Buruh Digugat Rp2,3 M
A
A
A
MALANG - Hujan tangis buruh mewarnai sidang perdana di Pengadilan Negeri Malang kemarin. Sidang gugatan perdana ini diajukan PT Indonesian Tobacco terhadap 77 buruhnya dengan nomor surat gugatan 24/PDT.- G/2015/PN MLG.
Nilai gugatan yang dilayangkan perusahaan tembakau itu tidak main-main besarnya, yakni mencapai Rp2,3 miliar. Gugatan dilayangkan karena para buruh ini dinilai merugikan perusahaan berkat aksi mogok kerja selama tiga jam pada 20 Mei 2014, mulai dari pukul 08.00-11.00 WIB. Para buruh ini terpaksa menggelar aksi mogok kerja menuntut ada pembayaranuang lembur sebesar Rp8.000 per jam.
Uang lembur yang sudah menjadi hak buruh itu tidak kunjung dibayar perusahaan. Gugatan perusahaan terhadap buruhnya ini seolah menjadi kado pahit untuk perayaan hari ulang tahun ke-101 Kota Malang yang jatuh tepat pada Rabu(1/4). Malangyangdikenal sebagai Kota Tri Bina Cita, yakni Kota Pendidikan, Kota Wisata, dan Kota Industri, ini ternyata masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam melindungi hak-hak para buruh.
Bukan hanya kasus gugatan perusahaan terhadap buruh yang terjadi, sebelumnya ada 38 buruh Rumah Sakit Manu Husada Kota Malang juga mengadukan nasibnya ke Pemkot Malang karena sudah enam bulan belum digaji. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Malang mencatat ada 13 perusahaan belum menerapkan upah layak sesuai ketentuan upah minimum kota (UMK). Tangis terisak terdengar dari Satik, 55.
Perempuan setengah baya ini sudah 33 tahun mengabdikan diri di PT Indonesian Tobacco sebagai buruh bagian kupas. Bahkan, saat kasus gugatan ini muncul, dia sudah waktunya pensiun. Sambil berlinang air mata, Satik duduk tertunduk lesu di teras Pengadilan Negeri (PN) Malang.
”Harusnya, saya sudah pensiun karena usia saya 55 tahun. Saya tidak menyangka kalau sekarang digugat perusahaan. Seharusnya, saya dapat uang pesangon dari perusahaan sekitar Rp80 juta. Uang itu rencananya akan saya pakai untuk membayar hutang. Sekarang semuanya menjadi tidak jelas,” kata sambil terus terisak. Satik bersama buruh yang lain sudah lama mengabdikan diri di perusahaan itu.
Dengan masa kerja 33 tahun, dia mendapatkan gaji sebesar Rp400.000 per pekan. Total dia mendapatkan gaji Rp1,6 juta per bulan. Nilai itu juga masih di bawah ketetapan UMK Kota Malang tahun 2015 yang mencapai Rp1,8 juta per bulan. Raut wajah sedih juga ditunjukkan Anik, 48. Warga Blimbing, Kota Malang ini, sudah 13 tahun bekerja di bagian kupas PT Indonesian Tobacco.
Sidang perdana kasus gugatan yang diajukan pihak perusahaan digelar di PN Malang dipimpin majelis hakim diketuai Lucas Prakoso. Sidang hanya digelar sekitar 15 menit dan dilanjutkan dengan proses mediasi. ”Prosedurnya memang harus melalui mediasi. Batas waktu mediasi selama 40 hari dan dipimpin oleh hakim mediator,” kata Lucas.
Hakim Mediator PN Malang Rightmen MS Situmorang mengatakan, pihaknya telah melaksanakan mediasi pertama. Proses mediasi akan dilanjutkan pada Kamis (9/4). Menurut kuasa hukum para buruh, Ahmad Soleh, gugatan yang diajukan pihak perusahaan sangat aneh dan tidak memiliki rasa keadilan untuk buruh.
Kuasa hukum PT Indonesian Tobacco, Erdijanto Wahjoedi mengatakan, ada kerugian yang dialami perusahaan akibat aksi mogok yang dilakukan para buruh. Aksi mogok itu juga dilakukan tanpa pemberitahuan.
