Tangisan Alam Lutfiah
A
A
A
SIDOARJO - Sore kemarin di Sawotratap Sidoarjo, langit sebenarnya masih menampakkan keceriaannya. Sinar matahari menyapu lembut Sidoarjo dan sekitarnya.
Bahkan Hembusan angin masih semilir. Sebuah suasana yang jarang ditemukan di kota industri ini. Dingin tiba-tiba menyergap. Angin basah tanda-tanda hujan mulai menerpa bertiup agak kencang. Dari jauh suara sirene ambulans seperti meluapkan tangis. Melengking dan meraung. Suaranya menusuk kalbu setiap orang yang mendengarnya.
Puluhan orang berdiri terpaku di halaman sebuah rumah di Jalan Nala Nomor 14 Desa Sawotratap. Suara sirene makin lama makin mendekat. Seiring laju mobil ambulans, alam seolah menangis. Hujan deras tiba-tiba turun pada saat peti mati cokelat tua dikeluarkan dari mobil ambulans.
Peti mati itu berisi jenazah Hayati Lutfiah, korban pertama pesawat AirAsia QZ8501 yang ditemukan di Selat Karimata. Tangis pun pecah. Puluhan kerabat yang menunggu peti jenazah itu tak bisa menyembunyikan duka. Suara isak tangis makin memilukan kala jenazah disemayamkan di rumah duka.
Seusai disalatkan, jenazah dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Sawotratap. Satu jam sebelum di Sawotratap, ”tangisan alam” juga melepas mobil ambulans berisi jasad Hayati Lutfiah di RS Bhayangkara. Jenazah korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ- 8501 yang baru saja selesai diidentifikasi Tim Disaster and Victim Identification (DVI) ditempatkan dalam peti cokelat tua berhiaskan bunga.
Peti jenazah kemudian diangkut ambulans dari kamar jenazah menuju gedung dokter Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim. Begitu peti jenazah diletakkan tepat di depan pintu, keluarga yang menanti mulai mendekat. Semua yang hadir di gedung itu seolah tercekat suaranya.
Keluarga yang menanti meneteskan air mata. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berusaha menenangkan dan menguatkan hati wanita separo baya keluarga Hayati Lutfiah itu. Berulang kali, tangan Risma mengusap pundak wanita itu, tetap saja air mata itu tak terbendung.
Tidak lama kemudian, Kapolda Jatim Irjen Pol Anas Yusuf menyerahkan jenazah dan dokumen kematian serta properti korban ke pihak AirAsia yang diwakili oleh Presiden Direktur AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko. Sunu langsung menyerahkan jasad korban kepada keluarga yang diwakili oleh Sirat, paman tertua Hayati Lutfiah.
Begitu serah terima dilakukan, angin berhembus kencang menerbangkan daun-daun berguguran. Mereka seolah mengirim tanda duka atas meninggalkan penumpang AirAsia QZ8501. Begitu serah terima selesai, angin kencang mulai reda. Daun-daun tak lagi berguguran. Isyarat alam berganti hujan gerimis.Saat jenazah Hayati Lutfiah dimasukkan ke dalam mobil ambulans untuk diantar ke rumah duka di Sawotratap Sidoarjo, hujan langsung turun dengan lebat.
Keluarga besar Hayati Lutfiah mengaku lega meskipun tiga anggota keluarga lainnya belum ditemukan. Lutfiah, begitu korban disapa, bersama Djoko Suseno (suami), Naura Kanita Rosada Suseno (anak), serta Soemarnik Saerah (ibu mertua sebelumnya tertulis Sumami), merupakan penumpang pesawat AirAsia yang jatuh di Selat Karimata.
Djoko yang memiliki bisnis jual beli mobil ini memang ingin membahagiakan keluarga terdekatnya. Dia sebenarnya ingin mengajak sanak saudaranya berlibur ke Singapura namun tidak jadi karena alasan terima rapor dan ujian. Ketika keluarga sudah mengetahui nasib penumpang pesawat AirAsia, mereka berkeinginan keempat orang tersebut jika ditemukan akan dikubur dalam satu liang lahad.
