PSK Dolly Naik Kelas
A
A
A
SURABAYA - Penutupan Lokalisasi Dolly bukan berarti ikut membenamkan praktik prostitusi pekerja seks komersial (PSK). Sebaliknya sebagian mereka “naik kelas”, tidak lagi melayani tamu di dalam ruang sempit namun di kamar hotel.
Cara order mereka pun tidak lagi tawar menawar di depan asrama namun lewat ponsel. Tidak hanya itu, tarif mereka juga “naik kelas” dalam sekali kencan Rp80.000-Rp200.000, kini tarifnya mencapai Rp1,75 juta atau lebih. Praktik prostitusi para eks Dolly ini berhasil dibongkar Subdit Renata IV Ditreskrimum Polda Jatim.
Dua mucikari berhasil diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka. Dua orang itu adalah Mahsus alias Gondrong, warga Surabaya; dan Anton asal Malang. “Awalnya, seorang lelaki hidung belang memesan dua cewek kepada Gondrong, lalu dia meminta bantuan Anton dan R untuk mencari,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi Setiyono di Mapolda Jatim, kemarin.
Didampingi penyidik Subdit IV/Renata Ditreskrimum Polda Jatim, Awi menjelaskan, Anton mendapatkan seorang PSK begitu juga dengan R. Namun, calo berinisial R belum tertangkap atau masih buron (DPO). “Penangkapan Gondrong dan Anton berdasarkan informasi masyarakat, kemudian polisi menyelidiki hingga akhirnya membekuk keduanya saat bertransaksi di sebuah hotel,” ungkapnya.
Polisi juga menangkap korban yang sedang berbuat mesum dengan seorang hidung belang di kamar hotel dan menyita uang tunai Rp3,5 juta, sepuluh kondom yang dua kondom di antaranya bekas terpakai, satu paket sabu, serta tanda bukti kuitansi hotel.
“Uang Rp3,5 juta itu merupakan tarif yang diterima para calo dengan pembagian, yakni Rp700.000 untuk Gondrong, Rp500.000 untuk Anton, Rp500.000 untuk R, dan Rp1,8 juta untuk kedua PSK. Ada PSK yang terima Rp1 juta dan lainnya terima Rp800.000,” ujarnya.
Awi menjelaskan, modusnya para calo memangkal di pertigaan eks Lokalisasi Dolly, lalu ada hidung belang yang menemui meminta bantuan mencarikan PSK dengan meninggalkan nomor telepon. “Kebetulan Gondrong yang menerima, lalu dia meminta bantuan kepada Anton dan R. Selanjutnya, Gondrong menghubungi nomor telepon hidung belang lalu mengantarkan cewek yang dimaksud ke hotel yang sudah ditentukan,” ujarnya.
Dalam kasus itu polisi menjerat kedua calo dengan Pasal 296 dan 506 KUHP tentang Upaya Memudahkan Pencabulan yang mengarah pada prostitusi serta Pasal 112 UU 35/2009 tentang Narkotika. “Untuk Pasal 296 KUHP, ancaman hukumannya satu tahun empat bulan penjara, sedangkan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman satu tahun penjara. Untuk Pasal 112 UU Narkotika dengan ancaman hukuman mulai empat tahun hingga 12 tahun,” tuturnya.
Menurut Awi, penangkapan kedua calo PSK eks Lokalisasi Dolly itu bukan berarti lokalisasi itu beroperasi lagi. “Yang jelas, praktik prostitusi itu bersifat tersembunyi karena itu bisa muncul lagi. Bukan berarti penutupan gagal, tapi praktik prostitusi tersembunyi itu perlu ada razia terus,” ujarnya.
Ditanya praktik calo untuk WTS eks Lokalisasi Dolly yang telah dijalankan bersama beberapa rekannya, Gondrong mengaku baru satu kali melakukannya. “Yang jelas, tarif jutaan itu termasuk paling mahal karena kami pernah menerima order dengan tarif hanya Rp300.000,” kata calo yang berprofesi sebagai tukang ojek di kawasan Dolly itu.
