Rusak Mapolsek, Ratusan Warga Bebaskan Tersangka Illegal Logging
A
A
A
TULUNGAGUNG - Ratusan warga Desa/Kecamatan Pucanglaban menyerbu Mapolsek Pucanglaban. Massa yang berkekuatan tiga ratus orang tersebut memaksa aparat kepolisian membebaskan Kholili (38) tersangka kasus illegal logging yang ditahan sejak Senin 5 Januari 2015.
Mata cangkul diayunkan. Tidak tahu siapa yang memulai massa merusak pengunci pintu tahanan. Didepan petugas Polsek Pucanglaban memilih diam, massa langsung membawa Kholili keluar ruangan.
Dalam perjalanan pulang, arak arakan massa juga merusak papan nama Kepala Resor Pemangku Hutan (KPRH) Perhutani di Desa Panggungkalak.
“Benar, tersangka kabur bersama massa yang membebaskanya. Kami tidak ingin terprovokasi, “ ujar Kapolsek Pucanglaban AKP Suwarno kepada wartawan. Peristiwa amuk massa tersebut terjadi sehari setelah penangkapan Kholili.
Kholili disangka mencuri kayu jati di petak 57 kawasan Hutan Perhutani. Sepotong kayu dengan ukuran panjang satu meter dan diameter 16 cm menjadi barang bukti.
Oleh petugas penjaga hutan Perhutani, yakni Pramudiono dan Dwi Karyanto, warga Desa Pucanglaban tersebut dijebloskan ke mapolsek setempat.
Warga tidak terima. Mereka bersikukuh Kholili hanyalah korban salah tangkap. Suwarno mengaku diintruksikan Kapolres Tulungagung untuk bersikap persuasif.
Dia memilih berunding dengan kepala desa, meminta bantuan agar Kholili bersedia menyerahkan diri. Karenanya ketika penyerbuan terjadi, pihaknya memilih bersikap diam.
“Kami sudah sesuai dengan prosedur. Perintah Pak Kapolres, kami diminta persuasif, “ jelasnya.
Namun karena langkah lunak yang diambil tidak membuahkan hasil, kepolisian akhirnya menempuh jalan sedikit keras.
Rabu (7/1/2015), lima orang dengan dua diantaranya adalah kepala desa dan perangkat Desa Pucanglaban ditangkap.
Mereka dianggap provokator. Salah satu dari kelima orang tersebut adalah Angga (18) anak dari Kholili.
Polisi diduga sengaja menjadikan sandera agar tersangka pembalakan liar tersebut menyerahkan diri.
“Siapapun yang terlibat dalam aksi perusakan sel tahanan dan kaburnya tersangka akan kami tindak tegas, “ tegas Suwarno.
Informasi yang dihimpun, selain Kepala Desa Tulus, perangkat yang ikut ditangkap bernama Jumani.
Penangkapan melibatkan ratusan personil buru sergap dan sabhara yang melakukan penyisiran ke rumah yang bersangkutan.
Selain alasan provokator dan perusakan, kelimanya diperiksa terkait kepemilikan senjata tajam saat penyerbuan berlangsung. Hanya saja polisi belum menetapkan status kelimanya. “Yang pasti tahanan yang kabur harus ditangkap kembali, “ timpal Suwarno.
Sementara di Mapolsek, polisi masih menyiagakan sekitar seratusan orang personel ditambah 50 orang personel Koramil.
Mereka mengantisipasi adanya aksi susulan. Supiyan, warga Desa Pucanglaban bersikukuh aksi massa membebaskan Kholili sudah benar.
Apa yang dilakukan polisi adalah upaya kriminalisasi. Sebab pihak Perhutani sesungguhnya sudah tahu siapa pembalak sebenarnya. Hanya saja mereka sengaja memilih diam.
