Praktisi Kesehatan Anggap Rapid Test Masih Dibutuhkan
Kamis, 23 Juli 2020 - 20:50 WIB
BANTEN - Pelaksanaanrapid testatau tes cepat secara massal untuk melacak penyebaran penyakit menular COVID-19 masih dibutuhkan.
Meski begitu produk alat rapid test virus COVID-19 harus memenuhi standar validasi Litbangkes dan nomor izin edar alat kesehatan (alkes) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan .
Hal itu disampaikan oleh praktisi kesehatan dr Christian Silman dan Wakil Ketua Komite Kadin Indonesia Anton Adam Nangoy dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/7/2020) di Banten. (BACA JUGA: Banyak Masyarakat Tak Percaya Data Corona Pemerintah, Ini Respons Istana)
Menurut Christian, walaupun validasi kondisi pasien terhadap Covid-19 hanya bisa dihasilkan dari tes PCR, rapid test tetap penting dan harus dilakukan paling awal.
"Rapid test masih dibutuhkan. Mengapa? Rapid test sangat membantu screening masyarakat terutama di daerah- daerah yang belum bisa melakukan tes PCR secara masif," kata Christian.
Christian menjelaskan ada tiga alasan kenapa rapid test tetap harus dilakukan. Pertama, meski sudah banyak mesin PCR, tetap terbatas. "Jadi tidak mungkin dan tidak direkomendasikan seluruh penduduk di Indonesia dilakukan uji swab dengan mesin-mesin PCR," ujarnya.
Kedua, jelas dia, untuk mengetahui prevalensi sebagai basis data epidemiologi seberapa banyak orang di Indonesia yang telah dan sedang terkena Covid-19. (BACA JUGA: Ckk, Ckk, Ckk, Pengusaha Usul Agar Asal-Usul Uang Tak Dicek Saat Membeli Properti)
Ketiga, untuk menekan beban biaya sistem kesehatan. "Rapid test dengan hasil yang positiflah yang akan dilanjutkan ke tes PCR sebagai konfirmasi," terangnya.
Pihaknya menegaskan bahwa rapid test tidak berbahaya jika dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih. "Jangan salah paham, rapid test, apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan menggunakan standar operasional yang diyakini oleh tenaga medis, tidak berbahaya. Justru, akan membantu diri kita, orang lain, dan pemerintah," katanya.
Sementara itu, Anton Nangoy berpendapat, produk-produk alat rapid test harus memenuhi standar validasi Litbangkes dan nomor izin edar alkes yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Jika produknya berkualitas sesuai rekomendasi dan dalam kondisi baik saat pengadaan, maka efektifitas hasil tes akan terjamin dan akurat.
“Pengadaan dan peredaran produkrapid testharus yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan. Ini penting sekali untuk mencegah peredaran alat rapid test black market yang belum tentu memiliki standar dan izin edar dari Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
Meski begitu produk alat rapid test virus COVID-19 harus memenuhi standar validasi Litbangkes dan nomor izin edar alat kesehatan (alkes) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan .
Hal itu disampaikan oleh praktisi kesehatan dr Christian Silman dan Wakil Ketua Komite Kadin Indonesia Anton Adam Nangoy dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/7/2020) di Banten. (BACA JUGA: Banyak Masyarakat Tak Percaya Data Corona Pemerintah, Ini Respons Istana)
Menurut Christian, walaupun validasi kondisi pasien terhadap Covid-19 hanya bisa dihasilkan dari tes PCR, rapid test tetap penting dan harus dilakukan paling awal.
"Rapid test masih dibutuhkan. Mengapa? Rapid test sangat membantu screening masyarakat terutama di daerah- daerah yang belum bisa melakukan tes PCR secara masif," kata Christian.
Christian menjelaskan ada tiga alasan kenapa rapid test tetap harus dilakukan. Pertama, meski sudah banyak mesin PCR, tetap terbatas. "Jadi tidak mungkin dan tidak direkomendasikan seluruh penduduk di Indonesia dilakukan uji swab dengan mesin-mesin PCR," ujarnya.
Kedua, jelas dia, untuk mengetahui prevalensi sebagai basis data epidemiologi seberapa banyak orang di Indonesia yang telah dan sedang terkena Covid-19. (BACA JUGA: Ckk, Ckk, Ckk, Pengusaha Usul Agar Asal-Usul Uang Tak Dicek Saat Membeli Properti)
Ketiga, untuk menekan beban biaya sistem kesehatan. "Rapid test dengan hasil yang positiflah yang akan dilanjutkan ke tes PCR sebagai konfirmasi," terangnya.
Pihaknya menegaskan bahwa rapid test tidak berbahaya jika dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih. "Jangan salah paham, rapid test, apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan menggunakan standar operasional yang diyakini oleh tenaga medis, tidak berbahaya. Justru, akan membantu diri kita, orang lain, dan pemerintah," katanya.
Sementara itu, Anton Nangoy berpendapat, produk-produk alat rapid test harus memenuhi standar validasi Litbangkes dan nomor izin edar alkes yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI.
Jika produknya berkualitas sesuai rekomendasi dan dalam kondisi baik saat pengadaan, maka efektifitas hasil tes akan terjamin dan akurat.
“Pengadaan dan peredaran produkrapid testharus yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan. Ini penting sekali untuk mencegah peredaran alat rapid test black market yang belum tentu memiliki standar dan izin edar dari Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
(vit)
tulis komentar anda