Madiun dan Sekitarnya Dikepung Banjir
A
A
A
MADIUN - Hujan deras yang mengguyur Madiun dan sekitarnya sejak Selasa hingga Rabu (24-25/3) dini hari, membuat sejumlah wilayah tergenang. Kota Madiun, Kabupaten Madiun, dan Ponorogo pun dikepung banjir.
Sedangkan Ngawi, menyatakan siaga satu terhadap banjir. Kepala Pelaksana BPBD Kota Madiun Agus Subiyanto mengungkapkan, terdapat sekitar 6.000 rumah yang terkena banjir. “Kami masih melakukan pendataan,” kata dia, kemarin. Ribuan rumah itu berlokasi di empat kelurahan di Kecamatan Kartoharjo, yakni Pilangbango 1.000 rumah, Rejomulyo 2.100 rumah, Kelun 600 rumah, dan Tawangrejo 2.000 rumah.
Ketinggian air bervariasi, mulai setengah meter hingga satu meter. Menurut Agus, banjir di empat kelurahan itu merupakan siklus tahunan, dan tahun ini tercatat yang paling parah. Menindaklanjuti hal itu, BPBD berinisiatif untuk mendirikan dapur umum di kantor Kecamatan Kartoharjo. Sebab, warga yang terkena dampak, dipastikan tidak dapat melakukan aktivitas.
Mujianto, warga Kelurahan Tawangrejo, mengakui, banjir perdana pada tahun ini tercatat paling parah dibanding sebelumnya. Sebab, banjir kali ini setinggi hampir satu meter. “Hujannya semalam memang deras dan terus menerus. Jadi, tahu-tahu banjir setinggi ini,” tutur Mujianto. Akibat banjir, sejumlah sekolah harus diliburkan.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pendidikan Kecamatan Kartoharjo Eny Yuanawati mengatakan, siswa terpaksa diliburkan karena banjir mengganggu proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. “Siswa tadi sempat ada yang masuk, tapi diminta pulang oleh bapak ibu guru, karena kondisinya kan nggak memungkinkan seperti ini. Takutnya nanti siswa malah sakit.
Jadi, oleh Dinas Pendidikan, siswa kami minta untuk belajar di rumah,” ujar Eny. Di wilayah Kabupaten Madiun, banjir melanda Desa Tempursari dan Mojorayung di Kecamatan Wungu, serta Desa Sumberjo dan Desa Banjarsari di Kecamatan Madiun. Kepala BPBD Kabupaten Madiun Edi Harianto mengatakan, banjir yang melanda empat desa itu terjadi sejak pukul 00.30 WIB.
“Waktu kami cek, air masih menggenangi Dusun Glonggong Desa Tempursari Kecamatan Wungu dan Desa Sumberejo Kecamatan Madiun. Namun, meski dilanda banjir, sejauh ini belum ada laporan kerusakan rumah maupun sarana umum,” ungkap Edi. Di Ponorogo, banjir melanda tiga kecamatan, yaitu Jetis, Mlarak, dan Balong. Kondisi terparah terjadi di Desa Bajang Kecamatan Balong, di mana banjir sempat melebihi satu meter.
“Ini akibat aliran sungai di dekat desa tersebut tidak lancar, perlu normalisasi. Tapi, pantauan terakhir, kondisi sudah surut meski belum habis airnya,” ujar Camat Balong Joko Waskito. Selain banjir di ketiga wilayah itu, hujan deras yang berlangsung dua hari terakhir diperkirakan menyebabkan permukaan air di Ngawi meningkat.
Dari pantauan BPBD Kabupaten Ngawi, debit air Sungai Bengawan Madiun dan Sungai Bengawan Solo yang bertemu di Kota Ngawi mengalami kenaikan. “Permukaan Sungai Bengawan Madiun mengalami kenaikan dari enam meter menjadi tujuh meter. Sedangkan permukaan Sungai Bengawan Solo, yang merupakan induk Sungai Bengawan Madiun, mengalami kenaikan dari lima meter menjadi enam meter,” kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Ngawi Eko Heru Tjahjono.
Namun, sayangnya, peringatan di alat pendeteksi banjir tak bisa diakses warga di daerah yang rawan banjir. Hal ini dikarenakan mayoritas alat itu tidak berfungsi. Sekitar delapan alat pendeteksi banjir di sepanjang Sungai Bengawan Solo dan Bengawan Madiun rusak karena kehabisan baterai.
Bagi warga Kabupaten Ngawi, terutama di Kecamatan Kwadungan dan Pangkur, BPBD berharap mereka meningkatkan kewaspadaan. Hal ini karena dua kecamatan itu diprediksi akan mengalami banjir akibat luapan Bengawan Madiun.
