Menikmati Aneka Modifikasi Warna-warni nan Unik

Sabtu, 21 Maret 2015 - 11:24 WIB
Menikmati Aneka Modifikasi Warna-warni nan Unik
Menikmati Aneka Modifikasi Warna-warni nan Unik
A A A
YOGYAKARTA - Fonograph atau yang dikenal dengan gramaphone (gramofon) sudah tak diproduksi lagi. Tapi itu bukan berarti kita tak bisa lagi menikmati alunan merdu musik melalui gramofon.

Seperti apa merdunya iringan musik dari gramofon? Coba saja Anda mengunjungi dalam Pameran Gramofon dan Turntable “Corong Bernyanyi” di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY), kemarin. Pameran ini akan berlangsung hingga 26 Maret 2015. Dalam pameran itu, gramofon tidak hanya tampil dalam model klasik dan lawas semata.

Sejumlah kolektor di Yogyakarta berinovasi dengan menampilkan beragam modifikasi fisik gramofon yang unik dan berwarna-warni. Tampilan luar tersebut tak hanya mengimbangi mesin orisinal yang masih diusung beberapa karya modifikasi. Namun juga untuk menampilkan kreasi terkini yang bentuknya mengadopsi model gramofon aslinya.

Mulai dari bentuk corong, pengantar suara, sampai dengan pemutar jarum, sehingga terlihat lebih menarik dan tidak membosankan. Untuk karya yang satu ini, beberapa kolektor bahkan memadukannya dengan teknologi MP3 terkini.

"Saya membuat percobaan dari kayu (untuk model fisik luar), seperti pada kotak, bagian pemutar jarum, dan pengantar suara, lalu horn atau corong dari seng. Dengan masih menggunakan mesin orisinal dari Belanda. Sedangkan untuk mendengarkan musiknya dengan cara diputar (gagangnya dulu dengan tangan)," papar Endro Nugroho, salah satu kolektor gramofon kepada wartawan di sela-sela pembukaan Pameran Gramofon dan Turntable di BBY belum lama ini.

Suara jernih masih terdengar begitu jelas dari piringan hitam yang diputar pada gramofon modifikasi miliknya. Berbeda dengan turntable yang menggunakan listrik, koleksi gramofon miliknya hanya mampu menyetel musik dari piringan hitam berukuran 78 rpm yang terbuat dari ebonit.

"Selain modifikasi itu, ada empat gramofon orisinal yang juga saya koleksi sejak 1990-an. Yang (diproduksi) tahun 1920 dan 1905, dari Jerman dan Belanda dengan merek seperti His Master's Voice. Kelebihan alat ini suara penyanyi bisa terdengar jelas. Untuk koleksi piringan hitam ada 100-an, kebanyakan lagu Indonesia, lagu keroncong, dan langgam Gendhing Yogyakarta Solo," katanya.

Modifikasi gramofon juga dilakukan oleh Ahmad Wahyu Widianto, kolektor lainnya. Pria yang akrab disapa dengan Didi Kapal itu bahkan sudah menekuni profesi ini setahun terakhir. Bersama seniman lokal, dirinya menampilkan kreasi modifikasi gramofon seperti aslinya tapi dengan aneka warna.

"Saya yang buat kotak dan corong, lalu pelukisnya gambar di situ. Modifikasi ini bentuknya mengadopsi seperti aslinya. Kalau musiknya gunakan teknologi MP3 yang sudah di-support dengan USB. Sudah setahunan saya buat ini, dan (bagi yang tertarik membeli) ditawarkan mulai dari Rp3,5 jutaan," kata Didi Kapal.

Di samping membuat modifikasi gramofon, pria yang juga seorang teknisi gramofon itu pun mengoleksi sejumlah perangkat orisinal. Menurut dia, cukup mudah untuk melakukan perawatan terhadap pemutar piringan hitam klasik manual tersebut. Pertama, lanjut dia, minimal seminggu sekali alat ini diputar rutin dengan tujuan supaya per penggerak yang ada di dalamnya bisa terus berfungsi.

Kalau tidak, bisa menyebabkan per berkarat serta mengeras sehingga berakibat ketika diputar bisa patah. Kedua, beri minyak pelumas WD40 yang bagus untuk mesin, seperti parafin pada bagian per dan as. Ketiga, jangan menyimpan alat ini di tempat lembab, sehingga menyebabkan mudah berkarat mengingat alat ini terbuat dari besi dan baja. Kemudian, jangan membuat piringan hitam tergores maupun terpapar panas. Dia menyarankan sering dibersihkan dengan hati-hati.

“Caranya, dicuci memakai air sabun. Sama halnya dengan gramofon, pengguna sebaiknya berhati- hati dalam merawat turntable yang lebih menggunakan listrik sebagai daya pemutarnya. Khususnya pada bagian jarum yang lebih riskan dan mahal karena terbuat dari diamond,” ucapnya.

Untuk diketahui, gramofon merupakan alat pemutar cakram yang secara mekanis merekam dan memproduksi ulang suara. Alat itu diperkenalkan pada 1877 oleh Thomas Alfa Edison. Perekam ini merekam getaran gelombang suara secara fisik dalam bentuk penyimpangan lekukan beraturan atau cakram yang berputar pada permukaan. Dalam pameran yang berlangsung 17–26 Maret 2015 tersebut, sedikitnya terdapat 50 koleksi gramofon orisinal buatan Inggris dan Jepang, maupun modifikasi yang ditampilkan.

Siti Estuningsih
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7934 seconds (0.1#10.140)
pixels