Dua Penderita Gangguan Jiwa di Kota Blitar Dibebaskan dari Pasungan
A
A
A
BLITAR - Sebanyak 447 warga Kota Blitar teridentifikasi mengidap gangguan jiwa. 20 orang di antaranya menjalani hidup dalam pasungan.
Secara bertahap, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) Kota Blitar membebaskan dua orang pasien dari pasungan.
"Kita telah berhasil membebaskan dua orang pasien dari pasungan," ujar Ketua Tim TPKJM Kota Blitar Sri Winarti kepada wartawan, Selasa (28/4/2015).
Mu (65), warga Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo hidup dalam pasungan. Selama 30 tahun sepasang kakinya dirantai.
Keluarga bersangkutan yang menginginkan pola penanganan primitif itu. Alasannya, meresahkan, berbahaya, dan mengancam jiwa orang lain.
Aib, rasa malu, dan faktor ekonomi juga kerap menjadi dalih pemasungan penderita gangguan jiwa.
Nasib serupa dialami Wa (35), warga Kelurahan Tanggung, Kecamatan Kepanjenkidul. Selama dua puluh tahun, dia dipasung orangtuanya.
TPKJM Dinas Kesehatan Kota Blitar bekerja sama dengan Community Mental Health Nourse Jawa Timur. Sebab, Pemprov Jawa Timur memiliki program tahun 2015 bebas pasungan.
"Pembebasan ini dilakukan secara bertahap. Targetnya semuanya terhindar dari penanganan yang tidak manusiawi itu," terang Sri Winarti.
Setelah penderita gangguan jiwa itu terbebas dari pasungan, tim secara teknis akan melakukan pendampingan reguler kepada pasien bersangkutan, yakni keterjaminan soal obat-obatan dan makanan.
"Sebab target besarnya semua penderita bisa kembali hidup normal di tengah keluarga dan masyarakat," pungkasnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Blitar Totok Sugiarto menyatakan mendukung program Jawa Timur Bebas Pasung.
Sebab, pasung merupakan metode penanganan pasien jiwa yang tidak manusiawi. "Mereka yang sakit itu memiliki hak untuk sembuh dan kembali secara normal di tengah-tengah masyarakatnya," ujarnya.
Seperti diketahui, kasus pasung juga terjadi di wilayah Kabupaten Blitar. Sedikitnya 99 penderita sakit jiwa hingga kini masih hidup dalam pasungan.
Secara bertahap, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) Kota Blitar membebaskan dua orang pasien dari pasungan.
"Kita telah berhasil membebaskan dua orang pasien dari pasungan," ujar Ketua Tim TPKJM Kota Blitar Sri Winarti kepada wartawan, Selasa (28/4/2015).
Mu (65), warga Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo hidup dalam pasungan. Selama 30 tahun sepasang kakinya dirantai.
Keluarga bersangkutan yang menginginkan pola penanganan primitif itu. Alasannya, meresahkan, berbahaya, dan mengancam jiwa orang lain.
Aib, rasa malu, dan faktor ekonomi juga kerap menjadi dalih pemasungan penderita gangguan jiwa.
Nasib serupa dialami Wa (35), warga Kelurahan Tanggung, Kecamatan Kepanjenkidul. Selama dua puluh tahun, dia dipasung orangtuanya.
TPKJM Dinas Kesehatan Kota Blitar bekerja sama dengan Community Mental Health Nourse Jawa Timur. Sebab, Pemprov Jawa Timur memiliki program tahun 2015 bebas pasungan.
"Pembebasan ini dilakukan secara bertahap. Targetnya semuanya terhindar dari penanganan yang tidak manusiawi itu," terang Sri Winarti.
Setelah penderita gangguan jiwa itu terbebas dari pasungan, tim secara teknis akan melakukan pendampingan reguler kepada pasien bersangkutan, yakni keterjaminan soal obat-obatan dan makanan.
"Sebab target besarnya semua penderita bisa kembali hidup normal di tengah keluarga dan masyarakat," pungkasnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Blitar Totok Sugiarto menyatakan mendukung program Jawa Timur Bebas Pasung.
Sebab, pasung merupakan metode penanganan pasien jiwa yang tidak manusiawi. "Mereka yang sakit itu memiliki hak untuk sembuh dan kembali secara normal di tengah-tengah masyarakatnya," ujarnya.
Seperti diketahui, kasus pasung juga terjadi di wilayah Kabupaten Blitar. Sedikitnya 99 penderita sakit jiwa hingga kini masih hidup dalam pasungan.
(zik)