Yuswantoro
Nilai gugatan yang dilayangkan perusahaan tembakau itu tidak main-main besarnya, yakni mencapai Rp2,3 miliar. Gugatan dilayangkan karena para buruh ini dinilai merugikan perusahaan berkat aksi mogok kerja selama tiga jam pada 20 Mei 2014, mulai dari pukul 08.00-11.00 WIB. Para buruh ini terpaksa menggelar aksi mogok kerja menuntut ada pembayaranuang lembur sebesar Rp8.000 per jam.
Uang lembur yang sudah menjadi hak buruh itu tidak kunjung dibayar perusahaan. Gugatan perusahaan terhadap buruhnya ini seolah menjadi kado pahit untuk perayaan hari ulang tahun ke-101 Kota Malang yang jatuh tepat pada Rabu(1/4). Malangyangdikenal sebagai Kota Tri Bina Cita, yakni Kota Pendidikan, Kota Wisata, dan Kota Industri, ini ternyata masih memiliki banyak pekerjaan rumah dalam melindungi hak-hak para buruh.
Bukan hanya kasus gugatan perusahaan terhadap buruh yang terjadi, sebelumnya ada 38 buruh Rumah Sakit Manu Husada Kota Malang juga mengadukan nasibnya ke Pemkot Malang karena sudah enam bulan belum digaji. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Malang mencatat ada 13 perusahaan belum menerapkan upah layak sesuai ketentuan upah minimum kota (UMK). Tangis terisak terdengar dari Satik, 55.
Perempuan setengah baya ini sudah 33 tahun mengabdikan diri di PT Indonesian Tobacco sebagai buruh bagian kupas. Bahkan, saat kasus gugatan ini muncul, dia sudah waktunya pensiun. Sambil berlinang air mata, Satik duduk tertunduk lesu di teras Pengadilan Negeri (PN) Malang.
”Harusnya, saya sudah pensiun karena usia saya 55 tahun. Saya tidak menyangka kalau sekarang digugat perusahaan. Seharusnya, saya dapat uang pesangon dari perusahaan sekitar Rp80 juta. Uang itu rencananya akan saya pakai untuk membayar hutang. Sekarang semuanya menjadi tidak jelas,” kata sambil terus terisak. Satik bersama buruh yang lain sudah lama mengabdikan diri di perusahaan itu.
Dengan masa kerja 33 tahun, dia mendapatkan gaji sebesar Rp400.000 per pekan. Total dia mendapatkan gaji Rp1,6 juta per bulan. Nilai itu juga masih di bawah ketetapan UMK Kota Malang tahun 2015 yang mencapai Rp1,8 juta per bulan. Raut wajah sedih juga ditunjukkan Anik, 48. Warga Blimbing, Kota Malang ini, sudah 13 tahun bekerja di bagian kupas PT Indonesian Tobacco.
Sidang perdana kasus gugatan yang diajukan pihak perusahaan digelar di PN Malang dipimpin majelis hakim diketuai Lucas Prakoso. Sidang hanya digelar sekitar 15 menit dan dilanjutkan dengan proses mediasi. ”Prosedurnya memang harus melalui mediasi. Batas waktu mediasi selama 40 hari dan dipimpin oleh hakim mediator,” kata Lucas.
Hakim Mediator PN Malang Rightmen MS Situmorang mengatakan, pihaknya telah melaksanakan mediasi pertama. Proses mediasi akan dilanjutkan pada Kamis (9/4). Menurut kuasa hukum para buruh, Ahmad Soleh, gugatan yang diajukan pihak perusahaan sangat aneh dan tidak memiliki rasa keadilan untuk buruh.
Kuasa hukum PT Indonesian Tobacco, Erdijanto Wahjoedi mengatakan, ada kerugian yang dialami perusahaan akibat aksi mogok yang dilakukan para buruh. Aksi mogok itu juga dilakukan tanpa pemberitahuan.
Yuswantoro
(ars)