Namun, karena tiga anggota keluarga lainnya belum ditemukan, maka Lutfiah yang dimakamkan lebih dulu. ”Berhubung jenazah Mbak Lutfiah ditemukan lebih dulu, harus kami makamkan duluan,” ujar Mansur, adik ipar Djoko Suseno.
Setelah memakamkan jenazah Lutfiah, keluarga masih menunggu kabar tentang nasib anggota keluarga yang belum ditemukan. Sambil menunggu tiga keluarga lainnya ditemukan, keluarga juga mempersiapkan untuk keperluan pemakaman korban. Djoko Suseno dan Hayati Lutfiah dikaruniai satu anak yang ikut menjadi korban pesawat AirAsia.
Selama ini Djoko dan istrinya mempunyai usaha jual beli mobil. Selain itu, Djoko juga menjadi guru di MI Darul Ulum, Waru. Sementara Naura masih duduk di bangku MI Darul Ulum. ”Keluarga sangat berduka, tapi semua ini sudah menjadi takdir,” kata Agung, adik Lutfiah.
Mansur bercerita dua anaknya, Risky Ramadan, mahasiswa Universitas Airlangga (Unair ), dan Roby Ardiansyah, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), juga diajak berlibur ke Singapura oleh Djoko. Keduanya bahkan sudah dibelikan tiket. Karena keduanya masih ujian semester sehingga tidak diizinkan berangkat.
Djoko Suseno yang kelahiran Sawotratap dan atas permintaan keluarga, sehingga Lutfiah juga dimakamkan di kampung halaman suaminya itu. Mereka sebenarnya punya rumah di Jalan Ketintang Baru Selatan 5 B Nomor 16. Sementara Soemarnik, ibu Djoko selama ini masih tinggal di Sawotratap. ”Kakak saya ingin mengajak ibu jalan-jalan, karena sejak kecil hidup susah,” ujar Agung.
Keluarga Korban Datangi RS Bhayangkara
Duka mendalam juga dirasakan seluruh keluarga menumpang AirAsia QZ8501. Di antaranya yang dirasakan Sugiarti. Wanita 35 tahun asal Kediri dan tinggal di Surabaya ini harus kehilangan kakaknya, Susiyah. Dia datang ke Posko DVI di Polda Jatim bersama suami Susiyah, Aris Siswanto.
”Kakak saya ada dalam pesawat itu, saya ke sini untuk mencari kabar tentang kakak saya Susiyah,” katanya. Namun, selama di posko DVI, Sugiarti belum juga mendapat kabar tentang kakaknya. Dia juga belum merasa dipanggil oleh petugas, karena hanya beberapa keluarga bersangkutan dengan korban yang telah ditemukan.
Dengan menggandeng anak perempuannya yang masih berusia sekitar empat tahun, Sugiarti mengatakan, Tim Ante Mortem meminta dia membawa ijazah asli Susiyah untuk dilihat tiga sidik jari aslinya. ”Saya sudah membawa ijazah itu dan itu saja yang diminta,” katanya. Tidak ada harapan lain bagi Sugiarti kecuali kakaknya bisa ditemukan secepatnya. ”Kasihan kakak saya, sudah lima hari ini,” katanya.
Hingga saat ini, dia dan keluarga besar Susiyah belum ada rencana untuk pemakaman. Sebab yang dilakukan di rumah Susiyah di Kediri hanya sebatas tahlilan, namun dia pun mengaku tidak tahu tahlilan seperti apa.
Sugiarti menjelaskan, Susiyah ada babysitter . Dia berangkat ke Singapura karena diajak majikannya. Majikan Susiyah adalah Marthinus Djomi, istrinya bernama Ria Ratna Sari, dan anaknya yang masih berusia sekitar dua tahun adalah Kaylee C Djomi.
