Zonasi Pasar Tak Jelas
A
A
A
KULONPROGO - Polemik pembangunan dan penataan Pasar Jombokan di Tawangsari Kecamatan Pengasih tidak kunjung selesai.
Sejumlah pedagang keberatan dengan kebijakan dari Disperindag dan ESDM Kulonprogo yang tidak memihak kepada pedagang. Hingga kini pembagian kios yang dibangun pada 2014 ini masih mengambang. Salah seorang pedagang, Rohmad, mengatakan, pada prinsipnya warga mendukung penataan Pasar Tawangsari.
Hal itu selaras dengan rencana pemerintah untuk menunjukkan wajah pasar, seiring adanya megaproyek dan pembangunan di selatan Kulonprogo. Pada pertemuan sebelumnya telah disepakati semuanya dilakukan secara musyawarah. Saat itu dibangun sekitar 39 kios dan akan diperuntukkan bagi pedagang lama. Termasuk satu kios akan dipakai untuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dianggap banyak membantu pedagang.
Kenyataannya, setelah pasar dibangun, tidak semua pedagang lama diberikan kesempatan yang sama. Ada satu pedagang yang tidak mendapatkan jatah. Begitu juga dengan LKM. Justru muncul dua nama baru yang sebelumnya tidak menempati kios di lokasi yang ada. “Ini sudah pertemuan keempat, tetapi Yati dan LKM belum dapat,” katanya di sela-sela pertemuan dengan Disperindag dan ESDM Ku-lonprogo di Balai Desa Tawangsari, kemarin.
Pedagang juga tidak mempermasalahkan dengan rencana penataan dengan sistem zonasi. Hanya saja zonasi yang dibuat ternyata tidak jelas dan masih ada yang campuran. Hal inilah yang membuat warga kurang sependapat dan masih menjadi tarik ulur. Jika memang zonasi tidak bisa tercapai, warga minta dikembalikan seperti semula. “Kalau tidak ada zonasi murni, pedagang minta dikembalikan seperti sebelumnya,” ujarnya.
Model campuran akan lebih memudahkan pedagang dalam melakikan interaksi jual beli. Sebab para pembeli sebagian besar sudah saling kenal dan hanya dari masyarakat sekitar. Sehingga dengan lokasi yang tersebar akan mudah untuk mencari penjual langganan dan pembelinya.
Sekretaris Disperindag ESDM Kulonprogo Supriyo Adi Bawono mengakui masih terjadi perbedaan pemahaman antara pedagang dengan dinas terkait zonasi Pasar Jombokan. Diuraikannya, pembagian zonasi seharusnya tidak kaku. Satu zonasi campuran diperuntukkan bagi pedagang yang jumlahnya tidak banyak. “Kalau ada satu pedagang seperti alat tani dicampur dengan yang lain, kanbisa,” katanya.
Supriyo tidak mau banyak memberikan keterangan terkait permasalahan dan tuntutan pedagang. Hal itu akan disampaikan kepada kepala dinas, untuk dicari solusi terbaiknya. Apalagi sudah ada lima orang pedagang yang ditunjuk untuk musyawarah lebih lanjut. “Nanti akan kami musyawarahkan lagi dengan perwakilan pedagang,” ujarnya.
Kuntadi
Sejumlah pedagang keberatan dengan kebijakan dari Disperindag dan ESDM Kulonprogo yang tidak memihak kepada pedagang. Hingga kini pembagian kios yang dibangun pada 2014 ini masih mengambang. Salah seorang pedagang, Rohmad, mengatakan, pada prinsipnya warga mendukung penataan Pasar Tawangsari.
Hal itu selaras dengan rencana pemerintah untuk menunjukkan wajah pasar, seiring adanya megaproyek dan pembangunan di selatan Kulonprogo. Pada pertemuan sebelumnya telah disepakati semuanya dilakukan secara musyawarah. Saat itu dibangun sekitar 39 kios dan akan diperuntukkan bagi pedagang lama. Termasuk satu kios akan dipakai untuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dianggap banyak membantu pedagang.
Kenyataannya, setelah pasar dibangun, tidak semua pedagang lama diberikan kesempatan yang sama. Ada satu pedagang yang tidak mendapatkan jatah. Begitu juga dengan LKM. Justru muncul dua nama baru yang sebelumnya tidak menempati kios di lokasi yang ada. “Ini sudah pertemuan keempat, tetapi Yati dan LKM belum dapat,” katanya di sela-sela pertemuan dengan Disperindag dan ESDM Ku-lonprogo di Balai Desa Tawangsari, kemarin.
Pedagang juga tidak mempermasalahkan dengan rencana penataan dengan sistem zonasi. Hanya saja zonasi yang dibuat ternyata tidak jelas dan masih ada yang campuran. Hal inilah yang membuat warga kurang sependapat dan masih menjadi tarik ulur. Jika memang zonasi tidak bisa tercapai, warga minta dikembalikan seperti semula. “Kalau tidak ada zonasi murni, pedagang minta dikembalikan seperti sebelumnya,” ujarnya.
Model campuran akan lebih memudahkan pedagang dalam melakikan interaksi jual beli. Sebab para pembeli sebagian besar sudah saling kenal dan hanya dari masyarakat sekitar. Sehingga dengan lokasi yang tersebar akan mudah untuk mencari penjual langganan dan pembelinya.
Sekretaris Disperindag ESDM Kulonprogo Supriyo Adi Bawono mengakui masih terjadi perbedaan pemahaman antara pedagang dengan dinas terkait zonasi Pasar Jombokan. Diuraikannya, pembagian zonasi seharusnya tidak kaku. Satu zonasi campuran diperuntukkan bagi pedagang yang jumlahnya tidak banyak. “Kalau ada satu pedagang seperti alat tani dicampur dengan yang lain, kanbisa,” katanya.
Supriyo tidak mau banyak memberikan keterangan terkait permasalahan dan tuntutan pedagang. Hal itu akan disampaikan kepada kepala dinas, untuk dicari solusi terbaiknya. Apalagi sudah ada lima orang pedagang yang ditunjuk untuk musyawarah lebih lanjut. “Nanti akan kami musyawarahkan lagi dengan perwakilan pedagang,” ujarnya.
Kuntadi
(ftr)