Harga Tanah Sekitar Bandara Baru Meroket

Jum'at, 03 April 2015 - 09:41 WIB
Harga Tanah Sekitar Bandara Baru Meroket
Harga Tanah Sekitar Bandara Baru Meroket
A A A
KULONPROGO - Rencana pembangunan bandar udara (bandara) internasional di wilayah Kecamatan Temon, Kulonprogo, mendongkrak harga jual tanah di sekitar lokasi proyek.

Banyak investor atau spekulan yang bermain ditengarai menjadi pemicu meroketnya harga tanah di sana. Hanya keberadaan spekulan ini sulit dibuktikan secara riil. Salah seorang warga Jangkaran, Faroid mengungkapkan, pada 2013 lalu, untuk program pembebasan lahan jalur jalan lintas selatan (JJLS) warga mendapatkan kompensasi sebesar Rp300.000 per meter. Itu hanya untuk lahan yang ada di pinggir JJLS. Artinya, untuk lahan yang ada di belakang harga masih di bawahnya.

“Kalau sekarang harganya sudah Rp1 jutaan. Itu pun yang ada di dalam,” kata Faroid, kemarin. Meningkatnya harga atas tanah juga terjadi di beberapa desa yang ada di sekitar lokasi bandara. Di Desa Demen misalnya, lahan persawahan dulu berharga hanya Rp150.000, kini banyak yang ditawar Rp600.000. Begitu pula di Desa Kaligintung yang berjarak empat kilometer dari lokasibandara harganya jugasekitar Rp500.000.

“Banyak yang menawar dengan harga tinggi, kebanyakan dari luar daerah,” kata Pamong Desa Kaligintung Mucholis Fuad, kemarin. Menurut Fuad, sulit bagi spekulan untuk bisa bermain dan melakukan jual beli tanah di Temon. Spekulan sebagian besar akan dilempar kepada investor dengan luas cukup besar. Permasalahannya, ujar dia, sertifikat milik warga biasanya kecil- kecil. Karena itu, ketika butuh lahan dengan luas tertentu mereka harus membebaskannya dari sejumlah pemilik tanah. Itu juga tidak semuanya mau menjual.

“Spekulan pasti ada tetapi susah untuk bermain. Paling hanya broker yang menjembatani penjualan saja,” ujarnya. Camat Temon Djaka Prasetya mengaku tidak bisa memantau pergerakan harga tanah di lokasi maupun di sekitar bandara. Dia juga tidak menampik harga tanah mengalami peningkatan cukup pesat. Djoko mengatakan, tidak pernah terlibat langsung dalam proses jual beli. Biasanya, transaksi itu dilakukan melalui pejabat pembuat akta tanah (PPAT) sehingga Djoko tidak bisa melihat langsung pergerakan harga tanah maupun jual beli yang dilakukan warganya.

Di sekitar JJLS, kata Djoko, banyak yang menawarkan kisaran Rp1–1,2 juta. Sementara di daerah dalam di sekitar Desa Kalidengen ditawarkan Rp600.000. Hanya pihaknya tidak memiliki data riil atas pergeseran hak dan kepemilikan tanah itu. “Informal harganya seperti itu tapi riilnya kami tidak tahu,” ujarnya.

Tim Community Development dan Humas Pembangunan Bandara Ariyadi Subagyo mengungkapkan tidak memiliki data pasti berapa tingkat pergeseran tanah ini. Namun, saat konsultasi publik dirinya banyak menerima masukan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) bahwa memang banyak pergeseran kepemilikan, baik yang dilakukan pemilik dengan saudaranya atau dengan orang lain. Itu pun ada sebelum ada konsultasi publik. “Informasi dari BPN memang yang terbanyak di Desa Glagah,” ujarnya.

Harga Tanah Harus Segera Ditentukan

Terkait lonjakan harga tanah, Bupati Kulonprogo Hasto Wardoyo berharap segera ada ketegasan besaran harga sebagai kompensasi yang akan diterima warga terdampak. Hal itu penting sebagai dasar kebijakan menyusun penyediaan lahan dan relokasi.

“Tim appraisal independent ini harus segera dibentuk karena mereka yang akan menghitung besaran kompensasi,” kata Hasto saat rapat dengar pendapat dengan DPRD Kulonprogo, kemarin. Rapat dengar pendapat dipimpin Ketua DPRD Akhid Nuryati. Selain bupati, Wakil Bupati Kulonprogo Sutedjo dan sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) juga ikut hadir. Saat rapat dilaksanakan, sekitar 100 warga yang menolak unjuk rasa di depan kantor DPRD.

Tim appraisal, kata Hasto, akan bekerja untuk menaksir atas harga tanah maupun material yang ada di atas dan di bawahnya. Tim ini memperhitungkan guna menentukan besaran kompensasi yang akan diberikan sehingga dari perhitungan itu akan diketahui berapa kebutuhan lahan relokasi. Sesuai laporan dari Tim Percepatan Pembangunan Bandara Baru (P2B2), ada sekitar 600 kepala keluarga (KK) yang terdampak. Dari jumlah itu hanya 460 KK yang harus direlokasi.

“Mereka itu nanti bisa direlokasi atau pindah dengan memilih lokasi sendiri,” kata Hasto. Hasto memastikan kawasan bandara tidak akan mengganggu objek wisata Pantai Glagah. Dirinya telah meminta kepada tim dan PT Angkasa Pura I untuk mempertahankan kawasan laguna dan pantai. Usulan itu direspons dan patok batas telah digeser sampai di utara jalan. Usulan itu juga disetujui gubernur sehingga Pantai Glagah nanti akan semakin menarik bagi wisatawan. Selain menikmati keindahan pantai, pengunjung juga bisa melihat pesawat naik dan turun bandara.

“Pak Gubernur sudah setuju, nanti kawasan objek wisata Glagah tidak berkurang,” katanya lagi. Sementara warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) melakukan aksi penolakan terhadap terbitnya izin penentuan lokasi atau IPL. Warga datang ke gedung DPRD dengan sepeda motor. Sebelum mereka masuk, polisi menutup pagar halaman DPRD sehingga warga tertahan dan melakukan orasi di depan pintu gerbang. Setelah bernegosiasi, delapan perwakilan warga ditemui pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi.

Ketua WTT Martono mengatakan, banyak kejanggalan dalam terbitnya IPL oleh gubernur. Pada sosialisasi dan konsultasi publik dilakukan berulangulang memanggil warga, tapi tim kajian keberatan hanya sekali dan langsung muncul IPL. “Kalau pemerintah tidak mengakui penolakan kami, warga WTT juga tidak akan mengakui IPL,” kata Martono.

Mereka juga mengancam akan melakukan aksi besar-besaran ke Kepatihan dan Keraton Yogyakarta untuk meminta pertanggungjawaban gubernur. Ketua DPRD Kulonprogo Akhid Nuryati mengatakan, pascaturun IPL semestinya warga bisa menghormati tahapan yang ada. Mereka harus bisa duduk bersama guna memperjuangkan aspirasinya, termasuk dengan DPRD yang akan mengawal kompensasi dan hak-hak warga.

Kuntadi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6198 seconds (0.1#10.140)