Lutfi Yuhandi
Cara order mereka pun tidak lagi tawar menawar di depan asrama namun lewat ponsel. Tidak hanya itu, tarif mereka juga “naik kelas” dalam sekali kencan Rp80.000-Rp200.000, kini tarifnya mencapai Rp1,75 juta atau lebih. Praktik prostitusi para eks Dolly ini berhasil dibongkar Subdit Renata IV Ditreskrimum Polda Jatim.
Dua mucikari berhasil diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka. Dua orang itu adalah Mahsus alias Gondrong, warga Surabaya; dan Anton asal Malang. “Awalnya, seorang lelaki hidung belang memesan dua cewek kepada Gondrong, lalu dia meminta bantuan Anton dan R untuk mencari,” kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi Setiyono di Mapolda Jatim, kemarin.
Didampingi penyidik Subdit IV/Renata Ditreskrimum Polda Jatim, Awi menjelaskan, Anton mendapatkan seorang PSK begitu juga dengan R. Namun, calo berinisial R belum tertangkap atau masih buron (DPO). “Penangkapan Gondrong dan Anton berdasarkan informasi masyarakat, kemudian polisi menyelidiki hingga akhirnya membekuk keduanya saat bertransaksi di sebuah hotel,” ungkapnya.
Polisi juga menangkap korban yang sedang berbuat mesum dengan seorang hidung belang di kamar hotel dan menyita uang tunai Rp3,5 juta, sepuluh kondom yang dua kondom di antaranya bekas terpakai, satu paket sabu, serta tanda bukti kuitansi hotel.
“Uang Rp3,5 juta itu merupakan tarif yang diterima para calo dengan pembagian, yakni Rp700.000 untuk Gondrong, Rp500.000 untuk Anton, Rp500.000 untuk R, dan Rp1,8 juta untuk kedua PSK. Ada PSK yang terima Rp1 juta dan lainnya terima Rp800.000,” ujarnya.
Awi menjelaskan, modusnya para calo memangkal di pertigaan eks Lokalisasi Dolly, lalu ada hidung belang yang menemui meminta bantuan mencarikan PSK dengan meninggalkan nomor telepon. “Kebetulan Gondrong yang menerima, lalu dia meminta bantuan kepada Anton dan R. Selanjutnya, Gondrong menghubungi nomor telepon hidung belang lalu mengantarkan cewek yang dimaksud ke hotel yang sudah ditentukan,” ujarnya.
Dalam kasus itu polisi menjerat kedua calo dengan Pasal 296 dan 506 KUHP tentang Upaya Memudahkan Pencabulan yang mengarah pada prostitusi serta Pasal 112 UU 35/2009 tentang Narkotika. “Untuk Pasal 296 KUHP, ancaman hukumannya satu tahun empat bulan penjara, sedangkan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman satu tahun penjara. Untuk Pasal 112 UU Narkotika dengan ancaman hukuman mulai empat tahun hingga 12 tahun,” tuturnya.
Menurut Awi, penangkapan kedua calo PSK eks Lokalisasi Dolly itu bukan berarti lokalisasi itu beroperasi lagi. “Yang jelas, praktik prostitusi itu bersifat tersembunyi karena itu bisa muncul lagi. Bukan berarti penutupan gagal, tapi praktik prostitusi tersembunyi itu perlu ada razia terus,” ujarnya.
Ditanya praktik calo untuk WTS eks Lokalisasi Dolly yang telah dijalankan bersama beberapa rekannya, Gondrong mengaku baru satu kali melakukannya. “Yang jelas, tarif jutaan itu termasuk paling mahal karena kami pernah menerima order dengan tarif hanya Rp300.000,” kata calo yang berprofesi sebagai tukang ojek di kawasan Dolly itu.
Lutfi Yuhandi
(ftr)