Tawarkan Hotel hingga Jadi Kampus Top Dunia

Kamis, 09 April 2015 - 10:10 WIB
Tawarkan Hotel hingga...
Tawarkan Hotel hingga Jadi Kampus Top Dunia
A A A
SURABAYA - Uji masyarakat kampus (UMK) calon rektor (carek) Universitas Airlangga (Unair) digelar di Aula Garuda Mukti, Kampus C Mulyorejo, kemarin. Pada hari pertama, tiga carek memaparkan visi-misi berikut program lain jika terpilih sebagai orang nomor satu di perguruan tinggi negeri tertua di Jawa Timur (Jatim) itu.

Mereka adalah Prof Dr Fedik Abdul Rantam asal Fakultas Kedokteran Hewan, Tjitjik Srie Tjahjandarie PhD asal Fakultas Sains dan Teknologi, serta Prof Dr Moh Nasih dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Hari pertama UMK cukup menyita perhatian warga kampus. Terbukti, Aula Garuda Mukti penuh sehingga mereka yang antusias harus rela menyimak dari layar besar di lantai 1 gedung manajemen yang disediakan panitia seleksi calon rektor (PSCR).

UMK dipimpin Prof Ramlan Surbakti selaku moderator. Salah satu guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) ini cukup tegas mengatur lalu lintas waktu maupun kesempatan audiensi mengajukan pertanyaan. Tiap carek mendapat jatah 20 menit. Carek Fedik Abdul Rantam mendapat kesempatan pertama. Dia mengulas program percepatan Unair masuk jajaran kampus top dunia.

Tjitjik Srie Tjahjandarie yang mendapat kesempatan kedua menegaskan akan membawa Unair sebagai kampus riset, pusat enterpreneur, dan pusat unggulan inovatif. Tjijik menyebut modal yang selama ini dimiliki Unair mampu mewujudkan targetnya. “Capaian yang sudah diperoleh Unair hingga 2015 ini adalah capaian signifikan. Tinggal langkah ke kampus riset dan enterpreneur university. Jadi pusat riset, masuk top hundred Asia,” sebutnya. Tjijik memaparkan beberapa tantangan Unair.

Di antaranya, keberadaan 13 prodi yang masih berakreditasi C, keterbatasan sarana laboratorium yang masih jauh dari syarat ideal kurikulum. “Strategi pendanaan juga belum disusun. Belum lagi masalah lain terkait kualifikasi dosen, yakni dosen yang S-3 baru 30%. Kondisi ini diperparah minimnya dosen dalam menyerap dana penelitian,” paparnya. Jumlah guru besar yang fluktuatif juga disorot.

Masalah lain, Unair harus meningkatkan publikasi jurnal internasional. Capaian penayangan jurnal dari 146 menjadi 200 per tahun dirasa masih kurang. Padahal, jumlah pendanaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) berdasar penayangan jurnal. “Penelitian dosen dan mahasiswa tidak bergerak dari 21% selama lima tahun terakhir,” ungkapnya. Ini melatar belakangi Tjijik menawarkan program yang terangkum dalam Sapta Krida Airlangga (Sakral).

Di antaranya, pembelajaran unggul dan berkarakter, penguatan struktur akademik, mendorong inovasi, peningkatan keberhasilan mahasiswa di bidang akademik dan ekstrakurikuler. Kolaborasi dosen dan mahasiswa, tata kelola universitas yang akuntabel, penguatan kapasitas sumber daya juga menjadi bagian program Tjijik. Penguatan sumber daya dengan remunerasi yang kompetitif, dan terintegrasi.

Pembuatan database karyawan dan kenaikan pangkat dosen juga dia tawarkan. “Kita punya prodi pariwisata, tapi tidak punya travel. Punya prodi perhotelan, kenapa tidak punya hotel,” tukas Tjijik seraya menyebut keberadaan usaha ini bisa untuk menambah pemasukan universitas, terutama bersamaan status perguruan tinggi negeri dengan badan hukum (PTN BH).

Di penghujung paparan, Tjijik menyampaikan target terakhir bagi Unair. Mewujudkan Unair sebagai pusat unggulan studi demokrasi, perilaku sosial dan budaya. Semua itu dinilainya belum tergarap optimal. Sedangkan, Prof Dr Moh Nasih menjanjikan membawa Unair ke pentas dunia. “Program saya juga ada yang sudah disampaikan dua carek sebelumnya. Ini enaknya mendapat urutan terakhir,” kata Nasih yang disusul tertawa mereka yang hadir.

Pria asal Gresik ini memimpikan mampu membangun university holding. Unair harus menjadi induk perusahaan. Selain itu, Unair harus menjadi agent of riset, teaching university, dan agent of economic development. ”Unair harus memperbesar akses untuk masyarakat miskin, harus masuk 500 besar dunia,” tandasnya. Nasih juga mengingatkan para dosen agar tidak terjebak pada rutinitas mengajar.

“Dosen yang terjebak rutinitas tidak inovatif, prinsipnya asal mengajar. Kalau asal mengajar jadinya asal-asalan,” katanya. Dengan kampus sebagai university holding, kata Nasih, 70% dari uang SPP bisa kembali ke fakultas. “Status tenaga kependidikan yang ada sekarang, 50% honorer. Tendik (tenaga kependidikan) jumlahnya besar, perlu ada kepastian status. Pegawai yang ada harus diangkat menjadi pegawai tetap.

Meski demikian, diawali ujian dan tes lagi oleh tim independen,” pungkasnya. Nurinda Nanda, mahasiswa semester 6 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, adalah salah satu audiensi yang hadir. “Siapa pun yang akan terpilih nanti harus mampu mengimplementasikan program yang dipaparkan,” ujar mahasiswi berjilbab ini.

Soeprayitno
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8292 seconds (0.1#10.140)