Asal-usul dan Sejarah Kapal Pinisi, Warisan Nenek Moyang Menjelajah Nusantara
Kamis, 07 Desember 2023 - 22:21 WIB
Pada masa lalu, kapal kayu pinisi Indonesia mengangkut rempah-rempah, cendana, dan tekstil eksotis melalui rute perdagangan kuno. Kapal ini awalnya digunakan sebagai alat transportasi dagang oleh para pedagang Bugis yang menjelajahi jalur perdagangan laut antara berbagai pulau di Nusantara.
Proses pembuatan kapal pinisi memakan waktu bertahun-tahun dan dipandu ritual secara metodis di pantai Sulawesi. Orang-orang dari Suku Bugis-Makassar terkenal sebagai navigator laut yang sangat terampil sehingga mampu menjelajahi Nusantara, Asia Tenggara, Australia, bahkan hingga ke Afrika.
Keunikan desain kapal pinisi hadir dari tangan-tangan ahli tukang kayu tradisional, yang menggabungkan keahlian memahat dan memahat kayu dengan pemahaman mendalam akan angin, cuaca, dan pola navigasi laut.
Bentuknya yang khas dengan dua tiang layar miring yang besar. Hal tersebut memungkinkan kapal tersebut untuk berlayar dengan baik di perairan terbuka.
Dilansir dari laman Kemenparekraf, kapal pinisi mudah dikenali di laut karena ciri khasnya yang mencakup penggunaan 7-8 layar serta kehadiran 2 tiang utama di bagian depan dan belakang kapal.
Selain itu, sebagai kapal tradisional Indonesia, kapal ini dibuat dari kayu. Biasanya, terdapat empat jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan kapal pinisi, yaitu kayu besi, kayu bitti, kayu kandole/punaga, dan kayu jati.
Hingga saat ini, kapal pinisi masih diproduksi secara tradisional di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan dan berada di tiga desa, yakni Desa Tana Beru, Bira dan Batu Licin.
Pada Desember 2017, UNESCO mengakui kapal layar kerajinan tangan Sulawesi Selatan sebagai 'Warisan Budaya Tak Benda'.
Kapal pinisi bukan hanya alat transportasi, tetapi juga sebuah simbol keberanian, ketahanan, dan kearifan lokal. Setiap bagian dari kapal ini memiliki cerita tersendiri, dari pemilihan kayu yang tepat hingga tiap ukiran yang menghiasi lambungnya.
Kapal pinisi tidak hanya menjadi kebanggaan Indonesia, tetapi juga warisan budaya dunia yang patut dijaga, dihargai, dan dilestarikan untuk generasi mendatang.
Proses pembuatan kapal pinisi memakan waktu bertahun-tahun dan dipandu ritual secara metodis di pantai Sulawesi. Orang-orang dari Suku Bugis-Makassar terkenal sebagai navigator laut yang sangat terampil sehingga mampu menjelajahi Nusantara, Asia Tenggara, Australia, bahkan hingga ke Afrika.
Keunikan desain kapal pinisi hadir dari tangan-tangan ahli tukang kayu tradisional, yang menggabungkan keahlian memahat dan memahat kayu dengan pemahaman mendalam akan angin, cuaca, dan pola navigasi laut.
Bentuknya yang khas dengan dua tiang layar miring yang besar. Hal tersebut memungkinkan kapal tersebut untuk berlayar dengan baik di perairan terbuka.
Dilansir dari laman Kemenparekraf, kapal pinisi mudah dikenali di laut karena ciri khasnya yang mencakup penggunaan 7-8 layar serta kehadiran 2 tiang utama di bagian depan dan belakang kapal.
Selain itu, sebagai kapal tradisional Indonesia, kapal ini dibuat dari kayu. Biasanya, terdapat empat jenis kayu yang digunakan dalam pembuatan kapal pinisi, yaitu kayu besi, kayu bitti, kayu kandole/punaga, dan kayu jati.
Hingga saat ini, kapal pinisi masih diproduksi secara tradisional di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan dan berada di tiga desa, yakni Desa Tana Beru, Bira dan Batu Licin.
Pada Desember 2017, UNESCO mengakui kapal layar kerajinan tangan Sulawesi Selatan sebagai 'Warisan Budaya Tak Benda'.
Kapal pinisi bukan hanya alat transportasi, tetapi juga sebuah simbol keberanian, ketahanan, dan kearifan lokal. Setiap bagian dari kapal ini memiliki cerita tersendiri, dari pemilihan kayu yang tepat hingga tiap ukiran yang menghiasi lambungnya.
Kapal pinisi tidak hanya menjadi kebanggaan Indonesia, tetapi juga warisan budaya dunia yang patut dijaga, dihargai, dan dilestarikan untuk generasi mendatang.
tulis komentar anda