Bandara Karawang Dinilai Tak Dibutuhkan, Pengamat Transportasi: Khawatir Jadi Kertajati Jilid 2
Jum'at, 26 April 2024 - 21:02 WIB
“Khawatirnya kan malah jadi Kertajati jilid 2. Tidak laku. Tidak dipakai sama sekali. Apalagi, biaya pembangunannya sampai Rp36 triliun. Sedangkan pembangunan Bandara Kertajati, yang merupakan bandara terbesar kedua di Indonesia, biaya pembangunannya hanya Rp2,8 triliun,” kata BHS.
Ia mengungkapkan, daripada pemerintah membangun bandara di Karawang, akan lebih menguntungkan jika jika membangun bandara di Aceh.
“Jika pemerintah membangun bandara di Aceh maka akan terbuka potensi untuk mengakomodir separuh perjalanan dari Australia ke Asia Timur atau Asia Tenggara hingga ke Eropa, yang saat ini dikuasai oleh Malaysia dan Singapura,” ucapnya.
BHS memaparkan bahwa lokasi bandara di Aceh tepat untuk dijadikan bandara transit, karena jarak tempuhnya adalah separuh dari perjalanan pesawat.
“Kalau di Aceh pasti laku keras. Ngapain bangun di Jawa lagi. Contohnya, Bandara Doho Kediri, tidak ada yang mau kesana. Bandara Doho itu luasnya tidak ada setengah dari Bandara Kertajati tapi biayanya menyentuh Rp11 triliun. Rp3 triliun itu dibiayai oleh pemerintah dan sisanya oleh swasta. Lah Rp3 triliun saja sudah cukup untuk membangun sekelas Kertajati, lalu sisanya buat apa,” ucapnya lagi.
Ia mengaku tak melihat sisi efektifitas dan efisiensi dari pembangunan Bandara Karawang ini.
“Bahkan jika memang lebih bagus dari Bandara Soehat Cengkareng dan para penumpang berpindah ke sana semua, lalu buat apa Bandara Cengkareng ditingkatkan kapasitasnya hingga 110 juta,” tanya politisi Gerindra ini.
Diberitakan sebelumnya, perencanaan pembangunan Bandara Karawang ini telah tertuang dalam PP 13 tahun 2017 serta Permenhub 69 tahun 2013.
Dikutip dari kppip.go.id, pembangunan infrastruktur bandara yang diperkirakan akan menghabiskan anggaran sebesar Rp36 triliun, akan mampu menampung hingga 100 juta penumpang setiap tahunnya.
Namun, hingga saat ini Kementerian Perhubungan masih berencana membangunnya dan sedang menunggu proses revisi RTRWN untuk mengakomodir rencana pembangunan Bandara Karawang tersebut.
Ia mengungkapkan, daripada pemerintah membangun bandara di Karawang, akan lebih menguntungkan jika jika membangun bandara di Aceh.
“Jika pemerintah membangun bandara di Aceh maka akan terbuka potensi untuk mengakomodir separuh perjalanan dari Australia ke Asia Timur atau Asia Tenggara hingga ke Eropa, yang saat ini dikuasai oleh Malaysia dan Singapura,” ucapnya.
BHS memaparkan bahwa lokasi bandara di Aceh tepat untuk dijadikan bandara transit, karena jarak tempuhnya adalah separuh dari perjalanan pesawat.
“Kalau di Aceh pasti laku keras. Ngapain bangun di Jawa lagi. Contohnya, Bandara Doho Kediri, tidak ada yang mau kesana. Bandara Doho itu luasnya tidak ada setengah dari Bandara Kertajati tapi biayanya menyentuh Rp11 triliun. Rp3 triliun itu dibiayai oleh pemerintah dan sisanya oleh swasta. Lah Rp3 triliun saja sudah cukup untuk membangun sekelas Kertajati, lalu sisanya buat apa,” ucapnya lagi.
Ia mengaku tak melihat sisi efektifitas dan efisiensi dari pembangunan Bandara Karawang ini.
“Bahkan jika memang lebih bagus dari Bandara Soehat Cengkareng dan para penumpang berpindah ke sana semua, lalu buat apa Bandara Cengkareng ditingkatkan kapasitasnya hingga 110 juta,” tanya politisi Gerindra ini.
Diberitakan sebelumnya, perencanaan pembangunan Bandara Karawang ini telah tertuang dalam PP 13 tahun 2017 serta Permenhub 69 tahun 2013.
Dikutip dari kppip.go.id, pembangunan infrastruktur bandara yang diperkirakan akan menghabiskan anggaran sebesar Rp36 triliun, akan mampu menampung hingga 100 juta penumpang setiap tahunnya.
Namun, hingga saat ini Kementerian Perhubungan masih berencana membangunnya dan sedang menunggu proses revisi RTRWN untuk mengakomodir rencana pembangunan Bandara Karawang tersebut.
tulis komentar anda