Bangun Koneksi Jalur Sumatera untuk Indonesia Maju

Jum'at, 31 Juli 2020 - 06:00 WIB
Ruas Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Bakauheni-Terbanggi Besar beroperasi sejak tahun 2019. Foto/Istimewa
BANDUNG - Jalan Tol Trans Sumatera ( JTTS ) diyakini akan menjadi soko guru ekonomi dan pariwisata. Percepatan proyek prestisius sepanjang 2.704 kilometer (km) ini tak hanya mewujudkan mimpi masyarakat, tetapi juga memutus kebuntuan mobilitas masyarakat antardaerah.

Suryanto (65), tak pernah mengira keikutsertaannya pada program transmigrasi di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu pada 1985 silam, menempatkannya pada masalah akses transportasi yang sangat sulit. Rutinitas tahunan pulang kampung dari Mukomuko ke Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, harus dibayar mahal.

Saat itu, waktu tempuh perjalanan darat menggunakan DAMRI, mengarungi bukit, gunung, pesisir pantai, lembah, dan hutan belantara setidaknya membutuhkan waktu lima hingga enam hari. (BACA JUGA: Konektivitas Tanpa Batas, Tol Trans Sumatera Mulai Dirasakan Masyarakat )

Sementara, pesawat terbang, masih menjadi moda transportasi mewah. Tak ada kemampuan bagi Suryanto untuk membeli tiket satu keluarga. (BACA JUGA: Di Periode Kedua, Presiden Jin Akan Memperluas Investasi Infrastruktur )

34 tahun berlalu, akses transportasi Mukomuko-Banjarnegara semakin mudah. Namun untuk perjalanan darat menggunakan bus atau travel, masih membutuhkan waktu sekitar tiga hari.



Di tengah masifnya pembangunan infrastruktur dan menjamurnya moda transportasi, waktu tempuh tiga hari dirasa belum efisien. Masih banyak waktu terbuang di perjalanan. (BACA JUGA: Perkuat Jalur Logistik, Tol Baru di Aceh dan Manado Siap Beroperasi )

Beratnya perjalanan lintas Sumatera juga dirasakan Raditya. Walaupun dia dilahirkan saat transportasi makin mudah dapat, namun bagi dia perjalanan darat Sumatera masih cukup melelahkan. Terutama jalur lintas Sumatera yang belum seluruhnya terhubung oleh tol.

Tetapi setidaknya, ruas tol Bakauheni-Terbanggi Besar telah mempersingkat perjalanannya. Kini, Bandung-Bengkulu bisa ditempuh sekitar 22 jam menggunakan bus. Kondisi ini jauh berbeda sebelum dibangun tol. Rute Bandung-Bengkulu pernah ditempuh lebih dari 36 jam.

"Walaupun hanya menghubungkan Bakauheni ke Terbanggi Besar sepanjang 140 kilometer, tetapi sudah cukup mempersingkat waktu perjalanan kami ke Bengkulu. Apalagi kalau nanti ruas tol ke Bengkulu sudah jadi, pasti lebih cepat sampai," ujar dia.

Raditya bermimpi, JTTS bisa segera terealisasi, sehingga mobilitas semakin mudah. Apalagi, Sumatera memiliki kekayaan alam eksotik yang tidak dimiliki daerah lain.

Dia yakin, mobilitas masyarakat antarprovinsi untuk berwisata dan melakukan kegiatan ekonomi akan makin tinggi. "Sumatera itu punya banyak potensi wisata alam yang sangat eksotik dan belum terjamah. Hutan masih asri dengan pegunungan dan perkebunan sawit dan pesisir pantai di sepanjang jalan. Itu menjadi pemandangan indah bagi warga kota seperti saya. Ini potensi besar," tutur Raditya.

Harapan serupa juga diutarakan Suryanto. Rencana pemerintah membangun JTTS bagaikan mimpi di siang bolong. Namun, rampungnya pembangunan ruas Tol Bakauheni-Terbanggi Besar menjadi bukti bahwa mimpi itu bakal terwujud.