Duka mendalam juga dirasakan Bernard. Warga Makassar ini mengaku kehilangan anaknya, menantu, dan dua cucunya, yang ikut dalam penerbangan pesawat AirAsia QZ8501. ”Kami bersembilan akan berlibur di Singapura. Yang lima sudah sampai di Bandara Changi, karena kami janjian bertemu di sana. Tapi yang empat belum datang juga,” katanya.
Hal yang dimaksud empat orang itu adalah anak Bernard, Sheane Josal, suami Sheane Josal, yaitu Hendra Theodorus, serta dua anak mereka, Reynaldy Theodorus dan Winoya Theodorus. ”Ternyata kami mendapat kabar kalau ada pesawat hilang kontak, waduh mati anak saya ini,” kata Bernard.
Kedatangan Bernard ke Posko DVI untuk mencari kabar tentang anak, menantu, dan dua cucunya. Namun hingga saat ini, dia mengaku belum mendapat kabar sama sekali dari pihak DVI tentang keberadaan anaknya.
Konsul Republik Filipina untuk Jatim dan Bali Edi Surohadi mewakili seorang warga Filipina, istri, dan anaknya, menjadi penumpang peswat AirAsia QZ8501. Orang itu adalah Santiago, sedangkan istrinya yang ikut menjadi korban adalah Siti Romlah serta anaknya berusia 15 tahun adalah Jasmine Rose Ann Santiago.
”Santiago hanya boleh 30 hari saja, karena dia tetap warga Filipina. Dia meminta tolong menanyakan kabar jenazah istri dan anaknya. Sedangkan dia hanya punya waktu 30 hari di sini. Kami hanya menolong apa yang dibutuhkannya saja,” kata Edi.
Terkait dengan akan dibawa ke mana Siti Romlah dan Jasmine Rose Ann Santiago ketika ditemukan nanti? Edi mengatakan kemungkinan di bawa ke Pasuruan, tempat asal Siti Romlah.
”Sekarang kami masih mencari informasi, katanya masih ada dua lagi warga Filipina, cuma namanya saya belum tahu, masih ada di kedutaan,” kata Edi.
Abdul Rouf-Lutfi Yuhandi
Bahkan Hembusan angin masih semilir. Sebuah suasana yang jarang ditemukan di kota industri ini. Dingin tiba-tiba menyergap. Angin basah tanda-tanda hujan mulai menerpa bertiup agak kencang. Dari jauh suara sirene ambulans seperti meluapkan tangis. Melengking dan meraung. Suaranya menusuk kalbu setiap orang yang mendengarnya.
Puluhan orang berdiri terpaku di halaman sebuah rumah di Jalan Nala Nomor 14 Desa Sawotratap. Suara sirene makin lama makin mendekat. Seiring laju mobil ambulans, alam seolah menangis. Hujan deras tiba-tiba turun pada saat peti mati cokelat tua dikeluarkan dari mobil ambulans.
Peti mati itu berisi jenazah Hayati Lutfiah, korban pertama pesawat AirAsia QZ8501 yang ditemukan di Selat Karimata. Tangis pun pecah. Puluhan kerabat yang menunggu peti jenazah itu tak bisa menyembunyikan duka. Suara isak tangis makin memilukan kala jenazah disemayamkan di rumah duka.
Seusai disalatkan, jenazah dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Sawotratap. Satu jam sebelum di Sawotratap, ”tangisan alam” juga melepas mobil ambulans berisi jasad Hayati Lutfiah di RS Bhayangkara. Jenazah korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ- 8501 yang baru saja selesai diidentifikasi Tim Disaster and Victim Identification (DVI) ditempatkan dalam peti cokelat tua berhiaskan bunga.
Peti jenazah kemudian diangkut ambulans dari kamar jenazah menuju gedung dokter Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim. Begitu peti jenazah diletakkan tepat di depan pintu, keluarga yang menanti mulai mendekat. Semua yang hadir di gedung itu seolah tercekat suaranya.
