Risma Harus Membuka Diri dengan Parpol
A
A
A
SURABAYA - Pengamat politik yang juga Ketua Yayasan Bangun Indonesia Agus Mahfudz Fauzi menilai, popularitas Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akan turun jika tidak diantisipasi, karena hingga kini masih enggan membuka diri dengan parpol jelang Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2015.
“Sikap yang ditunjukkan Risma panggilan akrab Tri Rismahaniri saat ini bisa merugikan dirinya sendiri. Jika terus menerus bersikap malu-malu, bukan tidak mungkin akan mengurangi elektabilitas dan popularitasnya,” kata Agus Mahfudz yang juga mantan komisioner KPU Jatim saat acara Sarasehan Mencari Sosok Pemimpin Surabaya 2015-2020, kemarin.
Selain itu, kata dia, sikap Risma bisa memicu kekecewaan banyak elemen, terutama parpol di Surabaya. Bisa jadi politisi atau tokoh yang selama ini tidak memiliki popularitas akan mengalahkan Risma. “Kalau malu-malu terus akan disalip di tikungan oleh politisi lainnya,” katanya.
Konsultan politik ini menyatakan, secara prinsip pemimpin yang dibutuhkan adalah orangorang yang bisa membaca peta di lapangan. Dia tidak menyarankan Risma maju melalui jalur perseorangan sebab pertarungan politik yang akan dilalui akan semakin terjal.
Bila terpilih sebagai wali kota, kata dia, potensi konflik cukup besar. Bisa jadi semua parpol akan bersatu untuk melawan. “Risma kalau terpilih akan menjadi bulan-bulanan partai. Selainitu, ketikaakanmengesahkan APBD hampir bisa dipastikantidakakanmulus,” katanya.
Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Dr. Sujarwo yang juga menjadi pembicara menyarankan, agar masyarakat Surabaya memilih calon pemimpin memiliki kompetensi yang bagus.
“Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan membaca kondisi lapangan, piawai memaksimalkan potensi daerah, dan jeli memediasi setiap konflik. Tentu juga harus pemimpin yang bertakwa,” ucapnya.
Dia menegaskan, semua orang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, tapi tidak semua bisa melakukan regenerasi kepemimpinan. Seorang pemimpin mampu menyiapkan kader sebagai penerus. “Yang tidak kalah penting mampu menjadi pengayom bagi masyarakat. Pemimpin itu bukan ditakuti, tapi disegani,” katanya.
Hanya dia tidak berani menilai apakah Risma sudah memenuhi kriteria itu. Dia berdalih sebagai akademisi harus berdiri di tengah-tengah. “Saya di tengah- tengah, saya ini netral, mohon maaf saya tidak berani menilai,” katanya.
Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Surabaya Jamhadi menyatakan, Surabaya membutuhkan pemimpin yang mampu meningkatkan daya saing kota dan mengangkat kesejahteraan rakyatnya. Kesejahteraan masyarakat bisa dilihat dari daya beli.
Selama lima tahun kepemimpinan Risma, daya beli warga Surabaya menunjukkan angka stagnan. Bahkan, neraca perdagangan Surabaya setiap tahun terus melorot. “Wali kota harus memiliki tata kelola pemerintahan yang baik. Tidak sekadar dirinya yang baik,” katanya.
Menurutnya, Surabaya tidak bisa dibangun oleh walikota, tapi perlu dukungan dari masyarakat dan stakeholder. Karena itu, komunikasi politik seorang wali kota mutlak diperlukan.
Ihya ulumuddin/ant
“Sikap yang ditunjukkan Risma panggilan akrab Tri Rismahaniri saat ini bisa merugikan dirinya sendiri. Jika terus menerus bersikap malu-malu, bukan tidak mungkin akan mengurangi elektabilitas dan popularitasnya,” kata Agus Mahfudz yang juga mantan komisioner KPU Jatim saat acara Sarasehan Mencari Sosok Pemimpin Surabaya 2015-2020, kemarin.
Selain itu, kata dia, sikap Risma bisa memicu kekecewaan banyak elemen, terutama parpol di Surabaya. Bisa jadi politisi atau tokoh yang selama ini tidak memiliki popularitas akan mengalahkan Risma. “Kalau malu-malu terus akan disalip di tikungan oleh politisi lainnya,” katanya.
Konsultan politik ini menyatakan, secara prinsip pemimpin yang dibutuhkan adalah orangorang yang bisa membaca peta di lapangan. Dia tidak menyarankan Risma maju melalui jalur perseorangan sebab pertarungan politik yang akan dilalui akan semakin terjal.
Bila terpilih sebagai wali kota, kata dia, potensi konflik cukup besar. Bisa jadi semua parpol akan bersatu untuk melawan. “Risma kalau terpilih akan menjadi bulan-bulanan partai. Selainitu, ketikaakanmengesahkan APBD hampir bisa dipastikantidakakanmulus,” katanya.
Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Dr. Sujarwo yang juga menjadi pembicara menyarankan, agar masyarakat Surabaya memilih calon pemimpin memiliki kompetensi yang bagus.
“Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan membaca kondisi lapangan, piawai memaksimalkan potensi daerah, dan jeli memediasi setiap konflik. Tentu juga harus pemimpin yang bertakwa,” ucapnya.
Dia menegaskan, semua orang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin, tapi tidak semua bisa melakukan regenerasi kepemimpinan. Seorang pemimpin mampu menyiapkan kader sebagai penerus. “Yang tidak kalah penting mampu menjadi pengayom bagi masyarakat. Pemimpin itu bukan ditakuti, tapi disegani,” katanya.
Hanya dia tidak berani menilai apakah Risma sudah memenuhi kriteria itu. Dia berdalih sebagai akademisi harus berdiri di tengah-tengah. “Saya di tengah- tengah, saya ini netral, mohon maaf saya tidak berani menilai,” katanya.
Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Surabaya Jamhadi menyatakan, Surabaya membutuhkan pemimpin yang mampu meningkatkan daya saing kota dan mengangkat kesejahteraan rakyatnya. Kesejahteraan masyarakat bisa dilihat dari daya beli.
Selama lima tahun kepemimpinan Risma, daya beli warga Surabaya menunjukkan angka stagnan. Bahkan, neraca perdagangan Surabaya setiap tahun terus melorot. “Wali kota harus memiliki tata kelola pemerintahan yang baik. Tidak sekadar dirinya yang baik,” katanya.
Menurutnya, Surabaya tidak bisa dibangun oleh walikota, tapi perlu dukungan dari masyarakat dan stakeholder. Karena itu, komunikasi politik seorang wali kota mutlak diperlukan.
Ihya ulumuddin/ant
(ftr)