Rugikan Masyarakat, Anggota Komisi VII DPR Tolak Revisi PP 109/2012
Jum'at, 17 Februari 2023 - 14:57 WIB
Secara terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Surabaya (Gapero Surabaya) Sulami Bahar mengaku tidak habis pikir dengan dasar dan tujuan revisi PP 109/2012 karena ingin menurunkan prevalensi perokok anak yang dianggap masih tinggi.
Pemerintah selama ini rancu. Data yang selalu dimunculkan terkait prevalensi perokok anak adalah data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2018 yang menyebut di angka 9,1%.
Padahal ada data yang lebih update dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir, yaitu 3,87% pada 2019, menjadi 3,44% pada 2022.
”BPS ini kan instrumen yang dimiliki pemerintah juga, tapi kenapa tidak pernah dipakai? Kemudian, kalau datanya justru ada penurunan signifikan, terus apa urgensi revisi?” tanya Sulami.
Selain itu, dia juga menegaskan, proses pembentukan peraturan pemerintah pada revisi PP 109/2012 perlu dipertanyakan. Pihaknya sebagai salah satu pemangku kepentingan utama merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan, dan keputusan perlu adanya revisi diambil secara sepihak.
Sulami merasa bagai dianaktirikan oleh pemerintah, karena walau industri rokok yang diwakilinya memiliki kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara, namun juga dipojokan dengan berbagai aturan-aturan yang eksesif.
“Sama seperti banyak industri lain di Tanah Air, industri rokok merupakan industri yang legal, dengan kontribusi yang juga signifikan. Tapi, kenapa seperti tidak ada keberpihakan dari pemerintah, justru yang ada tekanan bertubi-tubi,” imbuhnya.
Pemerintah selama ini rancu. Data yang selalu dimunculkan terkait prevalensi perokok anak adalah data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2018 yang menyebut di angka 9,1%.
Padahal ada data yang lebih update dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir, yaitu 3,87% pada 2019, menjadi 3,44% pada 2022.
”BPS ini kan instrumen yang dimiliki pemerintah juga, tapi kenapa tidak pernah dipakai? Kemudian, kalau datanya justru ada penurunan signifikan, terus apa urgensi revisi?” tanya Sulami.
Selain itu, dia juga menegaskan, proses pembentukan peraturan pemerintah pada revisi PP 109/2012 perlu dipertanyakan. Pihaknya sebagai salah satu pemangku kepentingan utama merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan, dan keputusan perlu adanya revisi diambil secara sepihak.
Sulami merasa bagai dianaktirikan oleh pemerintah, karena walau industri rokok yang diwakilinya memiliki kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara, namun juga dipojokan dengan berbagai aturan-aturan yang eksesif.
“Sama seperti banyak industri lain di Tanah Air, industri rokok merupakan industri yang legal, dengan kontribusi yang juga signifikan. Tapi, kenapa seperti tidak ada keberpihakan dari pemerintah, justru yang ada tekanan bertubi-tubi,” imbuhnya.
(nag)
tulis komentar anda