Keluarga yang menanti meneteskan air mata. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berusaha menenangkan dan menguatkan hati wanita separo baya keluarga Hayati Lutfiah itu. Berulang kali, tangan Risma mengusap pundak wanita itu, tetap saja air mata itu tak terbendung.
Tidak lama kemudian, Kapolda Jatim Irjen Pol Anas Yusuf menyerahkan jenazah dan dokumen kematian serta properti korban ke pihak AirAsia yang diwakili oleh Presiden Direktur AirAsia Indonesia Sunu Widyatmoko. Sunu langsung menyerahkan jasad korban kepada keluarga yang diwakili oleh Sirat, paman tertua Hayati Lutfiah.
Begitu serah terima dilakukan, angin berhembus kencang menerbangkan daun-daun berguguran. Mereka seolah mengirim tanda duka atas meninggalkan penumpang AirAsia QZ8501. Begitu serah terima selesai, angin kencang mulai reda. Daun-daun tak lagi berguguran. Isyarat alam berganti hujan gerimis.Saat jenazah Hayati Lutfiah dimasukkan ke dalam mobil ambulans untuk diantar ke rumah duka di Sawotratap Sidoarjo, hujan langsung turun dengan lebat.
Keluarga besar Hayati Lutfiah mengaku lega meskipun tiga anggota keluarga lainnya belum ditemukan. Lutfiah, begitu korban disapa, bersama Djoko Suseno (suami), Naura Kanita Rosada Suseno (anak), serta Soemarnik Saerah (ibu mertua sebelumnya tertulis Sumami), merupakan penumpang pesawat AirAsia yang jatuh di Selat Karimata.
Djoko yang memiliki bisnis jual beli mobil ini memang ingin membahagiakan keluarga terdekatnya. Dia sebenarnya ingin mengajak sanak saudaranya berlibur ke Singapura namun tidak jadi karena alasan terima rapor dan ujian. Ketika keluarga sudah mengetahui nasib penumpang pesawat AirAsia, mereka berkeinginan keempat orang tersebut jika ditemukan akan dikubur dalam satu liang lahad.
Namun, karena tiga anggota keluarga lainnya belum ditemukan, maka Lutfiah yang dimakamkan lebih dulu. ”Berhubung jenazah Mbak Lutfiah ditemukan lebih dulu, harus kami makamkan duluan,” ujar Mansur, adik ipar Djoko Suseno.
Setelah memakamkan jenazah Lutfiah, keluarga masih menunggu kabar tentang nasib anggota keluarga yang belum ditemukan. Sambil menunggu tiga keluarga lainnya ditemukan, keluarga juga mempersiapkan untuk keperluan pemakaman korban. Djoko Suseno dan Hayati Lutfiah dikaruniai satu anak yang ikut menjadi korban pesawat AirAsia.
Selama ini Djoko dan istrinya mempunyai usaha jual beli mobil. Selain itu, Djoko juga menjadi guru di MI Darul Ulum, Waru. Sementara Naura masih duduk di bangku MI Darul Ulum. ”Keluarga sangat berduka, tapi semua ini sudah menjadi takdir,” kata Agung, adik Lutfiah.
Mansur bercerita dua anaknya, Risky Ramadan, mahasiswa Universitas Airlangga (Unair ), dan Roby Ardiansyah, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), juga diajak berlibur ke Singapura oleh Djoko. Keduanya bahkan sudah dibelikan tiket. Karena keduanya masih ujian semester sehingga tidak diizinkan berangkat.
Djoko Suseno yang kelahiran Sawotratap dan atas permintaan keluarga, sehingga Lutfiah juga dimakamkan di kampung halaman suaminya itu. Mereka sebenarnya punya rumah di Jalan Ketintang Baru Selatan 5 B Nomor 16. Sementara Soemarnik, ibu Djoko selama ini masih tinggal di Sawotratap. ”Kakak saya ingin mengajak ibu jalan-jalan, karena sejak kecil hidup susah,” ujar Agung.
