Polisi Tes Kejiwaan Pembunuh Anak
A
A
A
MALANG - Peristiwa tewas Kasih Ramadani, 7, akibat disiksa oleh ayah kandungnya, Deni 32, terus didalami penyidik Polres Malang. Penyidik segera memeriksa kondisi kejiwaan warga Dusun Lowokdoro RT 6/RW 4 Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang.
Pemeriksaan ini dianggap penting karena dalam kondisi normal, perilaku Deni dinilai di luar kewajaran. Betapa tidak, pria yang sehari-hari menjadi petani tega menghajar anak kandungnya yang baru berumur tujuh tahun hingga tewas.
Persoalan pemicu pun tergolong sepele, yakni Kasih bertengkar dengan sang kakak, Dina Marselina, 8. Mereka berebut baju oleh-oleh dari Yogyakarta yang diberikan pasangan Eko Hendro dan Nuraini, adik tersangka. “Kami segera memeriksa kondisi kejiwaan tersangka,” ujar Kanit PPA Polres Malang, Iptu Sutiyo saat gelar kasus di Mapolres Malang, kemarin.
Sutiyo mengungkapkan, tersangka telah berpisah dengan istrinya, Wati, sejak setahun lalu. Ibu dari Kasih dan Dina itu kini kembali ke asalnya di Sulawesi. Sebelumnya, Deni dan Wati sempat merantau ke Kalimantan Timur untuk berjualan mainan anak. Saat mahligai rumah tangga mereka pecah, kedua anak ikut Deni kembali ke Malang.
“Setelah kami lakukan penyelidikan tersangka mengaku kalap sehingga memukul anaknya hingga tewas. Bisa jadi kekalutan tersangka karena persoalan rumah tangga yang menderanya,” ujar Sutiyo.
Dijelaskan tersangka Deni kalap dan membunuh anaknya adalah pengaduan adik ipar tersangka bernama Eko Hendro. Saat itu, lanjut Sutiyo, tersangka yang baru pulang dari sawah mendapat laporan dari Eko bahwa korban dan kakaknya, Dina, berebutan baju.
Menurut Sutiyo, bermula dari laporan Eko, tersangka memanggil dua anaknya hasil perkawinan dengan mantan istrinya, Wati. Kepada Dina sang kakak, tersangka hanya memukul satu kali menggunakan bambu kering berdiameter 3 sentimeter dengan panjang 1 meter.
Tragisnya kepada Kasih, tersangka memukul lebih dari 20 kali hingga bambu patah menjadi tiga bagian. Meski anaknya merintih kesakitan, tapi tersangka bukan menghentikan perbuatannya melainkan makin kalap. Akibatnya, sekujur tubuh korban lebam.
Tragisnya, berselang beberapa saat korban meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah neneknya di Dusun Lowokdoro RT 6/RW 4 Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Sebelum tewas, korban sempat meminta maaf kepada tersangka dan kakaknya, Dina. Dia bahkan masih sadar dan membersihkan wajahnya di kamar mandi dan minta dipangku ayahnya.
Dalam perjalanan menuju nenek (rumah) orang tua tersangka, korban masih sempat meminta ice cream kepadatersangka, tapi tidak sempat dilayani. Tersangka sendiri tidak menyangka jika anaknya meninggal saat dalam perjalanan. Dia baru sadar dan tahu ketika anaknya di bawah rumah sakit untuk mendapat pertolongan medis.
Saat menjalani pemeriksaan di ruang Perlindungan Anak Polres Malang, tersangka mengaku tidak sengaja membunuh anaknya. Dia emosi lantaran pulang dari sawah dalam keadaan lapar mendapat laporan dua anaknya ribut garagara rebutan baju. “Saya khilaf dan menyesali apa yang telah terjadi. Karena itu, saya pasrah dihukum berat untuk menebusi dosa anak saya,” ujarnya dengan suara menahan tangis.
