Pemkot Pasang Alat Deteksi Parkir
A
A
A
SURABAYA - Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya akan memasang alat pendeteksi kendaraan parkir guna mengurangi risiko kecurangan yang dilakukan pengelola parkir, baik itu di mal ataupun gedung komersial.
Alat ini direncanakan sudah terpasang di beberapa mal pada April mendatang. Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya, Yusron Sumartono mengatakan, sudah memesan alat pendeteksi kendaraan parkir ke vendor.
Untuk sementara ini pemesanan baru sekitar 50 unit dan akan dipasang April nanti.
Diakuinya, selama ini pihaknya hanya sebatas menerima setoran dari pengelola parkir gedung. Artinya, pemkot hanya bersifat pasif sehingga tidak tahu berapa banyak kendaraan parkir karena yang tahu adalah pengelola parkir. “Selama ini kami menerima setoran pajak parkir sebesar 20% bruto dari hasil parkir yang didapat pengelola gedung.
Kami tidak terlibat sampai mendalam seperti menghitung berapa banyak kendaraan parkir karena semuanya diserahkan sepenuhnya ke pengelola parkir,” katanya. Terkait potensi kebocoran pajak parkir, ujarnya, pihaknya selama ini belum bisa berbuat banyak. Selain tidak ada alat pendeteksi, wajib pajak hanya diimbau untuk sadar membayar pajak parkir sesuai dengan yang disepakati bersama. Penghitungan pajak parkir didasarkan pada self-assessment.
Artinya, wajib pajak menghitung sendiri serta membayar pajak sendiri. Dengan kata lain, semua bergantung pada tingkat kepercayaan terhadap wajib pajak. “Dengan dipasangnya alat pendeteksi, maka akan terekam dan terhitung berapa banyak kendaraan parkir di gedung. Alat tersebut akan dipasang di pintu masuk gedung. Semisal gedung mal memiliki pintu masuk 3 unit, maka pihaknya akan memasang 3 unit alat pendeteksi di sana,” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk sementara alat itu akan dipasang di parkir mal. Sebab kendaraan yang paling banyak parkir adalah di pusat perbelanjaan. Setelah itu, akan dipasang di halaman parkir hotel, restoran, kafe , dan gedung komersial lainnya. Soal ada pusat perbelanjaan yang membebaskan pengunjung bebas biaya parkir, menurut dia, tidak ada masalah. Sebab pihak manajemen pusat perbelanjaan tersebut tetap harus membayar pajak parkir ke pemkot sesuai dengan kesepakatan.
“Dengan ada alat pendeteksi parkir ini, kami optimistis target pajak parkir tahun ini akan tercapai, yakni sebesar Rp80 miliar,” ujarnya. Komisi B DPRD Kota Surabaya menyoroti naiknya tarif parkir di sejumlah pusat perbelanjaan. Sejak awal tahun ini, hampir semua mal menaikkan harga parkir kendaraannya.
Untuk mobil Rp6.000, sedangkan sepeda motor Rp3.000. Bahkan untuk parkir valleysampai Rp50.000. Menurut komisi bidang perekonomian ini, kenaikan tarif parkir itu melanggar batas maksimum tarif parkir sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 4/2011 tentang Pajak Daerah.
“Seharusnya tarif maksimum parkir untuk mobil itu Rp3.000. Sekarang kondisi ini sudah melebihi ambang maksimal. Tentu ini merupakan pelanggaran,” kata Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, Mazlan Mansur. Politikus asal PKB ini mengatakan, dalam Perda tentang Pajak Daerah, juga ditentukan besaran nilai valley. Namun, praktik di lapangan tarifnya dua kali lipat.
Dia menilai, banyak mal yang salah kaprah dalam penggunaan lahan parkir valley. Misalnya, valley seharusnya lahan ada di atas gedung, tapi sekarang ada di depan gedung dekat dari penurunan penumpang. Oleh sebab itu, pihaknya ingin pemkot tegas menyikapi pelanggaran perda ini. “Sekarang ini terjadi pelanggaran dan seharusnya ada penertiban. Tapi, untuk revisi perda masih belum bisa karena perda soal pajak daerah ini belum dimasukkan ke prolegda,” tuturnya.
