Pedagang Pasar Turi Ngeluruk Balai Kota
A
A
A
SURABAYA - Pedagang pasar turi yang tergabung dalam Gerakan Pedagang Pasar Turi Surabaya Korban Kebakaran (GPPSKK) mengaku kecewa terhadap Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.
Pasalnya, orang pertama di Surabaya itu kemarin tidak bersedia menemui mereka saat berunjuk rasadidepanBalaiKotaSurabaya. Padahal, pedagang sudah merelakan kehilangan pendapatan hanya untuk dapat bertemu Risma, panggilan Tri Rismaharini. Sikap Risma yang tidak bersedia menemui pedagang Pasar Turi ini bukan yang pertama.
Beberapa waktulalu, saat pedagangmendatangi balai kota, mantan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu juga enggan untuk menemui. “Kami hanya ingin bertemu bu wali (Risma). Kami ingin tahu sikap dia mengenai persoalan Pasar Turi. Kapan Pasar Turi itu akan diputus kontrak dan diambil oleh Pemkot,” ujar Wakil Ketua GPPSKK Kemas A Chalim usai unjuk rasa.
Dalam unjuk rasa yang diikuti ratusan pedagang dari pasar legendaris tersebut, pedagang hanya ditemui Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya Hendro Gunawan dan Kepala Bakesbang Linmas Sumarno. Namun, pedagang yang ditemui hanya perwakilan saja. Saat pedagang mendesak Hendro Gunawan menemui pedagang yang berunjuk rasa di depan balai kota, pria yang juga mantan kepala Bappeko Surabaya itu tidak bersedia. “Saya bicara dengan kaliankalian ini kan sudah mewakili,” kata Sekkota Surabaya, Hendro Gunawan.
Keengganan wali kota dan sekkota untuk bertemu dengan pedagang, memunculkan anggapan bahwa Pemkot tidak serius dalam menyikapi Pasar Turi. Berulang kali somasi yang dilayangkan Pemkot ke pengembang Pasar Turi juga tidak berdampak apa pun. Hingga saat ini, pengembang belum menjawab somasi tersebut. “Bu wali bukannya tidak bersedia menemui kalian. Beliau sedang menerima kunjungan. Sampai detik ini tidak ada maksud kami untuk lepas tangan terhadap persoalan Pasar Turi. Bu wali tetap berkomitmen (untuk menuntaskan persoalan Pasar Turi),” kata Hendro.
Sebelum ngluruk balai kota, pedagang yang mayoritas menggunakan kaos hitam bertuliskan GPPSKK melakukan orasi di depan gedung DPRD Kota Surabaya Jalan Yos Sudarso. Mereka minta pada wakil rakyat agar memberikan rekomendasi pada Risma. Rekomendasinya, Risma harus memutus kontrak Pasar Turi dengan pengembang.
“Pedagang tertindas secara ekonomi dan fisik. Penindasan ini sebagai kejahatan terorganisir yang dilakukan investor. Kami juga diperas. Pemerasan dilakukan mulai sebelum pembangunan sampai saat ini. Saya yakin, setelah pembangunan selesai nanti akan ada retribusi gelap,” kata Kordinator Lapangan (Korlap) aksi Rosyid. Sementara massa aksi tetap berorasi, sejumlah perwakilan pedagang menemui anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya.
Pada komisi yang membidangi kesejahteraan rakyat (kesra) ini, pedagang berkeluh kesah terkait nasib mereka yang terus- menerus diperas oleh pengembang. Misalnya, ketika tidak membayar cicilan tepat waktu, akan dikenai denda dan bunga. Nilainya bisa mencapai ratusan juta. “Parahnya, dengan perjanjian BOT (build, operate, and transfer) pemkot selaku pemilik lahan seluas 2,7 hektare, berpotensi dirugikan. Dengan perjanjian yang berdurasi 25 tahun, pemkot hanya menerima kontribusi Rp33 miliar,” kata Ketua Kelompok Pedagang (Kompag) Pasar Turi, Syukur.
Menanggapi keluhan pedagang, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya BF Sutadi menilai, investor layaknya makelar. Dengan mengantongi perjanjian BOT, investor mengumpulkan uang dari pedagang untuk modal pembangunan. Politisi Partai Gerindra ini mendukung keinginan pedagang agar pemkot memutus kontrak. “Kami minta dokumen bukti pemerasan dari pedagang untuk kami pelajari,” tandasnya.
