Mengapa Hanya Tuhan yang Tahu Kapan Sopir Bemo Menepi?

Minggu, 19 April 2015 - 09:09 WIB
Mengapa Hanya Tuhan yang Tahu Kapan Sopir Bemo Menepi?
Mengapa Hanya Tuhan yang Tahu Kapan Sopir Bemo Menepi?
A A A
Kapan sebuah bemo menepi? Hanya sopirnya dan Tuhan yang tahu. Ungkapan ini sering menjadi pengobat jengkel kala pengendara harus kelabakan melihat bemo nyelonong menepi tanpa lampu sein atau tanda lambaian tangan.

Kurniawan siang itu harus ke Surabaya untuk mengurus bisnis parfum yang digelutinya di Gresik. Pria 30 tahun itu sudah biasa melewati kawasan Benowo karena jaraknya lebih dekat ketimbang jalur Kalianak. Dia pun selalu berangkat lebih awal agar tidak tergesa-gesa di jalan.

Mengendarai sepeda motor Honda CB kesayangannya, pria lajang itu meluncur menuju Surabaya, Rabu (15/4). Kurniawan sudah terbiasa touring luar kota. Perjalanan Gresik-Surabaya baginya sangat dekat. Motor kesayangan digeber santai dengan kecepatan 40-60 km/jam. Dengan estimasi 45 menit perjalanan, dia sampai di Surabaya. Perjalanan yang tidak terburu-buru.

Meski demikian, Kurniawan ternyata dibuat jengkel berkali-kali karena ulah sopir bemo (maaf, ini hanya ulah oknum sopir, bukan generalisasi). Baru saja dia disalip bemo. Tetapi, belum tuntas menyalip, tiba-tiba bemo itu langsung nyelonong ke kiri tanpa lampu sein atau tanda tangan abaaba. Ternyata ada seorang penumpang yang melambaikan tangan. Lambaian tangan itu seperti memiliki kekuatan magnet yang membuat seonggok besi bernama bemo tersedot ke arahnya.

Untung Kurniawan biker andal. Dengan cekatan, dia menginjak dan menarik handle rem sehingga motor kesayangannya tidak sampai menabrak. Namun, ujung spakbor Honda CB itu hanya berjarak satu jengkal dengan bemper bemo. Ini belum selesai. Pengendara di belakang Kurniawan ternyata kurang sigap. Pengendara itu terlambat mengerem. “Brakkk “.

Spakbor belakang motor Kurniawan ketotol spakbor pengendara di belakangnya. Kedua pengendara motor ini hanya bisa menahan jengkel. Sementara sopir bemo tanpa merasa bersalah kembali melaju dengan cepat, menyisakan debu jalanan bagi para pengendara di belakangnya. Para pengendara itu, termasuk Kurniawan, melanjutkan perjalanan seusai menghela napas membuang kejengkelan.

“Ngunu lo, nang Ngagel, yo kenek sopir bemo maneh ,” ujar Kurniawan saat sudah sampai di kedai kopi kawasan Panjangjiwo, Surabaya. Di Ngagel, kata Kurniawan, dirinya dipepet bemo yang juga menepi mendadak karena hendak mengambil penumpang. “Awalnya bemo itu ambil jalur kanan. Lha, aku mau nyalip ambil kirinya, lha kok tibatiba menepi. Mau ta terusin nyalip, sudah terlalu dekat jaraknya dengan bodi bemo. Sopire setelah itu, ya nyantai saja, seperti tidak bersalah.

Nglewes ae ,” lanjut Kurniawan sambil menepuk jidatnya. Jika diperhatikan, memang ada bemo yang melaju cepat, bahkan terkadang ngebut. Namun, ada juga yang melaju sangat pelan, meski jalanan sedang lengang. Ternyata kecepatan bemo itu bukan tergantung suasana hati sopir (tidak seperti ABG galau yang naik motor sesuai perasaan). Kecepatan sopir-sopir itu dalam mengemudikan bemonya karena ada rule of the game yang tidak tertulis yang harus dilaksanakan. Ini juga menjadi ajang adu strategi antarsopir bemo.

