Di Bawah Bayang-bayang Narkoba

Senin, 02 Maret 2015 - 10:32 WIB
Di Bawah Bayang-bayang...
Di Bawah Bayang-bayang Narkoba
A A A
ANAK adalah generasi bangsa yang akan menentukan ke arah bangsa ke depan. Di tangan mereka kemajuan atau kemunduran suatu bangsa ditentukan. Namun, apa jadinya jika sejak dini mereka sudah kemasukan hal-hal negatif yang mampu merusak masa depan mereka.

Salah satu kondisi yang cukup memprihatinkan belakangan ini adalah masuknya obat-obatan terlarang seperti narkoba ke sekolah dasar. Mereka sudah mulai mengenal yang namanya rokok, minuman keras, bahkan sampai mengarah pada penggunaan pil koplo.

Kepala Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya, AKBP Suparti, menemukan fakta yang cukup mencengangkan dan mengejutkan. ”Saya menemukan ada anak SD yang menggunakan pil koplo, dan itu tidak diketahui guru-guru di sekolah tersebut. Ini sungguh membuat saya terkejut,” katanya.

AKBP Suparti mengatakan, belakangan ini rutin keliling ke beberapa tempat yang diduga banyak terjadi peredaran dan penggunaan narkoba. Dari sanalah dia mendapatkan fakta yang selama ini belum pernah didapatkan sebelumnya. Banyak di tempat sepi seperti kuburan yang digunakan untuk mangkal anak-anak muda untuk mengonsumsi minuman keras dan narkoba.

Masuknya narkoba di kalangan anak-anak SD ini bermula dari perkenalan mereka dengan rokok. Dari sanalah mereka lalu mengenal minuman keras selanjutnya mengarah pada penggunaan pil koplo seperti dobel L dan lainnya. Bahkan, di antara mereka juga ada yang menjadi pengedar karena dititipi kakak kelasnya.

Dari peredaran pil itu, mereka bisa mendapatkan keuntungan. ”Ini yang sangat memprihatinkan, mereka sudah kenal dengan pil koplo. Selanjutnya mereka akan kenal yang namanya inex serta sabu-sabu. Ini harus ada langkah cepat untuk mengatasinya,” ucap Suparti.

Menurut dia, para pengguna narkoba pada lini bawah ini juga sangat rentan dipengaruhi para jaringan narkoba yang ingin mengais keuntungan. Pada awalnya, mereka hanya dikenalkan pada minuman keras, kemudian meningkat ke pil dobel L, kemudian meningkat lagi pada sabu-sabu hingga heroin dan lainnya.

Pengamat Sosial dan Kriminolog Universitas Muhammadiyah Malang, Reinekso Karton, tidak memungkiri fakta tersebut. Dulu anak-anak SD diserang narkoba berbentuk permen dan saat ini mulai dimasuki dengan pil koplo.

Menurut dia, merokok sebagai pintu masuk pada anak mengarah pada penggunaan obat terlarang dan narkoba. Ini merupakan dampak dari lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia.

”Negara sering tergagap-gagap ketika ada persoalan baru dan kepolisian sudah kewalahan menangani masalah ini. Meskipun ada unit di kepolisian yang menangani narkoba kemudian ada BNN dan lain sebagainya, tetapi dalam penanganan banyak masyarakat menilai kepolisian itu teledor dan meneledorkan diri dalam kasus narkoba itu,” ungkapnya.

Di satu sisi, pengetahuan tentang narkoba hanya imajiner, baik yang dilakukan lembaga pendidikan dan keagamaan. Mereka (anak-anak) tidak pernah diajari bagaimana sesungguhnya mengamati orangorang yang kena narkoba dan rawan kena narkoba. ”Untuk itu perlu strategi khusus. Kalau hanya kampanye iklan antinarkoba itu tidak cukup,” ujarnya.

Dikatakannya, peredaran narkoba bukan hanya sekedar ada orang yang membutuhkan narkoba, tapi ada persoalan ekonomi dan pengangguran, dimana jumlahnya cukup tinggi. Dengan tingkat pengangguran itu cenderung terjadi peningkatan kasus peredaran narkoba.

Rainekso menjelaskan, anak-anak muda yang tidak punya penghasilan akan cenderung frustrasi dan arahnya bisa menjual narkoba. Selain itu, anak-anak yang menghadapi tekanan hidup juga banyak yang lari ke narkoba.

”Perlu menjadi pertimbangan, narkoba itu apakah bagian integral dari perang modern karena HIV dicurigai perang modern dan narkoba menjadi pemasok tinggi masuknya HIV di Indonesia. Ini perlu dikaji lebih mendalam, karena ini bagian dari perang modern. Dalam bukunya, Gray , disebutkan flu burung dan AIDS sebagai perang dan ini keduanya signifikan sekali,” ucap dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang ini.

