Misteri Tambora dan Musnahnya Tiga Kerajaan
A
A
A
Dua abad letusan dahsyat Gunung Tambora akan diperingati pada bulan April 2015 mendatang.
Letusan Gunung Tambora yang amat dahsyat terjadi pada hari-hari di bulan April 1815 dengan skala letusan tujuh Volcanic Explosivity Index.
Puncak letusan terjadi mulai tanggal 10-15 April. Para ahli menyebut letusan itu merupakan terbesar sepanjang 10.000 tahun. Letusan gunung api ini kekuatan mencapai 1.000 megaton TNT.
Letusan Tambora diperkirakan empat kali lipat lebih dahsyat dari letusan Gunung Krakatau dan enam juta kali letusan bom atom di Hiroshima.
Letusan terdengar sejauh 2.500 kilometer, dan abu jatuh setidaknya sejauh 1.300 kilometer.
Kegelapan terlihat sejauh 600 kilometer dari puncak.
Dengan kekuatan sebesar itu, tentu wajar jika dua bulan kemudian setelahnya cuaca buruk akibat letusan Tambora masih terasa di Eropa dan bahkan mengakibatkan kekalahan Napoleon Bonaparte.
Tapi, Tambora bukan hanya membuat Napoleon kalah. Korban langsung yang berjatuhan diperkirakan 30.000 jiwa. Korban juga terdapat di Bali dan Jawa Timur karena penyakit dan kelaparan.
Bahkan letusan Tambora terdengar sampai ke Makassar, Batavia, Ternate dan bahkan Sumatera yang jaraknya lebih dari 2.600 kilometer.
Akibat letusan itu pula dunia mengenang tahun 1816 atau setahun setelah letusan sebagai tahun tanpa musim panas.
Gunung Tambora yang terletak di Pulau Sumbawa secara administratif masuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Gunung itu meliputi dua kabupaten, yaitu Dompu dan Bima.
Tambora sebenarnya berasal dari dua kata yakni “ta” dan “mbora” yang secara keseluruhan bermakna “ajakan menghilang”.
Nama ini berasal dari sebuah mitos yang dipercaya turun temurun. Alkisah, orang yang pertama kali datang ke gunung ini adalah seorang pertapa sakti.
Sang pertapa kemudian bersemedi selama beberapa waktu di atas gunung lalu menghilang secara gaib-moksa dalam istilah kejawen.
Pertapa sakti itu konon masih sering menampakan diri pada orang-orang tertentu yang memiliki kemampuan khusus. Kisah menghilangnya pertapa itulah membuat gunung tersebut diberi nama Tambora.
Sebelum meletus, Gunung Tambora merupakan salah satu puncak tertinggi di Indonesia, yakni sekitar 4.300 meter diatas permukaan laut.
Setelah meletus, ketinggian gunung turun drastis, menjadi 3.000 meter. Sisa letusan kini menjadi sebuah kaldera terbesar di Indonesia.
Letusan dahsyat tersebut juga menghancurkan tiga kerajaan yang ada yaitu Pekat, Sanggar dan Tambora. Tiga kerajaan kecil itu luluh lantak diterjang lahar dan material letusan.
Konon menurut cerita rakyat yang berkembang meletusnya gunung api ini dan hancurnya Kerajaan Tambora karena ulah Raja Tambora Abdul Gafur yang membunuh seorang ulama atau syekh asal Bengkulu di atas gunung tersebut hanya karena seekor anjing milik sang raja.
Ceritanya bermula dari seorang Syekh Said Idrus, yang berasal dari Bengkulu. Sang Syekh datang menumpang kapal orang Bugis, datang ke Kerajaan Tambora untuk berdagang.
Pada suatu ketika Syekh Said Idrus pergi daratan, masuk ke Kerajaan Tambora untuk berjalan-jalan sambil melihat keadaan negeri tersebut hingga tiba waktu Zuhur.
Maka dia masuk dalam suatu masjid untuk melakukan salat. Namun di dalam masjid tersebut terdapat seekor anjing, maka Syekh Said Idrus menyuruh orang untuk mengusir anjing tersebut dan memukulnya.
