Semua Dimulai dari Serba Urunan Warga
A
A
A
YOGYAKARTA - Bagi masyarakat Kota Yogyakarta, Kampoeng Cyber di RT 36 Patehan mungkin sudah tidak lagi asing. Apalagi setelah pendiri Facebook, Mark Zuckerberg menyempatkan diri singgah di daerah ini saat melakukan lawatan ke Tanah Air, tahun lalu.
Tapi tentu saja apa yang ada di tempat ini semuanya tak didapatkan dengan mudah. Antonius Sasongko, pendiri Kampoeng Cyber mengaku, tidak mudah membangun suasana kampung yang akrab dengan dunia teknologi informasi (TI). Sebab saat pemikiran besar itu dimulai pada 2008 lalu, warga kampung lebih sibuk terkonsentrasi pada usaha kerajinan.
Akibatnya, ungkap dia, pada saat itu koneksi internet baru tersedia di rumahnya. Hanya saja, keinginannya sangat kuat untuk membuat warga sekitar melek TI. Antonius ingin warga lain ikut bisa mengakses internet dan memanfaatkannya untuk membantu memperlancar aktivitas sehari-hari.
“Karena belum familier, otomatis hardware (perangkat keras) yang dibutuhkan untuk proyek ini juga belum tersedia. Dari sana kami mulai pelanpelan, memberi pemahaman dan pelatihan teknis agar warga bisa memanfaatkan internet,” kata pria yang akrab disapa Koko ini.
Pelan tapi pasti, kerja kerasnya mulai membuahkan hasil. Masyarakat secara swadaya mulai melengkapi hardware yang dibutuhkan dan membangun jaringan koneksi juga secara swadaya. Pengorbanan mereka pun kini terbayar karena impact yang diterima cukup besar. Sekarang, rumah-rumah warga sudah terkoneksi internet. Mereka juga bisa memanfaatkannya untuk menunjang aktivitas ekonomi.
Komunikasi antarwarga tentu saja kian lancar berkat dukungan teknologi ini. Bahkan sosialisasi dan publikasi program di kampung kini dilakukan melalui internet. Koko pun lega, karena mimpi besarnya telah menjadi nyata. Dia pun tetap pada pemikirannya semula think big (pemikiran besar) tanpa mengesampingkan budaya lokal. Bisa menggunakan internet tak berati kemudian menanggalkan budaya yang ada di tengah masyarakat.
Bahkan sebaliknya, pengguna internet harus tetap bisa menjaga agar tak terbawa arus. Heri Sutanto, Ketua RT 36 yang juga pengelola Kampoeng Cyber menyebutkan, semuanya bisa berjalan berangkat dari keguyuban warga yang kompak ingin maju bareng-bareng. Keguyuban itu pula yang menjadi modal penting mendirikan Kampoeng Cyber yang dikenal kini.
“Warga sama-sama iuran untuk membangun akses dan instalasi internet sendiri. Mereka kemudian mendapat pembekalan teknis baik tentang komputer maupun internet,” ucapnya. Rupanya kehadiran internet sanggup mendongkrak potensi yang ada di kampung ini. Selain lebih dikenal masyarakat, aktivitas ekonomi turut terdongkrak naik. Lebih dari itu, Kampoeng Cyber juga bisa memberi kontribusi dengan membagi pengalaman bagi siapa pun yang datang.
Keberhasilan Kampoeng Cyber juga menghasilkan banyak apresiasi. Salah satunya yang diserahkan Country Manager AJE Indonesia Gonzalo Artigot kepada Koko sebagai Pelopor Edukasi Teknologi Internet kemarin.
Sodik
Tapi tentu saja apa yang ada di tempat ini semuanya tak didapatkan dengan mudah. Antonius Sasongko, pendiri Kampoeng Cyber mengaku, tidak mudah membangun suasana kampung yang akrab dengan dunia teknologi informasi (TI). Sebab saat pemikiran besar itu dimulai pada 2008 lalu, warga kampung lebih sibuk terkonsentrasi pada usaha kerajinan.
Akibatnya, ungkap dia, pada saat itu koneksi internet baru tersedia di rumahnya. Hanya saja, keinginannya sangat kuat untuk membuat warga sekitar melek TI. Antonius ingin warga lain ikut bisa mengakses internet dan memanfaatkannya untuk membantu memperlancar aktivitas sehari-hari.
“Karena belum familier, otomatis hardware (perangkat keras) yang dibutuhkan untuk proyek ini juga belum tersedia. Dari sana kami mulai pelanpelan, memberi pemahaman dan pelatihan teknis agar warga bisa memanfaatkan internet,” kata pria yang akrab disapa Koko ini.
Pelan tapi pasti, kerja kerasnya mulai membuahkan hasil. Masyarakat secara swadaya mulai melengkapi hardware yang dibutuhkan dan membangun jaringan koneksi juga secara swadaya. Pengorbanan mereka pun kini terbayar karena impact yang diterima cukup besar. Sekarang, rumah-rumah warga sudah terkoneksi internet. Mereka juga bisa memanfaatkannya untuk menunjang aktivitas ekonomi.
Komunikasi antarwarga tentu saja kian lancar berkat dukungan teknologi ini. Bahkan sosialisasi dan publikasi program di kampung kini dilakukan melalui internet. Koko pun lega, karena mimpi besarnya telah menjadi nyata. Dia pun tetap pada pemikirannya semula think big (pemikiran besar) tanpa mengesampingkan budaya lokal. Bisa menggunakan internet tak berati kemudian menanggalkan budaya yang ada di tengah masyarakat.
Bahkan sebaliknya, pengguna internet harus tetap bisa menjaga agar tak terbawa arus. Heri Sutanto, Ketua RT 36 yang juga pengelola Kampoeng Cyber menyebutkan, semuanya bisa berjalan berangkat dari keguyuban warga yang kompak ingin maju bareng-bareng. Keguyuban itu pula yang menjadi modal penting mendirikan Kampoeng Cyber yang dikenal kini.
“Warga sama-sama iuran untuk membangun akses dan instalasi internet sendiri. Mereka kemudian mendapat pembekalan teknis baik tentang komputer maupun internet,” ucapnya. Rupanya kehadiran internet sanggup mendongkrak potensi yang ada di kampung ini. Selain lebih dikenal masyarakat, aktivitas ekonomi turut terdongkrak naik. Lebih dari itu, Kampoeng Cyber juga bisa memberi kontribusi dengan membagi pengalaman bagi siapa pun yang datang.
Keberhasilan Kampoeng Cyber juga menghasilkan banyak apresiasi. Salah satunya yang diserahkan Country Manager AJE Indonesia Gonzalo Artigot kepada Koko sebagai Pelopor Edukasi Teknologi Internet kemarin.
Sodik
(ftr)