Dia menegaskan ,jika anakanak berhasil dimasuki narkoba, hal itu merupakan bentuk kegagalan sosial. Hal ini bermula dari kegagalan lembaga pasar yang dalam teorinya selalu memasok masalah sosial. Untuk itu peran keluarga menjadi sangat penting bagaimana membaca gerak-gerik anak yang mengalami perubahan signifikan.

Dicap Sampah Masyarakat

Masuknya narkoba kepada anak-anak SD selalu mengalami perubahan. Dulu, anak-anak kenal narkoba ketika berada di bangku SMP. Salah satunya diungkapkan seorang mantan pengguna narkoba, Lukman Hakim, yang saat ini aktif dalam lembaga rehabilitasi narkoba.

Lukman Hakim mengenal narkoba setelah abahnya meninggal saat dia duduk di kelas dua SMP. Pengenalan narkoba tidak lepas dari lingkungannya yang dekat dengan bandar narkoba seperti ganja. Dia sempat memakai ganja hingga beberapa tahun, kemudian meningkat pil koplo dan diselingi minuman keras.

Ketika duduk di SMA, semakin menjadi bahkan saat kuliah mulai kenal inex hingga sabu-sabu. Lalu, pada tahun 2000, dia mulai kenal dengan heroin. Selang empat tahun mulai tidak terkendali. ”Semua barang dijual dan keluar dari rumah pada 2007. Keluar rumah sudah gelandangan dan barang di rumah sudah habis. Pada saat itu, dijalanan bertemu kakak dan dikirim ke Bali untuk rehab pada 2008,” ungkapnya mengisahkan.

Rehabilitasi dijalaninya selama tujuh bulan. Ketika keluar dari rehabilitasi di Bali, dia kembali ke Surabaya menjadi orang bersih. Namun, hal itu hanya berlangsung satu bulan saja, setelah itu dia kembali menggunakan narkoba. Akibatnya dia kembali terpuruk di jalanan.

Faktornya karena lingkungan. ”Setelah itu akhirnya capek, pernah hidup bersih sehingga punya inisiatif untuk bersih sendiri. Sebab, saat itu semua program rehabilitasi masih bayar, akhirnya saya menunggu sampai tiga bulan, kemudian ada program dari Kemenkes rehabilitasi gratis pada 2010, masuk dan sampai sekarang bersih,” ceritanya.

Sementara itu, Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan, sebanyak 22% pengguna narkoba di Indonesia berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Hasil survei BNN di tiaptiap universitas dan sekolah pada 2011 itu ditaksir bisa lebih besar lagi saat ini, mengingat adanya tren peningkatan pengguna narkotika.

Kepala Bagian Humas BNN, Kombes (Pol) Sumirat Dwiyanto, menyampaikan, pelajar dan mahasiswa masih menjadi kelompok rentan pengguna narkoba. Lemahnya pengawasan orang tua serta labilnya psikologi remaja membuat mereka mudah terjerumus menggunakan narkotika. ”Artinya, dari empat juta orang di Indonesia yang menyalahgunakan narkoba, 22% di antaranya merupakan anak muda yang masih duduk di bangku sekolah dan universitas,” ujarnya.

Sumirat mengatakan, umumnya pengguna yang berada di kelompok 15-20 tahun menggunakan narkotika jenis ganja dan psikotropika seperti Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Megadon. Sejak 2010-2013, tercatat ada peningkatan jumlah pelajar dan mahasiswa yang menjadi tersangka kasus narkoba.

Pada 2010 tercatat ada 531 tersangka, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2011. Setahun kemudian, terdapat 695 tersangka narkotika, dan tercatat 1.121 tersangka pada 2013. Kecenderungan yang sama juga terlihat pada data tersangka narkoba berstatus mahasiswa.

Pada 2010, terdata ada 515 tersangka, dan terus naik menjadi 607 tersangka pada 2011. Setahun kemudian, tercatat 709 tersangka, dan 857 tersangka di tahun 2013. Sebagian besar pelajar dan mahasiswa yang terjerat UU Narkotika, merupakan konsumen atau pengguna. Pada 2011 BNN juga melakukan survei nasional perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada kelompok pelajar dan mahasiswa.

Dari penelitian di 16 provinsi di Tanah Air, ditemukan 2,6 % siswa SLTP sederajat pernah menggunakan narkoba, dan 4,7% siswa SMA terdata pernah memakai barang haram itu. Sementara untuk perguruan tinggi, ada 7,7% mahasiswa yang pernah mencoba narkoba.

Lutfi yuhandi
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8570 seconds (0.1#10.140)