Namun orang yang bertugas untuk menjaga anjing tersebut marah, kemudian dia mengatakan, bahwa anjing itu adalah kepunyaan raja. Syekh Said mengatakan, “Siapapun tuannya anjing ini, karena ini adalah masjid, rumah Allah SWT untuk tempat beribadah jadi harus tetap suci. Maka siapapun yang memasukkan anjing ke dalam masjid maka dia adalah Kafir,” kata sang Syekh.
Kemudian orang yang bertugas menjaga anjing tersebut pergi mengadu kepada Raja Tambora, “Ada seorang Syekh Arab mengatakan kita ini orang Tambora dikatakan kafir, sebab dia melihat ada anjing di dalam Masjid,” kata penjaga anjing tersebut kepada sang raja.
Setelah Raja Tambora Abdul Gafur mendengar pengaduan itu, maka dia pun marah, lalu memerintahkan orang untuk menyembelih anjing dan kambing.
Lalu raja menyuruh orang mengundang Syekh Said Idrus itu ke Istana Raja Tambora. Setelah berada di istana kemudian Syekh dipersilakan duduk.
Kemudian makanan pun dihidangkan di hadapan para tamu-tamu raja. Namun hidangan yang berisi daging anjing disediakan untuk Syekh Said Idrus tanpa sang ulama menyadarinya.
Sedangkan daging kambing dihidangkan untuk para undangan lainnya dan Raja Tambora.
Maka hidangan pun disantap, setelah usai menyantap makanan yang dihidangkan, Raja Tambora itu pun bertanya kepada Syekh Said Idrus, kata Raja Tambora “Hai orang Arab! Bagaimana menurut anda tentang haramnya anjing?”. Maka Syekh menjawab pertanyaan raja, “memang haram”. Maka Raja Tambora itu pun berkata, “Jika kau katakan haram, mengapa engkau memakan daging anjing tadi?,”. Kemudian Syekh menjawab perkataan raja, “Bukan anjing yang saya makan tadi, itukan daging kambing seperti yang dikatakan oleh pelayan”.
Kemudian syekh dan raja saling berbantahan satu sama lain, lalu raja menjadi sangat marah kepada Syekh Said.
Sang raja lalu memerintahkan pengawalnya membawa Syekh Said untuk dibunuh. “Bawa orang Arab ini, dan bunuh dia”, kemudian para pengawal membawa Syekh Said ke atas Gunung Tambora.
Sesampainya di atas Gunung Tambora, Syekh Said ditusuk dengan tombak akan tetapi tombak tersebut tidak mengenainya.
Kemudian para pengawal itu mengambil sebongkah batu dan kayu memukul kepala beserta badan Syekh Said hingga darahnya bercecer dimana-mana hingga meninggal dunia. Lalu para pengawal raja membuang jasad Syekh Said Idrus ke dalam gua.
Setelah itu para pengawal pulang untuk pergi melapor kepada raja. Tapi di tengah jalan antara gunung dan kerajaan para pengawal melihat api yang menyala dari tempat terbunuhnya Syekh Said Idrus.
Api tersebut makin membesar dan membakar seluruh pohon dan mengarah ke Kerajaan Tambora. Api dan disertai letusan membuat panik seluruh rakyat Kerajaan Tambora.
Sehingga Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat serta Kerajaan Sanggar yang letaknya berdekatan musnah disapu oleh lahar Gunung Tambora.
Dalam letusan tersebut hanya seorang selamat dari Kerajaan Tambora dan dua jiwa dari Kerajaan Pekat.
Menurut geolog dan ahli botani, Franz Wilhelm Junghuhn, bekas Kerajaan Pekat terletak 30 kilometer dari sebelah barat Gunung Tambora.
Posisi kerajaan ini dari Gunung Tambora sebenarnya terlindung bukit-bukit tua. Namun letusan dahsyat telah menghancurkan kerajaan tersebut.
Sedangkan bekas Kerajaan Sanggar terletak agak jauh atau lebih 35 kilometer di sebelah timur tenggara Gunung Tambora dan letaknya tersembunyi di balik Gunung Labumbu.
Meski begitu, akibat letusan Gunung Tambora, kerajaan ini juga mengalami kehancuran dan musnah sama sekali. Wallahualam bishawab.