Keluarga Korban Datangi RS Bhayangkara
Duka mendalam juga dirasakan seluruh keluarga menumpang AirAsia QZ8501. Di antaranya yang dirasakan Sugiarti. Wanita 35 tahun asal Kediri dan tinggal di Surabaya ini harus kehilangan kakaknya, Susiyah. Dia datang ke Posko DVI di Polda Jatim bersama suami Susiyah, Aris Siswanto.
”Kakak saya ada dalam pesawat itu, saya ke sini untuk mencari kabar tentang kakak saya Susiyah,” katanya. Namun, selama di posko DVI, Sugiarti belum juga mendapat kabar tentang kakaknya. Dia juga belum merasa dipanggil oleh petugas, karena hanya beberapa keluarga bersangkutan dengan korban yang telah ditemukan.
Dengan menggandeng anak perempuannya yang masih berusia sekitar empat tahun, Sugiarti mengatakan, Tim Ante Mortem meminta dia membawa ijazah asli Susiyah untuk dilihat tiga sidik jari aslinya. ”Saya sudah membawa ijazah itu dan itu saja yang diminta,” katanya. Tidak ada harapan lain bagi Sugiarti kecuali kakaknya bisa ditemukan secepatnya. ”Kasihan kakak saya, sudah lima hari ini,” katanya.
Hingga saat ini, dia dan keluarga besar Susiyah belum ada rencana untuk pemakaman. Sebab yang dilakukan di rumah Susiyah di Kediri hanya sebatas tahlilan, namun dia pun mengaku tidak tahu tahlilan seperti apa.
Sugiarti menjelaskan, Susiyah ada babysitter . Dia berangkat ke Singapura karena diajak majikannya. Majikan Susiyah adalah Marthinus Djomi, istrinya bernama Ria Ratna Sari, dan anaknya yang masih berusia sekitar dua tahun adalah Kaylee C Djomi.
Duka mendalam juga dirasakan Bernard. Warga Makassar ini mengaku kehilangan anaknya, menantu, dan dua cucunya, yang ikut dalam penerbangan pesawat AirAsia QZ8501. ”Kami bersembilan akan berlibur di Singapura. Yang lima sudah sampai di Bandara Changi, karena kami janjian bertemu di sana. Tapi yang empat belum datang juga,” katanya.
Hal yang dimaksud empat orang itu adalah anak Bernard, Sheane Josal, suami Sheane Josal, yaitu Hendra Theodorus, serta dua anak mereka, Reynaldy Theodorus dan Winoya Theodorus. ”Ternyata kami mendapat kabar kalau ada pesawat hilang kontak, waduh mati anak saya ini,” kata Bernard.
Kedatangan Bernard ke Posko DVI untuk mencari kabar tentang anak, menantu, dan dua cucunya. Namun hingga saat ini, dia mengaku belum mendapat kabar sama sekali dari pihak DVI tentang keberadaan anaknya.
Konsul Republik Filipina untuk Jatim dan Bali Edi Surohadi mewakili seorang warga Filipina, istri, dan anaknya, menjadi penumpang peswat AirAsia QZ8501. Orang itu adalah Santiago, sedangkan istrinya yang ikut menjadi korban adalah Siti Romlah serta anaknya berusia 15 tahun adalah Jasmine Rose Ann Santiago.
”Santiago hanya boleh 30 hari saja, karena dia tetap warga Filipina. Dia meminta tolong menanyakan kabar jenazah istri dan anaknya. Sedangkan dia hanya punya waktu 30 hari di sini. Kami hanya menolong apa yang dibutuhkannya saja,” kata Edi.
Terkait dengan akan dibawa ke mana Siti Romlah dan Jasmine Rose Ann Santiago ketika ditemukan nanti? Edi mengatakan kemungkinan di bawa ke Pasuruan, tempat asal Siti Romlah.
”Sekarang kami masih mencari informasi, katanya masih ada dua lagi warga Filipina, cuma namanya saya belum tahu, masih ada di kedutaan,” kata Edi.
Abdul Rouf-Lutfi Yuhandi
(ftr)