Bangun Koneksi Jalur Sumatera untuk Indonesia Maju
Jum'at, 31 Juli 2020 - 06:00 WIB
Menurut Sony, pembangunan tol yang terhubung dengan pusat bisnis, dipastikan akan memberi daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi. Karena, menurut dia, salah satu hambatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah biaya transportasi yang mahal.
Selain solusi tata ruang, pembangunan tol Sumatera juga mestinya dibangun berdasarkan sinergi kuat antara investor, operator, dan pemerintah daerah. Sinergi ini penting agar tol yang telah dibangun memberi manfaat luas bagi semua kalangan. Skema ini juga penting untuk menekan tarif tol.
Dia mencontohkan, tarif tol dari Jakarta ke Surabaya dianggap masih cukup membebani. Dia mencontohkan, perjalanan satu truk bisa menghabiskan uang lebih dari Rp1 juta. Idealnya biaya tol untuk rute tersebut tak lebih dari Rp600.000. Sehingga tidak sedikit angkutan barang memilih menggunakan jalan arteri.
Namun, kata dia, mahalnya tarif tol tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada investor. Karena, biaya investasi pembangunan tol sangat mahal. Terlebih, pembangunan JTTS menghadapi tantangan kondisi kontur tanah basah dan ekstrem. Di sisi lain, investor membutuhkan pengembalian keuntungan secepatnya.
Oleh karenanya, kata dia, perlu dibuat skema sinergi dan subsidi. Subsidi, kata Sony, tidak dalam bentuk pengurangan tarif tol, tetapi bagaimana upaya pemerintah daerah mendorong masyarakatnya memanfaatkan tol secara maksimal. Misalnya, memperbaiki jalan yang terhubung dengan pintu tol atau mengundang investor berinvestasi di daerah tersebut.
"Pemerintah daerah harus membuat program sedemikian rupa, agar kegiatan ekonominya bisa mendorong naiknya volume kendaraan menggunakan tol," tutup Sony.
Selain solusi tata ruang, pembangunan tol Sumatera juga mestinya dibangun berdasarkan sinergi kuat antara investor, operator, dan pemerintah daerah. Sinergi ini penting agar tol yang telah dibangun memberi manfaat luas bagi semua kalangan. Skema ini juga penting untuk menekan tarif tol.
Dia mencontohkan, tarif tol dari Jakarta ke Surabaya dianggap masih cukup membebani. Dia mencontohkan, perjalanan satu truk bisa menghabiskan uang lebih dari Rp1 juta. Idealnya biaya tol untuk rute tersebut tak lebih dari Rp600.000. Sehingga tidak sedikit angkutan barang memilih menggunakan jalan arteri.
Namun, kata dia, mahalnya tarif tol tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada investor. Karena, biaya investasi pembangunan tol sangat mahal. Terlebih, pembangunan JTTS menghadapi tantangan kondisi kontur tanah basah dan ekstrem. Di sisi lain, investor membutuhkan pengembalian keuntungan secepatnya.
Oleh karenanya, kata dia, perlu dibuat skema sinergi dan subsidi. Subsidi, kata Sony, tidak dalam bentuk pengurangan tarif tol, tetapi bagaimana upaya pemerintah daerah mendorong masyarakatnya memanfaatkan tol secara maksimal. Misalnya, memperbaiki jalan yang terhubung dengan pintu tol atau mengundang investor berinvestasi di daerah tersebut.
"Pemerintah daerah harus membuat program sedemikian rupa, agar kegiatan ekonominya bisa mendorong naiknya volume kendaraan menggunakan tol," tutup Sony.
(awd)
tulis komentar anda