Sumber :
Letusan Gunung Tambora yang amat dahsyat terjadi pada hari-hari di bulan April 1815 dengan skala letusan tujuh Volcanic Explosivity Index.
Puncak letusan terjadi mulai tanggal 10-15 April. Para ahli menyebut letusan itu merupakan terbesar sepanjang 10.000 tahun. Letusan gunung api ini kekuatan mencapai 1.000 megaton TNT.
Letusan Tambora diperkirakan empat kali lipat lebih dahsyat dari letusan Gunung Krakatau dan enam juta kali letusan bom atom di Hiroshima.
Letusan terdengar sejauh 2.500 kilometer, dan abu jatuh setidaknya sejauh 1.300 kilometer.
Kegelapan terlihat sejauh 600 kilometer dari puncak.
Dengan kekuatan sebesar itu, tentu wajar jika dua bulan kemudian setelahnya cuaca buruk akibat letusan Tambora masih terasa di Eropa dan bahkan mengakibatkan kekalahan Napoleon Bonaparte.
Tapi, Tambora bukan hanya membuat Napoleon kalah. Korban langsung yang berjatuhan diperkirakan 30.000 jiwa. Korban juga terdapat di Bali dan Jawa Timur karena penyakit dan kelaparan.
Bahkan letusan Tambora terdengar sampai ke Makassar, Batavia, Ternate dan bahkan Sumatera yang jaraknya lebih dari 2.600 kilometer.
Akibat letusan itu pula dunia mengenang tahun 1816 atau setahun setelah letusan sebagai tahun tanpa musim panas.
Gunung Tambora yang terletak di Pulau Sumbawa secara administratif masuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Gunung itu meliputi dua kabupaten, yaitu Dompu dan Bima.
Tambora sebenarnya berasal dari dua kata yakni “ta” dan “mbora” yang secara keseluruhan bermakna “ajakan menghilang”.
Nama ini berasal dari sebuah mitos yang dipercaya turun temurun. Alkisah, orang yang pertama kali datang ke gunung ini adalah seorang pertapa sakti.
Sang pertapa kemudian bersemedi selama beberapa waktu di atas gunung lalu menghilang secara gaib-moksa dalam istilah kejawen.
Pertapa sakti itu konon masih sering menampakan diri pada orang-orang tertentu yang memiliki kemampuan khusus. Kisah menghilangnya pertapa itulah membuat gunung tersebut diberi nama Tambora.
Sebelum meletus, Gunung Tambora merupakan salah satu puncak tertinggi di Indonesia, yakni sekitar 4.300 meter diatas permukaan laut.
Setelah meletus, ketinggian gunung turun drastis, menjadi 3.000 meter. Sisa letusan kini menjadi sebuah kaldera terbesar di Indonesia.
Letusan dahsyat tersebut juga menghancurkan tiga kerajaan yang ada yaitu Pekat, Sanggar dan Tambora. Tiga kerajaan kecil itu luluh lantak diterjang lahar dan material letusan.
Konon menurut cerita rakyat yang berkembang meletusnya gunung api ini dan hancurnya Kerajaan Tambora karena ulah Raja Tambora Abdul Gafur yang membunuh seorang ulama atau syekh asal Bengkulu di atas gunung tersebut hanya karena seekor anjing milik sang raja.
Ceritanya bermula dari seorang Syekh Said Idrus, yang berasal dari Bengkulu. Sang Syekh datang menumpang kapal orang Bugis, datang ke Kerajaan Tambora untuk berdagang.
Pada suatu ketika Syekh Said Idrus pergi daratan, masuk ke Kerajaan Tambora untuk berjalan-jalan sambil melihat keadaan negeri tersebut hingga tiba waktu Zuhur.
Maka dia masuk dalam suatu masjid untuk melakukan salat. Namun di dalam masjid tersebut terdapat seekor anjing, maka Syekh Said Idrus menyuruh orang untuk mengusir anjing tersebut dan memukulnya.
Namun orang yang bertugas untuk menjaga anjing tersebut marah, kemudian dia mengatakan, bahwa anjing itu adalah kepunyaan raja. Syekh Said mengatakan, “Siapapun tuannya anjing ini, karena ini adalah masjid, rumah Allah SWT untuk tempat beribadah jadi harus tetap suci. Maka siapapun yang memasukkan anjing ke dalam masjid maka dia adalah Kafir,” kata sang Syekh.