“Sementara warga yang lemah justru ditangkapi. Dan penangkapan kepada lima orang itu justru hanya akan membuat masyarakat semakin marah, “ ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Tulungagung Adib Makarim mengaku masih akan mencek kondisi lapangan. “Saya akan lihat dulu ke lapangan untuk mengetahui situasi sesungguhnya, “ tandasnya.
Mata cangkul diayunkan. Tidak tahu siapa yang memulai massa merusak pengunci pintu tahanan. Didepan petugas Polsek Pucanglaban memilih diam, massa langsung membawa Kholili keluar ruangan.
Dalam perjalanan pulang, arak arakan massa juga merusak papan nama Kepala Resor Pemangku Hutan (KPRH) Perhutani di Desa Panggungkalak.
“Benar, tersangka kabur bersama massa yang membebaskanya. Kami tidak ingin terprovokasi, “ ujar Kapolsek Pucanglaban AKP Suwarno kepada wartawan. Peristiwa amuk massa tersebut terjadi sehari setelah penangkapan Kholili.
Kholili disangka mencuri kayu jati di petak 57 kawasan Hutan Perhutani. Sepotong kayu dengan ukuran panjang satu meter dan diameter 16 cm menjadi barang bukti.
Oleh petugas penjaga hutan Perhutani, yakni Pramudiono dan Dwi Karyanto, warga Desa Pucanglaban tersebut dijebloskan ke mapolsek setempat.
Warga tidak terima. Mereka bersikukuh Kholili hanyalah korban salah tangkap. Suwarno mengaku diintruksikan Kapolres Tulungagung untuk bersikap persuasif.
Dia memilih berunding dengan kepala desa, meminta bantuan agar Kholili bersedia menyerahkan diri. Karenanya ketika penyerbuan terjadi, pihaknya memilih bersikap diam.
“Kami sudah sesuai dengan prosedur. Perintah Pak Kapolres, kami diminta persuasif, “ jelasnya.
Namun karena langkah lunak yang diambil tidak membuahkan hasil, kepolisian akhirnya menempuh jalan sedikit keras.
Rabu (7/1/2015), lima orang dengan dua diantaranya adalah kepala desa dan perangkat Desa Pucanglaban ditangkap.
Mereka dianggap provokator. Salah satu dari kelima orang tersebut adalah Angga (18) anak dari Kholili.
Polisi diduga sengaja menjadikan sandera agar tersangka pembalakan liar tersebut menyerahkan diri.
“Siapapun yang terlibat dalam aksi perusakan sel tahanan dan kaburnya tersangka akan kami tindak tegas, “ tegas Suwarno.
Informasi yang dihimpun, selain Kepala Desa Tulus, perangkat yang ikut ditangkap bernama Jumani.
Penangkapan melibatkan ratusan personil buru sergap dan sabhara yang melakukan penyisiran ke rumah yang bersangkutan.
Selain alasan provokator dan perusakan, kelimanya diperiksa terkait kepemilikan senjata tajam saat penyerbuan berlangsung. Hanya saja polisi belum menetapkan status kelimanya. “Yang pasti tahanan yang kabur harus ditangkap kembali, “ timpal Suwarno.
Sementara di Mapolsek, polisi masih menyiagakan sekitar seratusan orang personel ditambah 50 orang personel Koramil.
Mereka mengantisipasi adanya aksi susulan. Supiyan, warga Desa Pucanglaban bersikukuh aksi massa membebaskan Kholili sudah benar.
Apa yang dilakukan polisi adalah upaya kriminalisasi. Sebab pihak Perhutani sesungguhnya sudah tahu siapa pembalak sebenarnya. Hanya saja mereka sengaja memilih diam.
“Sementara warga yang lemah justru ditangkapi. Dan penangkapan kepada lima orang itu justru hanya akan membuat masyarakat semakin marah, “ ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Tulungagung Adib Makarim mengaku masih akan mencek kondisi lapangan. “Saya akan lihat dulu ke lapangan untuk mengetahui situasi sesungguhnya, “ tandasnya.
(sms)