Misteri Keistimewaan Golok Ciomas (Bagian 2/Selesai)
A
A
A
Golok Ciomas terkenal karena keseimbangan bentuk, ketajaman dan kehalusan penempaan dan tanpa hiasan huruf – huruf Arab yang biasanya mewarnai senjata tajam keramat.
Di luar bentuk fisiknya, Golok Ciomas terkenal dengan kekuatan mistis dan racun yang terkandung dalam besi inti.
Golok ini tidak boleh digunakan keperluan sehari–hari seperti memotong dan menebang tanaman, memotong hewan atau keperluan dapur.
Sebab diyakini, racun dalam golok akan menyebar dan akan menyebabkan kematian. Bahkan kekuatan mistisnya diyakini dapat menyengsarakan keluarga yang menyalahgunakan golok ini.
Golok Ciomas sama seperti golok biasanya namun bajanya berkarat tidak layaknya golok baru dibuat yang berwarna silver.
Terdapat empat jenis Golok Ciomas yang beredar dim asyarakat yakni Candung, Mamancungan, Kembang Kacang, dan Salam Tunggal.
Candung, golok ini merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dan yang paling banyak dibuat.
Ciri utamanya yakni pada bagian ujung golok melengkung dari arah punggung ke arah perut.
Pada bagian ujung terlihat lebar dan dibagian tengahnya di bagian lengkungannya ditambahkan gerigi seperti gergaji.
Mamancung, golok jenis ini seperti pedang panjang namun ukurannya lebih pendek dan lebih gemuk.
Kembang Kacang, bentuknya terlihat dari lengkungannya namun terlihat gemuk di bagian ujungnya layaknya pisau dapur dengan ukuran besar
Salam Nunggal, hampir sama dengan Kembang Kacang namun ukurannya lebih panjang dan tidak gemuk di bagian ujungnya lebarnya sama dari pangkal hingga ujung.
Dari semua jenis tersebut Golok Ciomas terkenal sangat ampuh menaklukan musuh. Bahkan bisa menaklukan musuh tanpa mengeluarkan golok dari sarungnya.
Kulit yang terluka oleh Golok Ciomas, sedikit saja, akan sukar sekali sembuh. Bahkan kalau disayatkan ke pohon pisang muda, pohon itu akan membusuk dan mati.
Terdapat legenda mengenai awal mulanya pembuatan Golok Ciomas yang terkenal ini. Alkisah pada zaman Kesultanan Banten dahulu kala terjadi sebuah kehebohan di lingkungan istana karena telah lahir seorang putra sultan namun memiliki sifat aneh yakni tidak henti-hentinya menangis.
Karena setiap digendong si bayi itu meronta ronta bahkan tangannya bisa mematahkan pundak mereka yang menggendongnya.
Tidak ada satupun pengasuh yang mampu menenangkan bayi, semua pegasuh yang mencoba mengasuhnya semuanya gagal. Konon sang bayi lahir dari seorang ibu yang bernama Ratu Jin Islam.
Keraton Kesultanan Banten pun dibuat geger dengan bayi tersebut, berbagai upaya sudah dilkukan namun sia-sia dan muncul ide Sultan Banten dengan membuat sayembara.
“Barangsiapa yang mampu menenangkan sang bayi, dialah yang berhak menjadi pengasuh” isi sayembaranya.
Sayembara tersebut menyebar, orang berduyun-duyun datang ke istana, satu persatu mencoba untuk menenangkan si bayi.
Seiring berjalan waktu belum ada satupun yang berhasil menenangkan sibayi, dan pada akhirnya ada seorang pria yang ingin mencoba menggendong si bayi dapat menenangkannya.
Orang-orang menyaksikan dengan hati berdebar debar ketika pria itu mulai memegang bayi, terlihat si bayi tidak banyak meronta seperti biasanya, orang pun banyak yang terkesima, semua yang menyaksikan heran dan kagum termasuk sultan pun kagum dibuatnya.