Atas tindakan ini tersangka diancam pidana penjara selama 15 tahun. Tersangka yang hanya tamat SMP ini dinilai melanggar Pasal 44 ayat (1) dan (3) UU Perlindungan Perempuan Anak.
Yosef naiobe
Pemeriksaan ini dianggap penting karena dalam kondisi normal, perilaku Deni dinilai di luar kewajaran. Betapa tidak, pria yang sehari-hari menjadi petani tega menghajar anak kandungnya yang baru berumur tujuh tahun hingga tewas.
Persoalan pemicu pun tergolong sepele, yakni Kasih bertengkar dengan sang kakak, Dina Marselina, 8. Mereka berebut baju oleh-oleh dari Yogyakarta yang diberikan pasangan Eko Hendro dan Nuraini, adik tersangka. “Kami segera memeriksa kondisi kejiwaan tersangka,” ujar Kanit PPA Polres Malang, Iptu Sutiyo saat gelar kasus di Mapolres Malang, kemarin.
Sutiyo mengungkapkan, tersangka telah berpisah dengan istrinya, Wati, sejak setahun lalu. Ibu dari Kasih dan Dina itu kini kembali ke asalnya di Sulawesi. Sebelumnya, Deni dan Wati sempat merantau ke Kalimantan Timur untuk berjualan mainan anak. Saat mahligai rumah tangga mereka pecah, kedua anak ikut Deni kembali ke Malang.
“Setelah kami lakukan penyelidikan tersangka mengaku kalap sehingga memukul anaknya hingga tewas. Bisa jadi kekalutan tersangka karena persoalan rumah tangga yang menderanya,” ujar Sutiyo.
Dijelaskan tersangka Deni kalap dan membunuh anaknya adalah pengaduan adik ipar tersangka bernama Eko Hendro. Saat itu, lanjut Sutiyo, tersangka yang baru pulang dari sawah mendapat laporan dari Eko bahwa korban dan kakaknya, Dina, berebutan baju.
Menurut Sutiyo, bermula dari laporan Eko, tersangka memanggil dua anaknya hasil perkawinan dengan mantan istrinya, Wati. Kepada Dina sang kakak, tersangka hanya memukul satu kali menggunakan bambu kering berdiameter 3 sentimeter dengan panjang 1 meter.
Tragisnya kepada Kasih, tersangka memukul lebih dari 20 kali hingga bambu patah menjadi tiga bagian. Meski anaknya merintih kesakitan, tapi tersangka bukan menghentikan perbuatannya melainkan makin kalap. Akibatnya, sekujur tubuh korban lebam.
Tragisnya, berselang beberapa saat korban meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah neneknya di Dusun Lowokdoro RT 6/RW 4 Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Sebelum tewas, korban sempat meminta maaf kepada tersangka dan kakaknya, Dina. Dia bahkan masih sadar dan membersihkan wajahnya di kamar mandi dan minta dipangku ayahnya.
Dalam perjalanan menuju nenek (rumah) orang tua tersangka, korban masih sempat meminta ice cream kepadatersangka, tapi tidak sempat dilayani. Tersangka sendiri tidak menyangka jika anaknya meninggal saat dalam perjalanan. Dia baru sadar dan tahu ketika anaknya di bawah rumah sakit untuk mendapat pertolongan medis.
Saat menjalani pemeriksaan di ruang Perlindungan Anak Polres Malang, tersangka mengaku tidak sengaja membunuh anaknya. Dia emosi lantaran pulang dari sawah dalam keadaan lapar mendapat laporan dua anaknya ribut garagara rebutan baju. “Saya khilaf dan menyesali apa yang telah terjadi. Karena itu, saya pasrah dihukum berat untuk menebusi dosa anak saya,” ujarnya dengan suara menahan tangis.
Atas tindakan ini tersangka diancam pidana penjara selama 15 tahun. Tersangka yang hanya tamat SMP ini dinilai melanggar Pasal 44 ayat (1) dan (3) UU Perlindungan Perempuan Anak.
Yosef naiobe
(ftr)