Foto Asusila Dua Siswi SMP Gegerkan Gunungkidul
A
A
A
GUNUNGKIDUL - Foto-foto asusila dua siswi salah satu SMP di Kota Wonosari membuat geger warga Gunungkidul karena sudah banyak beredar melalui media ponsel dan dunia maya.
Sebuah foto selfi salah satu siswa yang diduga berinisial S, di dalam kamar yang menunjukkan auratnya banyak dimiliki pengguna telepon seluler di Kota Wonosari.
Selain itu, sebuah pose asusila siswa yang diduga berinisial M menggunakan kamera ponsel dengan menggunakan tongsis juga beredar dalam waktu bersamaan.
Tanto (28) salah satu warga Desa Baleharjo mengungkapkan dua foto asusila tersebut didapatkannya dari telepon seluler milik temannya.
Dia pun sangat yakin dengan dua pemeran foto tersebut." Itu memang foto siswa SMP di Wonosari," ungkapnya kepada wartawan, Minggu (1/2/2015).
Meski demikian, dia tidak mengetahui siapa penyebar foto tersebut. Bahkan kini, hampir semua remaja dan anak muda, memiliki file foto gadis SMP tersebut.
Tanto menegaskan, kedua foto asusila tersebut mulai beredar di kalangan masyarakat sejak Jumat 30 Januari 2015 lalu. Foto tersebut menyebar melalui media handphone milik warga.
“Saya dapat kiriman foto itu dari teman-teman, katanya mereka juga baru mendapatkannya," timpalnya.
Menyebarnya foto pelajar asusila ini juga ditanggapi Manajer Divisi Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi LSM Rifka Annisa, M Thontowi.
Diakuinya, kasus foto asusila yang dilakukan oleh pelajar di Gunungkidul bukan hanya sekali ini saja. Namun kasus ini sudah berkali-kali terjadi.
"Gunungkidul menurut saya sudah darurat. Semua pihak harus bertanggung jawab terhadap kasus ini,” ungkapnya.
Menurutnya, kasus foto asusila dipengaruhi banyak faktor. Mulai dari pola pengasuhan keluarga yang keliru sehingga orangtua tidak peka terhadap pergaulan anak-anaknya, sikap acuh tak acuh masyarakat, hingga penyalahgunaan teknologi.
"Akibatnya, mereka terjerumus ke hal-hal negatif. Inilah yang harus dicarikan solusi bersama," paparnya.
Hal senada juga disampailkan Psikiater RSUD Wonosari Ida Rochmawaty. Menurutnya pelaku, dalam hal ini harus benar-benar mendapatkan pendampingan.
Jangan sampai justru langsung disalahkan dan membuat stigma negatif. "Karena bisa jadi dia adalah korban," kata Ida.
Untuk itu dia berharap peran orang tua benar benar menjadikan anak bisa bergaul namun tetap dalam pengawasan.
"Orang tua selain menjadi orang tua sendiri juga seyogyanya bisa menjadi teman bagi anak anaknya," lanjutnya.
Selain itu kata Ida, gerakan bersama baik dari pemerintah, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan orang tua juga perlu dilakukan.
Sebuah foto selfi salah satu siswa yang diduga berinisial S, di dalam kamar yang menunjukkan auratnya banyak dimiliki pengguna telepon seluler di Kota Wonosari.
Selain itu, sebuah pose asusila siswa yang diduga berinisial M menggunakan kamera ponsel dengan menggunakan tongsis juga beredar dalam waktu bersamaan.
Tanto (28) salah satu warga Desa Baleharjo mengungkapkan dua foto asusila tersebut didapatkannya dari telepon seluler milik temannya.
Dia pun sangat yakin dengan dua pemeran foto tersebut." Itu memang foto siswa SMP di Wonosari," ungkapnya kepada wartawan, Minggu (1/2/2015).
Meski demikian, dia tidak mengetahui siapa penyebar foto tersebut. Bahkan kini, hampir semua remaja dan anak muda, memiliki file foto gadis SMP tersebut.
Tanto menegaskan, kedua foto asusila tersebut mulai beredar di kalangan masyarakat sejak Jumat 30 Januari 2015 lalu. Foto tersebut menyebar melalui media handphone milik warga.
“Saya dapat kiriman foto itu dari teman-teman, katanya mereka juga baru mendapatkannya," timpalnya.
Menyebarnya foto pelajar asusila ini juga ditanggapi Manajer Divisi Pengorganisasian Masyarakat dan Advokasi LSM Rifka Annisa, M Thontowi.
Diakuinya, kasus foto asusila yang dilakukan oleh pelajar di Gunungkidul bukan hanya sekali ini saja. Namun kasus ini sudah berkali-kali terjadi.
"Gunungkidul menurut saya sudah darurat. Semua pihak harus bertanggung jawab terhadap kasus ini,” ungkapnya.
Menurutnya, kasus foto asusila dipengaruhi banyak faktor. Mulai dari pola pengasuhan keluarga yang keliru sehingga orangtua tidak peka terhadap pergaulan anak-anaknya, sikap acuh tak acuh masyarakat, hingga penyalahgunaan teknologi.
"Akibatnya, mereka terjerumus ke hal-hal negatif. Inilah yang harus dicarikan solusi bersama," paparnya.
Hal senada juga disampailkan Psikiater RSUD Wonosari Ida Rochmawaty. Menurutnya pelaku, dalam hal ini harus benar-benar mendapatkan pendampingan.
Jangan sampai justru langsung disalahkan dan membuat stigma negatif. "Karena bisa jadi dia adalah korban," kata Ida.
Untuk itu dia berharap peran orang tua benar benar menjadikan anak bisa bergaul namun tetap dalam pengawasan.
"Orang tua selain menjadi orang tua sendiri juga seyogyanya bisa menjadi teman bagi anak anaknya," lanjutnya.
Selain itu kata Ida, gerakan bersama baik dari pemerintah, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan orang tua juga perlu dilakukan.
(sms)