DPR Desak Pertamina Beli Bioetanol PTPN X
A
A
A
MOJOKERTO - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Pertamina untuk membeli bioetanol hasil produksi PT Perkebunan Nusantara (PT PN X).
Pemesanan bioetanol oleh Pertamina akan mendorong keberadaan tenaga alternatif di Indonesia. Pemanfaatan Bioetanol sudah sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM 25/2013 tertanggal 28 Agustus 2013 tentang Penyediaan Pemanfaatan dan Tata Niaga BBN untuk tiga sektor, yaitu transportasi public service obligation (PSO), transportasi non-PSO, dan industrikomersial. Peraturan menteri itu mewajibkan pencampuran (blending) 2% bioetanol ke bahan bakar minyak (BBM).
“Kami sudah berkoordinasi dengan Komisi VII yang membidangi persoalan energi untuk meminta Kementerian ESDM agar menerapkan mandatory biofuel secara konsisten. Kami juga menyurati Pertamina untuk membeli bioetanol lokal produksi BUMN sendiri,” kata anggota Komisi VI DPR RI Abdul Wachid saat meninjau pabrik bioetanol milik PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Mojokerto, kemarin. PT PN X mempunyai pabrik bioetanol yang terintegrasi dengan Pabrik Gula Gempolkrep di Mojokerto, Jawa Timur.
Bioetanol PT PN X sudah berkualitas tinggi dengan tingkat kemurnian hingga 99,5 % yang sangat ramah lingkungan dan memiliki angka oktan tinggi, yaitu RON (Research Octane Number) 117. Kapasitas produksi pabrik bioetanol itu mencapai 30.000 kiloliter per tahun. Bioetanol diolah dari limbah cair tebu alias tetes tebu (molasses). Sekitar 120.000 ton tetes tebu untuk bahan baku bioetanol disuplai dari pabrik gula milik PTPN X.
Bieotanol sendiri merupakan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang ramah lingkungan. Bioetanol juga relatif tidak membawa polutan, kecuali CO2 dan air. Abdul Wachid menjelaskan, pengembangan energi terbarukan khususnya bioetanol menjadi wilayah lintas kementerian, yaitu Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN. BUMN yang terlibat adalah Pertamina sebagai pembeli yang akan mencampur bioetanol ke BBM.
Selain itu, ada BUMN penjual seperti PT PN X yang merupakan induk usaha Enero. Abdul Wachid menjelaskan, ada aturan subsidi Rp3000 per liter untuk bioetanol yang sudah disetujui DPR. Namun, kebijakan itu tidak akan efektif jika Pertamina tidak membeli bioetanol lokal. “Saya menyesalkan bioetanol lokal tidak laku, malah diekspor ke Filipina dan Singapura. Dengan penerapan mandatory yang konsisten, Pertamina mesti membeli bioetanol lokal,” ujarnya.
DPR juga mendorong agar pabrik gula tidak hanya menghasilkan gula, tapi terintegrasi dengan memproduksi produk samping lain seperti bioetanol. “Seperti di Brasil, pabrik gula sudah terintegrasi. Integrasi juga untuk meningkatkan pendapatan petani karena petani bisa mendapatkan nilai tambah dari penjualan tetes tebu dengan harga baik ketika akan diolah menjadi bioetanol,” papar Abdul Wachid.
Dirut PTPN X Subiyono mengatakan, industri gula harus didorong terintegrasi untuk mengoptimalkan produk hilir seperti bioetanol.
Arief ardliyanto
Pemesanan bioetanol oleh Pertamina akan mendorong keberadaan tenaga alternatif di Indonesia. Pemanfaatan Bioetanol sudah sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM 25/2013 tertanggal 28 Agustus 2013 tentang Penyediaan Pemanfaatan dan Tata Niaga BBN untuk tiga sektor, yaitu transportasi public service obligation (PSO), transportasi non-PSO, dan industrikomersial. Peraturan menteri itu mewajibkan pencampuran (blending) 2% bioetanol ke bahan bakar minyak (BBM).
“Kami sudah berkoordinasi dengan Komisi VII yang membidangi persoalan energi untuk meminta Kementerian ESDM agar menerapkan mandatory biofuel secara konsisten. Kami juga menyurati Pertamina untuk membeli bioetanol lokal produksi BUMN sendiri,” kata anggota Komisi VI DPR RI Abdul Wachid saat meninjau pabrik bioetanol milik PT Energi Agro Nusantara (Enero) di Mojokerto, kemarin. PT PN X mempunyai pabrik bioetanol yang terintegrasi dengan Pabrik Gula Gempolkrep di Mojokerto, Jawa Timur.
Bioetanol PT PN X sudah berkualitas tinggi dengan tingkat kemurnian hingga 99,5 % yang sangat ramah lingkungan dan memiliki angka oktan tinggi, yaitu RON (Research Octane Number) 117. Kapasitas produksi pabrik bioetanol itu mencapai 30.000 kiloliter per tahun. Bioetanol diolah dari limbah cair tebu alias tetes tebu (molasses). Sekitar 120.000 ton tetes tebu untuk bahan baku bioetanol disuplai dari pabrik gula milik PTPN X.
Bieotanol sendiri merupakan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang ramah lingkungan. Bioetanol juga relatif tidak membawa polutan, kecuali CO2 dan air. Abdul Wachid menjelaskan, pengembangan energi terbarukan khususnya bioetanol menjadi wilayah lintas kementerian, yaitu Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN. BUMN yang terlibat adalah Pertamina sebagai pembeli yang akan mencampur bioetanol ke BBM.
Selain itu, ada BUMN penjual seperti PT PN X yang merupakan induk usaha Enero. Abdul Wachid menjelaskan, ada aturan subsidi Rp3000 per liter untuk bioetanol yang sudah disetujui DPR. Namun, kebijakan itu tidak akan efektif jika Pertamina tidak membeli bioetanol lokal. “Saya menyesalkan bioetanol lokal tidak laku, malah diekspor ke Filipina dan Singapura. Dengan penerapan mandatory yang konsisten, Pertamina mesti membeli bioetanol lokal,” ujarnya.
DPR juga mendorong agar pabrik gula tidak hanya menghasilkan gula, tapi terintegrasi dengan memproduksi produk samping lain seperti bioetanol. “Seperti di Brasil, pabrik gula sudah terintegrasi. Integrasi juga untuk meningkatkan pendapatan petani karena petani bisa mendapatkan nilai tambah dari penjualan tetes tebu dengan harga baik ketika akan diolah menjadi bioetanol,” papar Abdul Wachid.
Dirut PTPN X Subiyono mengatakan, industri gula harus didorong terintegrasi untuk mengoptimalkan produk hilir seperti bioetanol.
Arief ardliyanto
(ars)