Pengacara Mbah Harso Anggap Tuntutan Jaksa Janggal
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Sidang dugaan perusakan hutan yang menyeret petani penggarap lahan Balai Konservasi dan Sumber Da ya Alam (BKSDA) Paliyan, Harso Taruno dilanjutkan dengan pembacaan pembelaan melalui kuasa hukum, kemarin.
Dalam pledoi sejumlah 36 lembar, pengacara Mbah Harso menganggap ada kejanggalan dalam tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut umum. Tim kuasa hukum terdakwa, M Zaki Sierrad menganggap, sejak awal pemeriksaan upaya pemaksaan mulai dilakukan. Untuk penetapan status tersangka, penyidik juga tidak melampiri dengan dua alat bukti permulaan yang kuat.
Semua hanya berpedoman dengan pengakuan Harso Taruno, yang diduga kuat terjadi pemaksaan. “Tidak ada saksi-saksi yang melihat Harso Taruno melakukan perusakan hutan,” katanya. Tidak hanya itu, jaksa juga memaksakan dakwaan dengan pengakuan di luar sidang.
Dengan demikian, semua fakta persidangan tidak digunakan sebagai bahan pertimbangan. “Bukti petunjuknya juga abstrak. Ditambah lagi ada pasal di luar dakwan yang justru dimasukkan yaitu Pasal 33 ayat 1 UU No 5/1990, ini tidak ada dalam dakwaan,” bebernya.
Dengan banyaknya kejanggalan dan pemaksaan kasus ini, dia berharap majelis hakim bisa membebaskan kliennya dari segala tuntutan hukum. Mengembalikan nama baik Harso Taruno serta membebankan semua biaya perkara kepada negara. Setelah mendengarkan pembelaan terdakwa, majelis hakim yang diketahui Yamti Agustina dengan hakim anggota Agung Budi Setiawan serta Nataline Setyawati langsung mempersilakan JPU memberikan tanggapan atau replik.
“Pembacaan dakwaan sudah kami dengar, sekarang bagaimana dengan JPU,” ucap Yamti Agustina. Dengan pembacaan tersebut, JPU Kejari Wonosri Vivit Is wanto mengaku, meminta waktu satu pekan untuk menyusun tanggapan atau jawaban atas pleidoi tersebut. “Kami meminta waktu satu pekan ke depan,” katanya.
Suharjono
Dalam pledoi sejumlah 36 lembar, pengacara Mbah Harso menganggap ada kejanggalan dalam tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut umum. Tim kuasa hukum terdakwa, M Zaki Sierrad menganggap, sejak awal pemeriksaan upaya pemaksaan mulai dilakukan. Untuk penetapan status tersangka, penyidik juga tidak melampiri dengan dua alat bukti permulaan yang kuat.
Semua hanya berpedoman dengan pengakuan Harso Taruno, yang diduga kuat terjadi pemaksaan. “Tidak ada saksi-saksi yang melihat Harso Taruno melakukan perusakan hutan,” katanya. Tidak hanya itu, jaksa juga memaksakan dakwaan dengan pengakuan di luar sidang.
Dengan demikian, semua fakta persidangan tidak digunakan sebagai bahan pertimbangan. “Bukti petunjuknya juga abstrak. Ditambah lagi ada pasal di luar dakwan yang justru dimasukkan yaitu Pasal 33 ayat 1 UU No 5/1990, ini tidak ada dalam dakwaan,” bebernya.
Dengan banyaknya kejanggalan dan pemaksaan kasus ini, dia berharap majelis hakim bisa membebaskan kliennya dari segala tuntutan hukum. Mengembalikan nama baik Harso Taruno serta membebankan semua biaya perkara kepada negara. Setelah mendengarkan pembelaan terdakwa, majelis hakim yang diketahui Yamti Agustina dengan hakim anggota Agung Budi Setiawan serta Nataline Setyawati langsung mempersilakan JPU memberikan tanggapan atau replik.
“Pembacaan dakwaan sudah kami dengar, sekarang bagaimana dengan JPU,” ucap Yamti Agustina. Dengan pembacaan tersebut, JPU Kejari Wonosri Vivit Is wanto mengaku, meminta waktu satu pekan untuk menyusun tanggapan atau jawaban atas pleidoi tersebut. “Kami meminta waktu satu pekan ke depan,” katanya.
Suharjono
(bhr)