Harga Merosot, Petani Cabuti Cabai
A
A
A
PONOROGO - Harga cabai yang terus merosot setelah turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) membuat para petani frustrasi.
Kemarin, sejumlah petani di Desa Lembah, Kecamatan Babadan, Ponorogo, mencabuti tanaman cabai merah yang mereka tanam lalu menumpuknya di pematang. Batang- batang ini dibiarkan kering untuk dibakar. Menurut Sudar, salah satu petani, harga cabai yang terus turun membuat hasil panen tidak terserap pasar.
Para pengepul tidak lagi membeli hasil panen mereka karena khawatir harga kembali jatuh. “Mereka tidak mau beli karena khawatir rugi. Tapi kan cabe tidak bisa dibiarkan tetap di pohon, harus dipanen. Kalau tidak ada yang beli kan percuma kalau dipertahankan. Lebih baik dicabuti saja,” ujar Sudar.
Dua bulan lalu, kata Sudar, dia sempat menjual harga cabai hingga Rp75.000 per kilogram (kg). Di pasaran harganya antara Rp90.000-Rp100.000 per kg. Tapi, kini harga sudah turun sekitar Rp50.000 per kg. “Pengepul mau beli berapa dari kami? Kalau harganya turun lagi, pasti mereka rugi,” ujarnya.
Hal sama dilakukan petani lain, Endang Widayati. Dia bahkan telah mencabuti tanaman cabainya sejak sepekan lalu. “Ini untuk menghindari kerugian lebih besar. Maksudnya, dicabut untuk segera diolah lagi tanahnya dan bisa diganti dengan menanam tanaman lain,” kata Widayati.
Hanya hingga saat ini Widayati belum merencanakan tanaman yang akan menggantikan kebun cabainya. Kalau melihat musim, menurutnya, tanaman yang patut dipertimbangkan adalah padi. “Mungkin akan menanam padi saja. Airnya melimpah. Cuma pupuknya yang agar sulit. Kemarin sempat langka kan,” ujarnya.
Menurut Widayati, mencabuti tanaman cabai saat ini sudah tidak terlalu merugikan. Sebab ia telah merasakan penjualan dengan harga yang cukup tinggi. Saat ini tanamannya sudah dipanen lebih dari lima kali sehingga ukuran cabainya juga sudah tidak sebesar panenan sebelumnya. “Yang kemarin-kemarin sudah dapat banyak. Jadi ya impaslah. Untung tipislah,” ujarnya.
Dili Eyato
Kemarin, sejumlah petani di Desa Lembah, Kecamatan Babadan, Ponorogo, mencabuti tanaman cabai merah yang mereka tanam lalu menumpuknya di pematang. Batang- batang ini dibiarkan kering untuk dibakar. Menurut Sudar, salah satu petani, harga cabai yang terus turun membuat hasil panen tidak terserap pasar.
Para pengepul tidak lagi membeli hasil panen mereka karena khawatir harga kembali jatuh. “Mereka tidak mau beli karena khawatir rugi. Tapi kan cabe tidak bisa dibiarkan tetap di pohon, harus dipanen. Kalau tidak ada yang beli kan percuma kalau dipertahankan. Lebih baik dicabuti saja,” ujar Sudar.
Dua bulan lalu, kata Sudar, dia sempat menjual harga cabai hingga Rp75.000 per kilogram (kg). Di pasaran harganya antara Rp90.000-Rp100.000 per kg. Tapi, kini harga sudah turun sekitar Rp50.000 per kg. “Pengepul mau beli berapa dari kami? Kalau harganya turun lagi, pasti mereka rugi,” ujarnya.
Hal sama dilakukan petani lain, Endang Widayati. Dia bahkan telah mencabuti tanaman cabainya sejak sepekan lalu. “Ini untuk menghindari kerugian lebih besar. Maksudnya, dicabut untuk segera diolah lagi tanahnya dan bisa diganti dengan menanam tanaman lain,” kata Widayati.
Hanya hingga saat ini Widayati belum merencanakan tanaman yang akan menggantikan kebun cabainya. Kalau melihat musim, menurutnya, tanaman yang patut dipertimbangkan adalah padi. “Mungkin akan menanam padi saja. Airnya melimpah. Cuma pupuknya yang agar sulit. Kemarin sempat langka kan,” ujarnya.
Menurut Widayati, mencabuti tanaman cabai saat ini sudah tidak terlalu merugikan. Sebab ia telah merasakan penjualan dengan harga yang cukup tinggi. Saat ini tanamannya sudah dipanen lebih dari lima kali sehingga ukuran cabainya juga sudah tidak sebesar panenan sebelumnya. “Yang kemarin-kemarin sudah dapat banyak. Jadi ya impaslah. Untung tipislah,” ujarnya.
Dili Eyato
(ftr)