Lukman hakim
Pasalnya, orang pertama di Surabaya itu kemarin tidak bersedia menemui mereka saat berunjuk rasadidepanBalaiKotaSurabaya. Padahal, pedagang sudah merelakan kehilangan pendapatan hanya untuk dapat bertemu Risma, panggilan Tri Rismaharini. Sikap Risma yang tidak bersedia menemui pedagang Pasar Turi ini bukan yang pertama.
Beberapa waktulalu, saat pedagangmendatangi balai kota, mantan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu juga enggan untuk menemui. “Kami hanya ingin bertemu bu wali (Risma). Kami ingin tahu sikap dia mengenai persoalan Pasar Turi. Kapan Pasar Turi itu akan diputus kontrak dan diambil oleh Pemkot,” ujar Wakil Ketua GPPSKK Kemas A Chalim usai unjuk rasa.
Dalam unjuk rasa yang diikuti ratusan pedagang dari pasar legendaris tersebut, pedagang hanya ditemui Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya Hendro Gunawan dan Kepala Bakesbang Linmas Sumarno. Namun, pedagang yang ditemui hanya perwakilan saja. Saat pedagang mendesak Hendro Gunawan menemui pedagang yang berunjuk rasa di depan balai kota, pria yang juga mantan kepala Bappeko Surabaya itu tidak bersedia. “Saya bicara dengan kaliankalian ini kan sudah mewakili,” kata Sekkota Surabaya, Hendro Gunawan.
Keengganan wali kota dan sekkota untuk bertemu dengan pedagang, memunculkan anggapan bahwa Pemkot tidak serius dalam menyikapi Pasar Turi. Berulang kali somasi yang dilayangkan Pemkot ke pengembang Pasar Turi juga tidak berdampak apa pun. Hingga saat ini, pengembang belum menjawab somasi tersebut. “Bu wali bukannya tidak bersedia menemui kalian. Beliau sedang menerima kunjungan. Sampai detik ini tidak ada maksud kami untuk lepas tangan terhadap persoalan Pasar Turi. Bu wali tetap berkomitmen (untuk menuntaskan persoalan Pasar Turi),” kata Hendro.
Sebelum ngluruk balai kota, pedagang yang mayoritas menggunakan kaos hitam bertuliskan GPPSKK melakukan orasi di depan gedung DPRD Kota Surabaya Jalan Yos Sudarso. Mereka minta pada wakil rakyat agar memberikan rekomendasi pada Risma. Rekomendasinya, Risma harus memutus kontrak Pasar Turi dengan pengembang.
“Pedagang tertindas secara ekonomi dan fisik. Penindasan ini sebagai kejahatan terorganisir yang dilakukan investor. Kami juga diperas. Pemerasan dilakukan mulai sebelum pembangunan sampai saat ini. Saya yakin, setelah pembangunan selesai nanti akan ada retribusi gelap,” kata Kordinator Lapangan (Korlap) aksi Rosyid. Sementara massa aksi tetap berorasi, sejumlah perwakilan pedagang menemui anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya.
Pada komisi yang membidangi kesejahteraan rakyat (kesra) ini, pedagang berkeluh kesah terkait nasib mereka yang terus- menerus diperas oleh pengembang. Misalnya, ketika tidak membayar cicilan tepat waktu, akan dikenai denda dan bunga. Nilainya bisa mencapai ratusan juta. “Parahnya, dengan perjanjian BOT (build, operate, and transfer) pemkot selaku pemilik lahan seluas 2,7 hektare, berpotensi dirugikan. Dengan perjanjian yang berdurasi 25 tahun, pemkot hanya menerima kontribusi Rp33 miliar,” kata Ketua Kelompok Pedagang (Kompag) Pasar Turi, Syukur.
Menanggapi keluhan pedagang, anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya BF Sutadi menilai, investor layaknya makelar. Dengan mengantongi perjanjian BOT, investor mengumpulkan uang dari pedagang untuk modal pembangunan. Politisi Partai Gerindra ini mendukung keinginan pedagang agar pemkot memutus kontrak. “Kami minta dokumen bukti pemerasan dari pedagang untuk kami pelajari,” tandasnya.
Lukman hakim
(ars)