Dili eyato
Sedangkan Ngawi, menyatakan siaga satu terhadap banjir. Kepala Pelaksana BPBD Kota Madiun Agus Subiyanto mengungkapkan, terdapat sekitar 6.000 rumah yang terkena banjir. “Kami masih melakukan pendataan,” kata dia, kemarin. Ribuan rumah itu berlokasi di empat kelurahan di Kecamatan Kartoharjo, yakni Pilangbango 1.000 rumah, Rejomulyo 2.100 rumah, Kelun 600 rumah, dan Tawangrejo 2.000 rumah.
Ketinggian air bervariasi, mulai setengah meter hingga satu meter. Menurut Agus, banjir di empat kelurahan itu merupakan siklus tahunan, dan tahun ini tercatat yang paling parah. Menindaklanjuti hal itu, BPBD berinisiatif untuk mendirikan dapur umum di kantor Kecamatan Kartoharjo. Sebab, warga yang terkena dampak, dipastikan tidak dapat melakukan aktivitas.
Mujianto, warga Kelurahan Tawangrejo, mengakui, banjir perdana pada tahun ini tercatat paling parah dibanding sebelumnya. Sebab, banjir kali ini setinggi hampir satu meter. “Hujannya semalam memang deras dan terus menerus. Jadi, tahu-tahu banjir setinggi ini,” tutur Mujianto. Akibat banjir, sejumlah sekolah harus diliburkan.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pendidikan Kecamatan Kartoharjo Eny Yuanawati mengatakan, siswa terpaksa diliburkan karena banjir mengganggu proses kegiatan belajar mengajar di sekolah. “Siswa tadi sempat ada yang masuk, tapi diminta pulang oleh bapak ibu guru, karena kondisinya kan nggak memungkinkan seperti ini. Takutnya nanti siswa malah sakit.
Jadi, oleh Dinas Pendidikan, siswa kami minta untuk belajar di rumah,” ujar Eny. Di wilayah Kabupaten Madiun, banjir melanda Desa Tempursari dan Mojorayung di Kecamatan Wungu, serta Desa Sumberjo dan Desa Banjarsari di Kecamatan Madiun. Kepala BPBD Kabupaten Madiun Edi Harianto mengatakan, banjir yang melanda empat desa itu terjadi sejak pukul 00.30 WIB.
“Waktu kami cek, air masih menggenangi Dusun Glonggong Desa Tempursari Kecamatan Wungu dan Desa Sumberejo Kecamatan Madiun. Namun, meski dilanda banjir, sejauh ini belum ada laporan kerusakan rumah maupun sarana umum,” ungkap Edi. Di Ponorogo, banjir melanda tiga kecamatan, yaitu Jetis, Mlarak, dan Balong. Kondisi terparah terjadi di Desa Bajang Kecamatan Balong, di mana banjir sempat melebihi satu meter.
“Ini akibat aliran sungai di dekat desa tersebut tidak lancar, perlu normalisasi. Tapi, pantauan terakhir, kondisi sudah surut meski belum habis airnya,” ujar Camat Balong Joko Waskito. Selain banjir di ketiga wilayah itu, hujan deras yang berlangsung dua hari terakhir diperkirakan menyebabkan permukaan air di Ngawi meningkat.
Dari pantauan BPBD Kabupaten Ngawi, debit air Sungai Bengawan Madiun dan Sungai Bengawan Solo yang bertemu di Kota Ngawi mengalami kenaikan. “Permukaan Sungai Bengawan Madiun mengalami kenaikan dari enam meter menjadi tujuh meter. Sedangkan permukaan Sungai Bengawan Solo, yang merupakan induk Sungai Bengawan Madiun, mengalami kenaikan dari lima meter menjadi enam meter,” kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Ngawi Eko Heru Tjahjono.
Namun, sayangnya, peringatan di alat pendeteksi banjir tak bisa diakses warga di daerah yang rawan banjir. Hal ini dikarenakan mayoritas alat itu tidak berfungsi. Sekitar delapan alat pendeteksi banjir di sepanjang Sungai Bengawan Solo dan Bengawan Madiun rusak karena kehabisan baterai.
Bagi warga Kabupaten Ngawi, terutama di Kecamatan Kwadungan dan Pangkur, BPBD berharap mereka meningkatkan kewaspadaan. Hal ini karena dua kecamatan itu diprediksi akan mengalami banjir akibat luapan Bengawan Madiun.
Dili eyato
(bhr)