Mengobarkan Perang Korupsi sejak Dini

Sabtu, 11 April 2015 - 10:48 WIB
Mengobarkan Perang Korupsi sejak Dini
Mengobarkan Perang Korupsi sejak Dini
A A A
Ajaran kejujuran di Jawa sudah dikenal dari dulu sejak era penjajahan Belanda. Meskipun berada di garis kemiskinan, mereka tidak menunjukkan naluri untuk mengambil keuntungan sendiri.

Anak-anak saat ini membutuhkan banyak teladan dan cerita tentang kejujuran yang bisa menjadikan karakter kuat untuk menyatakan perang pada korupsi. Cerita nenek moyang dulu, saat mereka menemukan dompet di pinggir jalan tanpa identitas, barang itu tidak akan dibawa pulang. Dompet yang jatuh itu kemudian diletakkan di batang pohon sembari diberikan keterangan tentang siapa yang kehilangan dompet tersebut.

Saat berada di batang pohon pinggir jalan itu, dompet tetap aman dan akhirnya si pemilik mengambilnya sendiri. Cerita kejujuran itu sempat terekam oleh salah satu prajurit Belanda dan melaporkannya kepada atasan mereka di Den Haag tentang sikap penduduk pribumi yang jujur. Sejak lama nilai kejujuran itu sudah tertanam di Indonesia sebagai karakter bangsa dengan budi luhur yang tinggi. Kini, saat tiap hari selalu ada cerita tentang korupsi, banyak yang terus mengelus dada.

Perang terhadap korupsi juga dilakukan di berbagai tingkat. Salah satunya yang dilakukan anakanak muda dalam memberikan dorongan baru untuk menyatakan perang terhadap korupsi. Cara yang dilakukan anak-anak muda yang tergabung dalam jaringan kreatif menebar semangat antikorupsi melalui pembuatan kaus dan stiker unik untuk menyatakan perang pada korupsi yang sudah akut di Indonesia.

Mereka berkreasi dan berpikir kreatif dalam menebar virus antikorupsi. “Kami memang tak paham cara mengelola negara, tapi kami sangat benci korupsi. Beberapa tahun terakhir kebiasaan korup itu sudah mewabah. Kami tidak ingin anak muda ikut dalam arus yang berbahaya itu,” ujar Hendriawan, salah satu pembuat kaus antikorupsi. Melalui kata dan gambar, anak-anak muda itu yakin gerakannya sedikit membantu untuk mengingatkan lagi semangat jujur dan apa adanya yang sudah menjadi ciri khas bangsa ini.

Kata-kata seperti “Yang Korup Yang Penakut”, “Koruptor Derajatnya Sama Seperti Anjing”, Koruptor Soulmate Setan di Neraka”, “Koruptor Dibuang ke Laut Saja”, kini sudah menempel erat di kaus dan stiker. Mereka juga kerap membumbui kaus maupun stiker dengan bahasa gaul yang mudah dipahami anak muda. Kampanye kecil itu diharapkan bisa menjadi kebiasaan baru untuk membenci korupsi.

Gambar-gambar lucu seperti hello kitty dan keroppi ikut melekat dalam balutan kata antikorupsi. Anak-anak muda yang rata-rata masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi itu prihatin dengan kebiasaan korupsi yang tidak juga hilang. Sejak dini, anak-anak muda harus diberikan kebiasaan untuk jujur dan selalu ingat untuk menjauhi sikap korupsi.

“Kalau tiap hari yang ditonton di televisi atau dibaca di surat kabar banyak menyajikan kebiasaan korupsi, bisa-bisa mereka akan selalu ingat kalau cara cepat kaya ya harus korup. Ini yang berbahaya dan harus bisa dicegah sejak dini,” ungkapnya. Memang, katanya, cara kecil yang dilakukannya tidak bisa memberantas kebiasaan untuk korupsi.

Namun, upaya kecil ini dilakukan mencegah generasi muda ikut larut korupsi yang masih saja terjadi. Untuk sebaran stiker, pihaknya kadang memberikan secara cuma-cuma kepada pelajar maupun mahasiswa. Sementara kausnya dijual dengan harga yang miring, yakni sekitar Rp20.000–Rp30.000. “Kami sesuaikan dengan kantong pelajar dan mahasiswa. Keuntungan memang tidak banyak, tapi misi untuk mencegah korupsi itu yang penting,” ungkapnya.

Sekolah dan Orang Tua Punya Andil

Keberhasilan pendidikan antikorupsi yang dilakukan sejak dini tidak bisa dilepaskan dari peranan sekolah dan orang tua. Kedua pihak itu bisa menanamkan kebiasaan jujur pada anak selama masa perkembangan. Zulfan, salah satu siswa di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya, mengatakan, ketika di rumah, kedua orang tuanya selalu memberikan pesan untuk jujur di mana pun berada.

Makanya dia selalu ingat kalau korupsi itu jahat dan kebiasaan yang salah. “Kalau jajan, saya harus ingat untuk bayar dengan uang yang benar sesuai makanan yang dibeli. Kalau ada kembalian yang lebih, saya selalu kembalikan langsung pada penjualnya,” katanya. Tiap hari dia sering menyaksikan orang dipenjara karena korupsi. Dalam kesimpulannya saat ini, para koruptor itu sama seperti penjahat yang merampok bank atau pencuri rumah yang memakai topeng hitam.

“Mereka (koruptor) itu orang-orang jahat,” ujar siswa kelas III ini. Hal senada diungkapkan Nurafiyah. Siswa kelas V SD Muhammadiyah 6 Surabaya ini sudah memahami banyak sikap korupsi yang kadang terjadi di mana saja. Salah satunya kebiasaan korupsi waktu yang kadang dilakukan banyak orang. Saat ditanya tentang korupsi, dia hanya paham kalau korupsi itu merugikan orang lain. Makanya kebiasaan buruk itu tidak boleh dilakukan anakanak di sekolah.

Saat di rumah, dia memilih menonton film daripada menyaksikan berita tentang korupsi. “Bosan, lhatiap hari selalu ada yang korupsi,” katanya. M Ilyas, salah satu guru di Surabaya, mengatakan, para pengajar saat ini kerap memberikan pendidikan antikorupsi di berbagai mata pelajaran. Mereka selalu menyisipkan pendidikan untuk selalu jujur dan menjauhkan diri dari korupsi. “Jadi ada sisipan yang selalu ada di tiap mata pelajaran. Semuanya hampir ada kok, nggakmata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) saja,” ucapnya.

Aan haryono
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4410 seconds (0.1#10.140)