Demokrasi Alami Kemunduran, Puluhan Aktivis Jalan Mundur dari Alun-alun Utara hingga Istana Kepresidenan Yogyakarta
Jum'at, 09 Februari 2024 - 14:54 WIB
Titok pribadi merasa kecewa dengan para aktivis masa Orde Baru macam Budiman Sudjatmiko atau Andi Arief yang kini dianggapnya malah memilih berada di barisan pendukung politik dinasti.
Budiman sudah melupakan sejarah hanya demi kepentingan kekuasaan.
Menurutnya, elihat politik itu di dalamnya tidak semata-mata kekuasaan, tidak semata-mata ekonomi. Politik itu juga ada satu value yang diperjuangkan sehingga beberapa alumni aktivis reformasi 98 yang melihat keputusan Budiman cs tentu kecewa.
Gelombang kritik civitas academica berbagai perguruan tinggi, kata Titok, seharusnya cukup untuk membuka mata semua kalangan, termasuk Budiman cs dan parpol akan adanya ketidakberesan dalam berdemokrasi di negara ini.
Istana sudah tak bisa lagi berpura-pura tuli, atau bahkan lebih kejamnya lagi melabeli gerakan akademisi sebagai suatu bentuk penggiringan opini.
"Apakah itu sebuah settingan, apakah itu sebuah rekayasa? Bagaimana profesor, guru besar yang selama ini mereka menjaga jarak dengan kehidupan politik praktis, tiba-tiba berbicara. Pasti kan ada sesuatu, fenomena sosial yang menggerakkan mereka. Ini harus dilihat secara obyektif dan jernih," tambah Widihasto Wasana Putra, aktivis eks UAJY.
In'am eL Mustofa, aktivis eks UIN juga berujar jika lawan saat ini berbeda dengan kala reformasi dulu. Jika era reformasi dulu lawan adalah rezim yang otoriter namun kini adalah rezim yang berdiri di tengah demokrasi.
"Kalau dulu lawan kita rezim yang otoriter, sekarang lawan kita rezim yang berdiri di tengah demokrasi. Rezim despotik, di atas otoritarian, haris kita lawan, jangan tinggal diam," serunya.
Massa dalam aksinya membawa obor sembari mengarak keris pusaka luk 11 tangguh Pajang Mataram. Tiap-tiap elemen dalam aksi ini merupakan simbolisasi aspirasi yang mereka gaungkan.
Seperti Tanjek Yoni sebagai pusaka atau kekuatan yang dipercaya untuk menyingkirkan angkara murka dan keserakahan. Sementara Alun-alun Utara dipilih menjadi titik awal keberangkatan karena sejarah pelataran Keraton Yogyakarta sebagai tempat terselenggaranya Pisowanan Ageng tanggal 20 Mei 1998.
Budiman sudah melupakan sejarah hanya demi kepentingan kekuasaan.
Menurutnya, elihat politik itu di dalamnya tidak semata-mata kekuasaan, tidak semata-mata ekonomi. Politik itu juga ada satu value yang diperjuangkan sehingga beberapa alumni aktivis reformasi 98 yang melihat keputusan Budiman cs tentu kecewa.
Gelombang kritik civitas academica berbagai perguruan tinggi, kata Titok, seharusnya cukup untuk membuka mata semua kalangan, termasuk Budiman cs dan parpol akan adanya ketidakberesan dalam berdemokrasi di negara ini.
Istana sudah tak bisa lagi berpura-pura tuli, atau bahkan lebih kejamnya lagi melabeli gerakan akademisi sebagai suatu bentuk penggiringan opini.
"Apakah itu sebuah settingan, apakah itu sebuah rekayasa? Bagaimana profesor, guru besar yang selama ini mereka menjaga jarak dengan kehidupan politik praktis, tiba-tiba berbicara. Pasti kan ada sesuatu, fenomena sosial yang menggerakkan mereka. Ini harus dilihat secara obyektif dan jernih," tambah Widihasto Wasana Putra, aktivis eks UAJY.
In'am eL Mustofa, aktivis eks UIN juga berujar jika lawan saat ini berbeda dengan kala reformasi dulu. Jika era reformasi dulu lawan adalah rezim yang otoriter namun kini adalah rezim yang berdiri di tengah demokrasi.
"Kalau dulu lawan kita rezim yang otoriter, sekarang lawan kita rezim yang berdiri di tengah demokrasi. Rezim despotik, di atas otoritarian, haris kita lawan, jangan tinggal diam," serunya.
Massa dalam aksinya membawa obor sembari mengarak keris pusaka luk 11 tangguh Pajang Mataram. Tiap-tiap elemen dalam aksi ini merupakan simbolisasi aspirasi yang mereka gaungkan.
Seperti Tanjek Yoni sebagai pusaka atau kekuatan yang dipercaya untuk menyingkirkan angkara murka dan keserakahan. Sementara Alun-alun Utara dipilih menjadi titik awal keberangkatan karena sejarah pelataran Keraton Yogyakarta sebagai tempat terselenggaranya Pisowanan Ageng tanggal 20 Mei 1998.
Lihat Juga :
tulis komentar anda