Kearifan Lokal Berbuah Zona Hijau

Sabtu, 18 Juli 2020 - 07:35 WIB
Ada alasan kuat di balik kebijakan menolak orang luar datang ke dusun-dusun di Kapuas Hulu, terutama ke rumah-rumah adat yang dihuni masyarakat suku Dayak. Menurut Umpor, rumah-rumah Betang (rumah panjang khas suku Dayak) dihuni banyak orang dan banyak kepala keluarga.

"Satu Rumah Betang bisa dihuni ratusan orang. Kalau satu terkena corona, kan bahaya. Bisa satu rumah terkena semua," kata Umpor. (Baca juga: Kemenkeu Perpanjang Bansos Corona Hingga Akhir Tahun)

Menutup kunjungan orang luar otomatis membawa dampak bagi masyarakat dusun. Salah satunya aktivitas ekonomi masyarakat menjadi lesu. Namun, hal tersebut harus dijalani. Umpor mengaku masyarakat lokal tidak terlalu merasakan kesusahan. Dengan berdiam di rumah malah dia merasa lebih nyaman dan aman.

"Jika keluar rumah, paling ke ladang, cari ikan di sungai. Kalau belanja barang kebutuhan juga tak banyak, secukupnya saja. Kita kan sudah biasa ‘belanja’ di hutan. Bagi kami orang Dayak, hutan itu ibarat supermarket. Apa yang kami butuhkan, kami cari di sana," kata Umpor tersenyum.

Dusun Sadap merupakan salah satu akses atau daerah terakhir untuk menuju ke Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK), di Kabupaten Kapuas Hulu. Karena menjadi akses menuju ke TNBK, tak heran jika banyak orang luar bahkan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke dusun ini.

Namun selama pandemi, pihak TNBK menutup rapat kawasan tersebut. Begitu pun dengan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS), yang menjadi destinasi wisata andalan Kabupaten Kapuas Hulu, juga ditutup rapat.

"Semua akses baik yang di TNDS maupun TNBK sementara ditutup. Walaupun sekarang Kapuas Hulu sudah menerapkan new normal, tapi kawasan masih ditutup," kata Kepala Balai Besar (Kababes) Taman Nasional Betung Kerihun & Danau Sentarum (TNBKDS) Arief Mahmud kepada KORAN SINDO. (Baca juga: Tanda Empati Saat Pandemi, 2.000 Es Krim Dikirim untuk Tenaga Medis)

Sementara itu, Leo, 45, warga Sungai Utik juga mengakui, sejak korona masyarakat di dusunnya menutup rapat akses dari orang luar. Padahal kampung Sungai Utik merupakan salah satu tempat wisata kampung yang selalu ramai dikunjungi masyarakat luar, bahkan wisatawan mancanegara. "Sementara masih tutup. Tapi informasinya akan dibuka. Tapi persisnya kapan dibuka, saya juga belum tahu," ujarnya.

Sejak pandemi corona melanda Indonesia hingga penerapan new normal, gerbang perbatasan di PLBN Badau, Kapuas Hulu, masih ditutup rapat. Tindakan ini sesuai kebijakan pemerintah Indonesia yang mengeluarkan protokol penanganan Covid-19, khususnya Protokol Pengawasan Perbatasan (PPP), yakni bandara, pelabuhan, dan PLBN. Hal yang sama juga berlaku di gerbang Pos Lintas Batas (PLB) Lubok Antu Serawak, Malaysia, yang juga ditutup rapat.

Yang menarik, saat KORAN SINDO berada di PLBN Badau, tiba-tiba ada serombongan pelajar dari Indonesia yang hendak melintas ke Malaysia. Rombongan pelajar yang diketahui bersekolah di Lubok Antu, Serawak itu, ternyata hari itu untuk pertama kalinya masuk sekolah. (Lihat videonya: Pemulung Bawa Uang Rp7Juta Hasil Jual Bansos Covid-19)

"Kalau rombongan pelajar ini kan memang guru-gurunya di Malaysia yang minta (datang dan masuk sekolah). Karena mereka yang minta dan permintaan tersebut sesuai kebutuhan kita di sini (pelajar Indonesia), ya kita tinggal meneruskan saja. Dan guru-gurunya itu juga menjemput di gerbang perbatasan Malaysia," ujar Agato.

Kasubid Pengembangan Kawasan PLBN Badau, Wendelinus Fanu menambahkan, selama masa pandemi hampir tidak ada sama sekali aktivitas pelintas di PLBN Badau. Begitu juga di Pos Lintas Negara (PLB) Lubok Antu, Serawak, Malaysia. Padahal sebelum ada pandemi, pelintas bisa mencapai 200 orang per hari, bahkan lebih.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More