Jarak dan Waktu

Cak To Botak, sopir bemo yang sudah kenyang dengan asap dan debu jalanan Kota Surabaya, tengah berhenti menikmati segelas kopi di warung kawasan Jalan Karang menjangan, Jumat (17/4). Cuaca Surabaya siang itu mendung dengan hujan yang lumayan deras. “Ngopi dulu. Jarno sing ngarep (bemo di depan) budal disik (melaju duluan),” celetuknya, lalu menyeruput kopi yang dituang ke lepek.

Cak To sudah lebih dari 10 tahun menjadi sopir bemo. Selama itu pula dia menggeluti dunia perbemoan dengan segala aturan tak tertulisnya. “Memang tidak bisa seenaknya sendiri. Ada aturannya, ono toto kromoe kalau mencari penumpang,” ujar pria asli Jalan Demak Surabaya itu yang kini menjadi sopir bemo lyn C. Aturan itu ada yang antarsesama jurusan (lyn) maupun yang beda jurusan.

Waktu keberangkatan, kata Cak To, memang sudah diatur agar selama perjalanan mencari penumpang jarak antara bemo yang satu dengan yang lain tidak terlalu berdekatan. “Tapi masih banyak juga sopir yang bandel, saenake dewe ,” keluhnya. Ada yang sengaja melambatkan laju bemonya, ada pula yang sengaja ngebut untuk menyusul, bahkan mendahului yang ada di depannya.

“Nah , kalau ada yang seperti itu, bemo yang di depan jadi jengkel dan tergesa-gesa agar tidak disalip. Sama juga saat ada yang melambatkan, itu memang niatnya menahan yang di belakang. Wis pokoke susah nek kenek arek-arek iku (sopir bandel),” ungkap dia.

Hidden Transcript

Antropolog James C Scott (1990) menyatakan, untuk memahami suatu konflik atau ketegangan yang terjadi di masyarakat (ditarik dalam konteks sopir bemo dan pengendara lain), tidak selalu harus meletakkan dua kubu dalam kondisi yang saling berhadaphadapan. Masyarakat selalu mempunyai dimensi yang kompleks dan strategi adaptasi yang unik dalam menghadapi tekanan kekuasaan.

Terkadang apa yang mereka (termasuk para sopir bemo) perlihatkan dalam sikap mereka secara kasat mata bukanlah sikap yang sesungguhnya. Untuk suatu tujuan tertentu atau keselamatan kepentingan kehidupannya, masyarakat boleh jadi akan menampilkan sesuatu yang lain, yang itu bukanlah jati dirinya.

Scott berpendapat, dalam suatu relasi kekuasaan, di mana individu atau kelompok dalam masyarakat menjadi subordinat dari dominasi tertentu, muncul suatu hubungan yang terbuka antara keduanya (subordinat dan yang dominan) yang dinamai public transcript . Semakin besar perbedaan kuasa antara yang subordinat dan yang dominan dan semakin sewenangwenang dominasi itu dilakukan, public transcript itu mulai menciptakan kedok yang semakin berlapis-lapis.

Pada titik itu, suatu public transcript mempunyai sesuatu di belakang layar baik, dalam bentuk perkataan, bentuk tubuh, dan perilaku yang berlawanan dengan apa yang dia perlihatkan. Hal itu oleh James C Scott disebut hidden transcript atau transkrip yang tersembunyi. Transkrip tersembunyi adalah representasi dari suatu wacana yang meliputi, gesture tubuh, pembicaraan, perilaku yang dikeluarkan oleh publik dalam ekspresinya menghadapi subordinasi yang mereka terima dari suatu kekuasaan.

Ancaman yang ditimbulkan suatu dominasi terhadap suatu individu atau kelompok dalam masyarakat akan memicu lahirnya transkrip yang tersembunyi tersebut. Jika boleh disederhanakan (boleh juga tidak setuju), perilaku sopir bemo yang terkesan seenaknya sendiri di jalanan disebabkan faktor lain yang memengaruhinya. Mungkin benar untuk mengobati kekesalan atas perilaku sopir bemo (tidak semua), kita harus ingat bahwa hanya Tuhan yang tahu, kapan sopir bemo berhenti atau menepi, hehehe.

Zaki zubaidi
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7485 seconds (0.1#10.140)