Lokalisasi Ditutup Tanpa Kompensasi

Sabtu, 09 Mei 2015 - 11:56 WIB
Lokalisasi Ditutup Tanpa Kompensasi
Lokalisasi Ditutup Tanpa Kompensasi
A A A
TULUNGAGUNG - Pemkab Tulungagung kemarin menutup paksa Lokalisasi Kaliwungu di Kecamatan Ngunut dan Lokalisasi Ngujang di Kecamatan Kedungwaru. Penutupan dilakukan tanpa memberikan kompensasi ganti rugi.

Penutupan mendapat pengawalan aparat kepolisian dan TNI. Bahkan, Kapolres dan Dandim Tulungagung juga terjun ke lokasi. Penutupan berlangsung tertib dan aman. Petugas melalui pengeras suara mengumumkan penutupan secara door to door . Tidak ada perlawanan dari pengelola kafe dan karaoke. “Tidak ada kompensasi ganti rugi. Mulai hari ini semuanya harus tutup,” kata Wakil Bupati Tulungagung Maryoto Bhirowo di Lokalisasi Kaliwangi, Ngunut, kemarin.

Di Lokalisasi Kaliwangi sedikitnya terdapat 69 wisma esekesek berkedok kafe dan tempat karaoke. Di setiap kafe, pengelola menyediakan perempuan pemandu lagu (purel) yang ratarata bisa diajak kencan. Menurut informasi yang dihimpun jumlah purel di tempat ini kurang lebih 100 orang. Mereka tak hanya menemani tamu bernyanyi, namun juga memberikan layanan esekesek di dalam maupun luar kafe.

Di dalam kafe, layanan esekesek dilakukan di bilik-bilik yang sudah disediakan pengelola. Satu kafe bisa menyediakan antara 3-4 bilik. Hal sama juga terjadi di Ngujang. “Karena itu, penutupan ini dalam rangka penertiban,” kata Maryoto.

Pada era Bupati Tulungagung Heru Tjahjono, dua lokalisasi ini pernah ditutup. Sebanyak 176 pekerja seks komersial (PSK) di Ngunut dan 205 PSK di Ngujang dipulangkan setelah diberi keterampilan dan diberi kompensasi. Masingmasing PSK menerima santunan antara Rp3 juta-Rp5 juta. Pemkab juga memberi santunan kepada 123 eks mucikari.

Dana santunan berasal dari APBD dan bantuan Kementerian Sosial (APBN) yang mencapai Rp14,3 miliar. Heru yang kini menjabat Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur berjanji menyulap bekas lokalisasi menjadi lapangan futsal, wahana pemancingan, dan pasar burung.

Setelah penutupan pada 19 Juli 2012 itu, Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri menyempatkan diri meninjau eks Lokalisasi Ngujang. Wabup Maryoto menegaskan, penutupan oleh Pemkab Tulungagung kali ini lebih serius dari sebelumnya. Tak hanya menghentikan total aktivitas kafe dan karaoke, tetapi meminta pengelola meninggalkan lokasi.

Soal wacana meratakan eks bangunan wisma di atas tanah bengkok Desa Kaliwungu itu, Maryoto mengatakan, masih akan berkoordinasi dengan DPRD. “Yang pasti meski tidak ada ganti rugi, kami juga berkoordinasi dengan para pemilik modal untuk memikirkan lapangan pekerjaan baru buat mereka semua,” ujar dia.

Setelah penutupan Kapolres Tulungagung AKBP Bastoni Purnama mengatakan akan mendirikan posko penjagaan di dua bekas lokalisasi itu. Pengawasan dilaksanakan selama dua bulan bersama TNI. “Bagi yang tetap nekat beroperasi, kami akan berikan pembinaan terlebih dahulu sebelum mempertimbangkan memberikan sanksi,” ujarnya.

Puryanto, salah satu pengelola karaoke dan kafe di Ngunut, mengaku menolak penutupan karena tidak ada lagi praktik prostitusi di tempat itu. “Lagi pula, kalau ditutup kami terus makan apa? Kalau hanya ditertibkan kami setuju. Sebab setahu saya sebagai pengurus di sini tidak ada lagi prostitusi. Kalau melakukannya di luar saya tidak tahu,” kata dia.

Menurut Puryanto, setelah penutupan 19 Juli 2012, wisma esek-esek di Ngunut beralih menjadi kafe dan karaoke. Karena itu, pengunjung hanya menikmati kopi dan menyanyi. Alih fungsi ini adalah usulan komunitas eks lokalisasi yang disetujui Pemkab Tulungagung.

“Bahkan seluruh jalan di kawasan ini dipaving. Kabarnya pavingisasi itu dapat bantuan dari provinsi Jawa Timur. Tapi kenapa masih juga ditutup,” ujarnya.

Solichan arif
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5103 seconds (0.1#10.140)