Jalan Berliku Dandim Semarang, Pernah Kernet Angkot Semasa SMP hingga SMA
Jum'at, 24 Juli 2020 - 17:49 WIB
Menurutnya, masa-masa sekolah inilah dia rasakan sangat berkesan dan menempa karena harus melakoninya dengan penuh perjuangan, mengingat saat itu kehidupan keluarganya dalam kondisi yang relatif pas-pasan, bahkan kekurangan, namun sedikitpun tak pernah melunturkan semangat belajarnya dan mempersiapkan diri meraih cita-citanya.
“Waktu itu teman-teman sudah pada bersepeda, kamipun tak pernah merasakannya. bahkan uang jajan pun saya tidak ada. Namun kondisi itu tidak membuat saya kecil hati, malah memacu saya untuk bangkit dengan belajar penuh semangat sehingga dari kondisi demikian justru membentuk mental yang kuat dan tidak putus asa,” ungkapnya.
Hal itu dibuktikannya semenjak duduk di bangku kelas 2 SMP hingga SMA, Yudhi tidak merasa malu untuk menjadi kernet angkot guna membantu kedua orang tuanya. “Saya pernah ngernet angkutan umum (angkot) trayek Jatingaleh-Banyumanik, sejak kelas 2 SMP sampai SMA. Uang hasil dari ngernet saya gunakan untuk membantu kebutuhan sehari-hari keluarga dan sebagian ditabung ke dalam celengan Jago (terbuat tanah liat),” ungkap putra pasangan Alm. Nanang Sanusi dan Sri Sayekti.
Mantan Dandim 0801 Pacitan dan Danyon 527 Brigif 16/WY Lumajang itu menambahkan, selain itu, uang hasil ngernet tersebut digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Namun demikian, pernah suatu ketika uang tersebut ia berikan kepada ibundanya untuk membeli baju, sesuatu yang sungguh sangat istimewa saat itu untuk membeli baju baru.
“Sekali waktu setelah (uang tabungan) terkumpul saya berikan kepada ibu untuk membelikan baju baru untuk ibu,” ujarnya.
Terlahir dari seorang ayah yang juga purnawirawan prajurit TNI-AD berpangkat bintara dan dorongan mimpinya untuk menjadi perwira TNI, tidak pernah sedikitpun ada rasa rendah diri dalam dirinya meski harus turut membanting tulang demi membantu ekonomi kedua orang tuanya.
Bahkan selain jadi kernet, ia pun kadang juga harus membantu ibunya berjualan (rokok dan bensin) di pinggir jalan di salah satu ruas jalan di Perumnas Banyumanik. Ia mengisahkan, betapa saat itu kedua orang tuanya membesarkan dan mendidik anak-anaknya dalam suasana keprihatinan.
Namun alhasil, dua orang kakaknya berhasil menyelesaikan jenjang Perguruan Tinggi Negeri di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dan salah seorang kakak perempuannya juga mengabdikan diri kepada Negara dengan bekerja di salah satu instansi pemerintah di Jakarta, namun saat ini sedang mengikuti dinas suaminya Kombes Pol. Dani Hamdani di Canberra Australia.
Menurutnya, masa-masa sekolah dengan penuh pengorbanan dan perjuangan hidup yang dilakoninya, menggambarkan bagaimana sebuah situasi yang susah telah menjadikan peluang untuk membentuk jiwa yang mandiri.
“Karakter dan jiwa kita itu terbentuk tak lepas dari pendidikan dan lingkungan di keluarga kita, sebuah situasi yang sulit di satu sisi, namun di sisi lain telah menjadikan peluang untuk membentuk jiwa yang mandiri, sikap mental yang tangguh, pribadi yang kuat, pantang mundur dan tidak mudah menyerah,” tegasnya.
“Waktu itu teman-teman sudah pada bersepeda, kamipun tak pernah merasakannya. bahkan uang jajan pun saya tidak ada. Namun kondisi itu tidak membuat saya kecil hati, malah memacu saya untuk bangkit dengan belajar penuh semangat sehingga dari kondisi demikian justru membentuk mental yang kuat dan tidak putus asa,” ungkapnya.
Hal itu dibuktikannya semenjak duduk di bangku kelas 2 SMP hingga SMA, Yudhi tidak merasa malu untuk menjadi kernet angkot guna membantu kedua orang tuanya. “Saya pernah ngernet angkutan umum (angkot) trayek Jatingaleh-Banyumanik, sejak kelas 2 SMP sampai SMA. Uang hasil dari ngernet saya gunakan untuk membantu kebutuhan sehari-hari keluarga dan sebagian ditabung ke dalam celengan Jago (terbuat tanah liat),” ungkap putra pasangan Alm. Nanang Sanusi dan Sri Sayekti.
Mantan Dandim 0801 Pacitan dan Danyon 527 Brigif 16/WY Lumajang itu menambahkan, selain itu, uang hasil ngernet tersebut digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Namun demikian, pernah suatu ketika uang tersebut ia berikan kepada ibundanya untuk membeli baju, sesuatu yang sungguh sangat istimewa saat itu untuk membeli baju baru.
“Sekali waktu setelah (uang tabungan) terkumpul saya berikan kepada ibu untuk membelikan baju baru untuk ibu,” ujarnya.
Terlahir dari seorang ayah yang juga purnawirawan prajurit TNI-AD berpangkat bintara dan dorongan mimpinya untuk menjadi perwira TNI, tidak pernah sedikitpun ada rasa rendah diri dalam dirinya meski harus turut membanting tulang demi membantu ekonomi kedua orang tuanya.
Bahkan selain jadi kernet, ia pun kadang juga harus membantu ibunya berjualan (rokok dan bensin) di pinggir jalan di salah satu ruas jalan di Perumnas Banyumanik. Ia mengisahkan, betapa saat itu kedua orang tuanya membesarkan dan mendidik anak-anaknya dalam suasana keprihatinan.
Namun alhasil, dua orang kakaknya berhasil menyelesaikan jenjang Perguruan Tinggi Negeri di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dan salah seorang kakak perempuannya juga mengabdikan diri kepada Negara dengan bekerja di salah satu instansi pemerintah di Jakarta, namun saat ini sedang mengikuti dinas suaminya Kombes Pol. Dani Hamdani di Canberra Australia.
Menurutnya, masa-masa sekolah dengan penuh pengorbanan dan perjuangan hidup yang dilakoninya, menggambarkan bagaimana sebuah situasi yang susah telah menjadikan peluang untuk membentuk jiwa yang mandiri.
“Karakter dan jiwa kita itu terbentuk tak lepas dari pendidikan dan lingkungan di keluarga kita, sebuah situasi yang sulit di satu sisi, namun di sisi lain telah menjadikan peluang untuk membentuk jiwa yang mandiri, sikap mental yang tangguh, pribadi yang kuat, pantang mundur dan tidak mudah menyerah,” tegasnya.
tulis komentar anda