Sesuai aturannya maka pria itu berhak mengasuh bayi tersebut dan membawanya untuk mengasuhnya, pria itu kemudian membawa ke daerah Ciomas di Kampong Babakan sekitar 38 kilometer ke selatan dari pusat kerajaan.
Ternyata pria yang mampu memenangkan sayembara tersebut dikenal sebagai Ki Cengkuk. Dia pun mengasuh dan mendidik si bayi tersebut layaknya seorang anak hingga remaja.
Sampai pada suatu hari teman-teman sebayanya mengetahui bahwa dia tidak dilahirkan di Kampung Babakan, dan Ki Cengkuk bukanlah orang tua aslinya.
Kemudian dia bertanya mencari tahu bahwa dirinya lahir di Banten dan putera dari seorang Sultan Banten.
Sejak saat itu, dia lebih banyak diam dan lebih banyak berfikir tentang dirinya dan dia memutuskan dan meminta izin kepada Ki Cengkuk untuk bertemu dengan orang tuanya di Banten.
Kemudian berangkatlah sang anak tersebut menuju Banten dengan berjalan kaki. Di dalam perjalanan dia sempat bertanya pada seorang pandai besi di daerah Kepandean yang kini berada di pusat Kota Serang.
Dia meminta untuk diantarkan ke Kesultanan Banten namun karena sibuk, para pandai besi tidak ada yang bersedia mengantarnya.
Kemudian dia memutuskan untuk tinggal sementara di Kepandean, lalu berkeliling desa untuk melihat bagaimana cara orang menimpa besi.
Setiap hari para pandai besi bisa membuat 40 buah perkakas seperti golok. Lalu si pemuda tersebut kemudian mencoba membuatnya, alhasil dia dapat membuat 20 buah dalam beberapa saat saja.
Itu pun dilakukan dengan tidak wajar dalam membuatnya. Karena dia hanya mengusap dengan tangannya dengan alas paha dan dengkulnya untuk membentuk perkakas besi yang dibuatnya.
Para pandai besi pun kaget melihatnya, mereka heran dan secara otomatis kemudian mereka bersedia mengantarkan si pemuda ke Kesultanan di Banten.
Singkat cerita si pemuda kemudian sampai di Kesultanan dan bertemu sultan untuk memberitahukan tujuan dan maksud kedatangannya yakni dirinya merupakan anak sultan yang diasuh oleh warga Ciomas.
Namun sang sultan tidak percaya dengan perkataannya. Kemudian sultan menyuruh si pemuda tersebut untuk mencoba meniup salah satu pohon beringin supaya tumbang, dan alhasil pohon beringin itu tumbang dengan tiupannya.
Karena masih tidak percaya kemudian sultan menyuruhnya untuk mendirikan kembali pohon beringin tersebut.
Sang sultan pun dibuat kaget ketika melihat pohon beringin yang sudah berserakan kembali berdiri kokoh dengan izin Allah.
Dan akhirnya sultan percaya bahwa si anak itu merupakan puteranya. Lalu dia memanggil orangtua yang mengasuhnya di Ciomas yakni Ki Cengkuk.
Kemudian sultan memberikan sebuah tanda terima kasih yakni berupa benda godam atau palu besar Si Denok untuk digunakan membuat perkakas.
Sejak itulah godam Si Denok pemberian sultan dipergunakan untuk membuat golok. Namun golok buatan Ki Cengkuk bukanlah golok sembarangan, karena setelah ditempa dengan alakadarnya diusap dengan tangan dan alas lutut.
Bahkan golok tersebut sangat fleksibel bisa ditekuk sesuai keinginan, bahkan bisa dilipat dan dimasukan ke dalam saku, namun saat digunakan kerasnya luar biasa.
Mulai saat itulah golok buatan Ki Cengkuk yang dibuat di daerah Ciomas makin terkenal dan yang kini dikenal dengan nama Golok Ciomas.
Makam Ki Cengkuk berada di Desa Babakan Ciomas dan banyak diziarahi. Dan saat ini palu godam tersebut diberikan kepada keturunannya Ki Cengkuk, yakni Ki Jamaksari yang hanya membuat golok setiap Bulan Maulud di Tanjung Halo Desa Lebak, Ciomas, Kabupaten Serang.