Setidaknya, ungkap dia, jalur tersebut telah memudahkan anak cucunya pulang kampung ke Bengkulu lebih cepat dari biasanya. Di sisa usianya yang semakin sepuh, Suryanto berharap bisa menyaksikan terwujudnya ruas Tol Lubuk Linggau-Curup-Bengkulu.

Proyek Strategis Nasional

Berdasarkan rencana jangka panjang pemerintah, proyek JTTS bakal menghubungkan semua provinsi di Sumatera, dari Aceh hingga Lampung. Terdiri dari 24 ruas, membelah Lampung, Palembang, Jambi, Pekanbaru, Dumai, Tebing Tinggi, dan Banda Aceh. Serta menghubungkan Bengkulu, Padang, dan Sibolga.

JTTS menjadi proyek strategis nasional (PSN) yang diamanatkan kepada PT Hutama Karya (Persero). Keseriusan pemerintah membangun tol Sumatera termaftub dalam Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014, kemudian diubah dengan Peraturan Presiden No. 117 Tahun 2015. Proyek sepanjang 2.704 km ini ditargetkan akan beroperasi seluruhnya pada 2024.

Saat ini, ruas JTTS yang telah beroperasi yaitu Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 140 Km. Kemudian Terbanggi Besar-Pematang Panggang sepanjang 112 Km dan ruas Palembang-Simpang Indralaya sepanjang 21 Km.

Ruas tol yang telah masuk tahap proses pembebasan lahan dan pembangunan yaitu ruas Indralaya-Muara Enim; Pekanbaru-Dumai; Indrapura-Kisaran; Kualatanjung-Tebing Tinggi-Parapat; Medan-Binjai; Lubuk Linggau-Curup-Bengkulu; Binjai-Langsa; Muala Enim-Lahat-Lubuk Linggau; Padang-Pekanbaru; Padang-Sicincin, dan Sigli-Banda Aceh.

Sisanya, sebanyak sembilan ruas masih dalam tahap pengajuan desain dan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT). Yaitu ruas Betung-Jambi; Jambi-Rengat; Batu Ampar-Hangnadim; Langsa-Lhoseumawe; Lhokseumawe-Sigli; Rengat-Pekanbaru; Palembang-Tanjung Api api; Prapat-Taruntung-Sibolga; dan Rantau Prapat-Kisaran.

Keseriusan PT Hutama Karya membangun tol di Sumatera, juga didukung penuh pemerintah pusat, melalui komitmen Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2020 kepada PT Hutama Karya. BUMN ini mendapat suntikan modal senilai Rp11 triliun dari rencana awal hanya Rp3,5 triliun.

Senior Executive Vice President (SEVP) Sekretaris Perusahaan PT Hutama Karya Muhammad Fauzan mengatakan, PMN tahun 2020 akan membantu percepatan pembangunan JTTS.

Dana tersebut akan dipakai untuk membangun ruas Pekanbaru-Dumai sepanjang 131 km, ruas Simpang Indralaya-Muara Enim 119 km, dan Pekanbaru-Pangkalan 95 km.

Menurut dia, pendanaan ini akan memperkuat Global Bonds senilai Rp9 triliun yang sebelumnya telah didapat PT Hutama Karya. Struktur permodalan perseroan juga akan makin solid, dalam rangka mendukung Nawacita pemerintah.

Urat Nadi Ekonomi dan Pariwisata

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Jambi Budi Setiawan mengungkapkan, salah satu persoalan lambatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera adalah infrastruktur jalan. Saat ini, arus barang antar daerah masih berbiaya tinggi, akibat membengkaknya ongkos distribusi.

Sedangkan ekonomi Sumatera lebih banyak ditopang hasil sumber daya alam (SDA). Seperti perkebunan, pertambangan, pertanian, dan sebagian hasil produk manufaktur. Barang ekonomi tersebut, mayoritas masih dikirim ke Pulau Jawa, sebagai pangsa pasar utama.

"Kami menghadapi tantangan besar pada proses distribusi barang. Pengiriman produk bisa memakan waktu berjam-jam. Misalnya dari Jambi ke Palembang bisa 16 jam, karena kondisi jalan hancur, macet, dan persoalan lainnya," ungkap Budi.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More