penyiaran dengan melibatkan organisasi masyarakat sipil dan kelompok masyarakat terdampak lainnya. Penyusunan dan pembahasan RUU Penyiaran harus melibatkan Dewan Pers dan seluruh konstituennya agar tidak terjadi pembiasan nilai-nilai kemerdekaan pers;

5. Mendorong jurnalis untuk bekerja secara profesional dan menjalankan fungsinya sesuai kode etik, untuk memenuhi hak-hak publik atas informasi;

6. Menggunakan UU Pers sebagai pertimbangan dalam pembuatan regulasi yang mengatur soal pers. Agar tidak ada pengaturan yang tumpang tindih terkait kemerdekaan pers.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0988 seconds (0.1#10.140)
pixels