Di luar bentuk fisiknya, Golok Ciomas terkenal dengan kekuatan mistis dan racun yang terkandung dalam besi inti.
Golok ini tidak boleh digunakan keperluan sehari–hari seperti memotong dan menebang tanaman, memotong hewan atau keperluan dapur.
Sebab diyakini, racun dalam golok akan menyebar dan akan menyebabkan kematian. Bahkan kekuatan mistisnya diyakini dapat menyengsarakan keluarga yang menyalahgunakan golok ini.
Golok Ciomas sama seperti golok biasanya namun bajanya berkarat tidak layaknya golok baru dibuat yang berwarna silver.
Terdapat empat jenis Golok Ciomas yang beredar dim asyarakat yakni Candung, Mamancungan, Kembang Kacang, dan Salam Tunggal.
Candung, golok ini merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dan yang paling banyak dibuat.
Ciri utamanya yakni pada bagian ujung golok melengkung dari arah punggung ke arah perut.
Pada bagian ujung terlihat lebar dan dibagian tengahnya di bagian lengkungannya ditambahkan gerigi seperti gergaji.
Mamancung, golok jenis ini seperti pedang panjang namun ukurannya lebih pendek dan lebih gemuk.
Kembang Kacang, bentuknya terlihat dari lengkungannya namun terlihat gemuk di bagian ujungnya layaknya pisau dapur dengan ukuran besar
Salam Nunggal, hampir sama dengan Kembang Kacang namun ukurannya lebih panjang dan tidak gemuk di bagian ujungnya lebarnya sama dari pangkal hingga ujung.
Dari semua jenis tersebut Golok Ciomas terkenal sangat ampuh menaklukan musuh. Bahkan bisa menaklukan musuh tanpa mengeluarkan golok dari sarungnya.
Kulit yang terluka oleh Golok Ciomas, sedikit saja, akan sukar sekali sembuh. Bahkan kalau disayatkan ke pohon pisang muda, pohon itu akan membusuk dan mati.
Terdapat legenda mengenai awal mulanya pembuatan Golok Ciomas yang terkenal ini. Alkisah pada zaman Kesultanan Banten dahulu kala terjadi sebuah kehebohan di lingkungan istana karena telah lahir seorang putra sultan namun memiliki sifat aneh yakni tidak henti-hentinya menangis.
Karena setiap digendong si bayi itu meronta ronta bahkan tangannya bisa mematahkan pundak mereka yang menggendongnya.
Tidak ada satupun pengasuh yang mampu menenangkan bayi, semua pegasuh yang mencoba mengasuhnya semuanya gagal. Konon sang bayi lahir dari seorang ibu yang bernama Ratu Jin Islam.
Keraton Kesultanan Banten pun dibuat geger dengan bayi tersebut, berbagai upaya sudah dilkukan namun sia-sia dan muncul ide Sultan Banten dengan membuat sayembara.
“Barangsiapa yang mampu menenangkan sang bayi, dialah yang berhak menjadi pengasuh” isi sayembaranya.
Sayembara tersebut menyebar, orang berduyun-duyun datang ke istana, satu persatu mencoba untuk menenangkan si bayi.
Seiring berjalan waktu belum ada satupun yang berhasil menenangkan sibayi, dan pada akhirnya ada seorang pria yang ingin mencoba menggendong si bayi dapat menenangkannya.
Orang-orang menyaksikan dengan hati berdebar debar ketika pria itu mulai memegang bayi, terlihat si bayi tidak banyak meronta seperti biasanya, orang pun banyak yang terkesima, semua yang menyaksikan heran dan kagum termasuk sultan pun kagum dibuatnya.
Sesuai aturannya maka pria itu berhak mengasuh bayi tersebut dan membawanya untuk mengasuhnya, pria itu kemudian membawa ke daerah Ciomas di Kampong Babakan sekitar 38 kilometer ke selatan dari pusat kerajaan.