Kemudian orang yang bertugas menjaga anjing tersebut pergi mengadu kepada Raja Tambora, “Ada seorang Syekh Arab mengatakan kita ini orang Tambora dikatakan kafir, sebab dia melihat ada anjing di dalam Masjid,” kata penjaga anjing tersebut kepada sang raja.
Setelah Raja Tambora Abdul Gafur mendengar pengaduan itu, maka dia pun marah, lalu memerintahkan orang untuk menyembelih anjing dan kambing.
Lalu raja menyuruh orang mengundang Syekh Said Idrus itu ke Istana Raja Tambora. Setelah berada di istana kemudian Syekh dipersilakan duduk.
Kemudian makanan pun dihidangkan di hadapan para tamu-tamu raja. Namun hidangan yang berisi daging anjing disediakan untuk Syekh Said Idrus tanpa sang ulama menyadarinya.
Sedangkan daging kambing dihidangkan untuk para undangan lainnya dan Raja Tambora.
Maka hidangan pun disantap, setelah usai menyantap makanan yang dihidangkan, Raja Tambora itu pun bertanya kepada Syekh Said Idrus, kata Raja Tambora “Hai orang Arab! Bagaimana menurut anda tentang haramnya anjing?”. Maka Syekh menjawab pertanyaan raja, “memang haram”. Maka Raja Tambora itu pun berkata, “Jika kau katakan haram, mengapa engkau memakan daging anjing tadi?,”. Kemudian Syekh menjawab perkataan raja, “Bukan anjing yang saya makan tadi, itukan daging kambing seperti yang dikatakan oleh pelayan”.
Kemudian syekh dan raja saling berbantahan satu sama lain, lalu raja menjadi sangat marah kepada Syekh Said.
Sang raja lalu memerintahkan pengawalnya membawa Syekh Said untuk dibunuh. “Bawa orang Arab ini, dan bunuh dia”, kemudian para pengawal membawa Syekh Said ke atas Gunung Tambora.
Sesampainya di atas Gunung Tambora, Syekh Said ditusuk dengan tombak akan tetapi tombak tersebut tidak mengenainya.
Kemudian para pengawal itu mengambil sebongkah batu dan kayu memukul kepala beserta badan Syekh Said hingga darahnya bercecer dimana-mana hingga meninggal dunia. Lalu para pengawal raja membuang jasad Syekh Said Idrus ke dalam gua.
Setelah itu para pengawal pulang untuk pergi melapor kepada raja. Tapi di tengah jalan antara gunung dan kerajaan para pengawal melihat api yang menyala dari tempat terbunuhnya Syekh Said Idrus.
Api tersebut makin membesar dan membakar seluruh pohon dan mengarah ke Kerajaan Tambora. Api dan disertai letusan membuat panik seluruh rakyat Kerajaan Tambora.
Sehingga Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat serta Kerajaan Sanggar yang letaknya berdekatan musnah disapu oleh lahar Gunung Tambora.
Dalam letusan tersebut hanya seorang selamat dari Kerajaan Tambora dan dua jiwa dari Kerajaan Pekat.
Menurut geolog dan ahli botani, Franz Wilhelm Junghuhn, bekas Kerajaan Pekat terletak 30 kilometer dari sebelah barat Gunung Tambora.
Posisi kerajaan ini dari Gunung Tambora sebenarnya terlindung bukit-bukit tua. Namun letusan dahsyat telah menghancurkan kerajaan tersebut.
Sedangkan bekas Kerajaan Sanggar terletak agak jauh atau lebih 35 kilometer di sebelah timur tenggara Gunung Tambora dan letaknya tersembunyi di balik Gunung Labumbu.
Meski begitu, akibat letusan Gunung Tambora, kerajaan ini juga mengalami kehancuran dan musnah sama sekali. Wallahualam bishawab.
Sumber :
- Misteri-misteri Terbesar Indonesia, Cetakan Pertama, Desember 2008, Haris Firdaus.
- Roorda Van Eysinga, 1841, II, hlm. 37-40
- Wikipedia-Diolah dari berbagai sumber
(sms)