Lukman hakim
Alat ini direncanakan sudah terpasang di beberapa mal pada April mendatang. Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya, Yusron Sumartono mengatakan, sudah memesan alat pendeteksi kendaraan parkir ke vendor.
Untuk sementara ini pemesanan baru sekitar 50 unit dan akan dipasang April nanti.
Diakuinya, selama ini pihaknya hanya sebatas menerima setoran dari pengelola parkir gedung. Artinya, pemkot hanya bersifat pasif sehingga tidak tahu berapa banyak kendaraan parkir karena yang tahu adalah pengelola parkir. “Selama ini kami menerima setoran pajak parkir sebesar 20% bruto dari hasil parkir yang didapat pengelola gedung.
Kami tidak terlibat sampai mendalam seperti menghitung berapa banyak kendaraan parkir karena semuanya diserahkan sepenuhnya ke pengelola parkir,” katanya. Terkait potensi kebocoran pajak parkir, ujarnya, pihaknya selama ini belum bisa berbuat banyak. Selain tidak ada alat pendeteksi, wajib pajak hanya diimbau untuk sadar membayar pajak parkir sesuai dengan yang disepakati bersama. Penghitungan pajak parkir didasarkan pada self-assessment.
Artinya, wajib pajak menghitung sendiri serta membayar pajak sendiri. Dengan kata lain, semua bergantung pada tingkat kepercayaan terhadap wajib pajak. “Dengan dipasangnya alat pendeteksi, maka akan terekam dan terhitung berapa banyak kendaraan parkir di gedung. Alat tersebut akan dipasang di pintu masuk gedung. Semisal gedung mal memiliki pintu masuk 3 unit, maka pihaknya akan memasang 3 unit alat pendeteksi di sana,” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk sementara alat itu akan dipasang di parkir mal. Sebab kendaraan yang paling banyak parkir adalah di pusat perbelanjaan. Setelah itu, akan dipasang di halaman parkir hotel, restoran, kafe , dan gedung komersial lainnya. Soal ada pusat perbelanjaan yang membebaskan pengunjung bebas biaya parkir, menurut dia, tidak ada masalah. Sebab pihak manajemen pusat perbelanjaan tersebut tetap harus membayar pajak parkir ke pemkot sesuai dengan kesepakatan.
“Dengan ada alat pendeteksi parkir ini, kami optimistis target pajak parkir tahun ini akan tercapai, yakni sebesar Rp80 miliar,” ujarnya. Komisi B DPRD Kota Surabaya menyoroti naiknya tarif parkir di sejumlah pusat perbelanjaan. Sejak awal tahun ini, hampir semua mal menaikkan harga parkir kendaraannya.
Untuk mobil Rp6.000, sedangkan sepeda motor Rp3.000. Bahkan untuk parkir valleysampai Rp50.000. Menurut komisi bidang perekonomian ini, kenaikan tarif parkir itu melanggar batas maksimum tarif parkir sebagaimana tertuang dalam Perda Nomor 4/2011 tentang Pajak Daerah.
“Seharusnya tarif maksimum parkir untuk mobil itu Rp3.000. Sekarang kondisi ini sudah melebihi ambang maksimal. Tentu ini merupakan pelanggaran,” kata Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, Mazlan Mansur. Politikus asal PKB ini mengatakan, dalam Perda tentang Pajak Daerah, juga ditentukan besaran nilai valley. Namun, praktik di lapangan tarifnya dua kali lipat.
Dia menilai, banyak mal yang salah kaprah dalam penggunaan lahan parkir valley. Misalnya, valley seharusnya lahan ada di atas gedung, tapi sekarang ada di depan gedung dekat dari penurunan penumpang. Oleh sebab itu, pihaknya ingin pemkot tegas menyikapi pelanggaran perda ini. “Sekarang ini terjadi pelanggaran dan seharusnya ada penertiban. Tapi, untuk revisi perda masih belum bisa karena perda soal pajak daerah ini belum dimasukkan ke prolegda,” tuturnya.
Lukman hakim
(ars)