Ternyata pria yang mampu memenangkan sayembara tersebut dikenal sebagai Ki Cengkuk. Dia pun mengasuh dan mendidik si bayi tersebut layaknya seorang anak hingga remaja.
Sampai pada suatu hari teman-teman sebayanya mengetahui bahwa dia tidak dilahirkan di Kampung Babakan, dan Ki Cengkuk bukanlah orang tua aslinya.
Kemudian dia bertanya mencari tahu bahwa dirinya lahir di Banten dan putera dari seorang Sultan Banten.
Sejak saat itu, dia lebih banyak diam dan lebih banyak berfikir tentang dirinya dan dia memutuskan dan meminta izin kepada Ki Cengkuk untuk bertemu dengan orang tuanya di Banten.
Kemudian berangkatlah sang anak tersebut menuju Banten dengan berjalan kaki. Di dalam perjalanan dia sempat bertanya pada seorang pandai besi di daerah Kepandean yang kini berada di pusat Kota Serang.
Dia meminta untuk diantarkan ke Kesultanan Banten namun karena sibuk, para pandai besi tidak ada yang bersedia mengantarnya.
Kemudian dia memutuskan untuk tinggal sementara di Kepandean, lalu berkeliling desa untuk melihat bagaimana cara orang menimpa besi.
Setiap hari para pandai besi bisa membuat 40 buah perkakas seperti golok. Lalu si pemuda tersebut kemudian mencoba membuatnya, alhasil dia dapat membuat 20 buah dalam beberapa saat saja.
Itu pun dilakukan dengan tidak wajar dalam membuatnya. Karena dia hanya mengusap dengan tangannya dengan alas paha dan dengkulnya untuk membentuk perkakas besi yang dibuatnya.
Para pandai besi pun kaget melihatnya, mereka heran dan secara otomatis kemudian mereka bersedia mengantarkan si pemuda ke Kesultanan di Banten.
Singkat cerita si pemuda kemudian sampai di Kesultanan dan bertemu sultan untuk memberitahukan tujuan dan maksud kedatangannya yakni dirinya merupakan anak sultan yang diasuh oleh warga Ciomas.
Namun sang sultan tidak percaya dengan perkataannya. Kemudian sultan menyuruh si pemuda tersebut untuk mencoba meniup salah satu pohon beringin supaya tumbang, dan alhasil pohon beringin itu tumbang dengan tiupannya.
Karena masih tidak percaya kemudian sultan menyuruhnya untuk mendirikan kembali pohon beringin tersebut.
Sang sultan pun dibuat kaget ketika melihat pohon beringin yang sudah berserakan kembali berdiri kokoh dengan izin Allah.
Dan akhirnya sultan percaya bahwa si anak itu merupakan puteranya. Lalu dia memanggil orangtua yang mengasuhnya di Ciomas yakni Ki Cengkuk.
Kemudian sultan memberikan sebuah tanda terima kasih yakni berupa benda godam atau palu besar Si Denok untuk digunakan membuat perkakas.
Sejak itulah godam Si Denok pemberian sultan dipergunakan untuk membuat golok. Namun golok buatan Ki Cengkuk bukanlah golok sembarangan, karena setelah ditempa dengan alakadarnya diusap dengan tangan dan alas lutut.
Bahkan golok tersebut sangat fleksibel bisa ditekuk sesuai keinginan, bahkan bisa dilipat dan dimasukan ke dalam saku, namun saat digunakan kerasnya luar biasa.
Mulai saat itulah golok buatan Ki Cengkuk yang dibuat di daerah Ciomas makin terkenal dan yang kini dikenal dengan nama Golok Ciomas.
Makam Ki Cengkuk berada di Desa Babakan Ciomas dan banyak diziarahi. Dan saat ini palu godam tersebut diberikan kepada keturunannya Ki Cengkuk, yakni Ki Jamaksari yang hanya membuat golok setiap Bulan Maulud di Tanjung Halo Desa Lebak, Ciomas, Kabupaten Serang.
(sms)