Lebih Riang Meski Satu Mata Hilang

Lebih Riang Meski Satu Mata Hilang
A
A
A
MOJOKERTO - Babak baru dimulai Fadil Kairan Putra, 3. Penderita tumor mata ganas asal Desa Gembongan, Kecamatan Gedeg , itu telah menjalani operasi pengangkatan mata kanannya di RSU dr Soetomo Surabaya.
Kini keceriaan mengiringi harihari putra pasangan Tri Prastina Wiyanti-Hari itu. Seperti kemarin, Fadil asyik bermain di jalanan kampung depan rumahnya. Ditemani Tri Prastina Wiyanti, Fadil tampak gegas dan berlarian kesana kemari. Sesekali teriakan keras mengiringi acara bermain siang itu. Sebuah perban menutupi mata kanannya. Itu tak menjadi halangan bagi Fadil untuk terus bermain seperti anak seusianya.
Hanya dengan mata kiri, ia sudah bisa melihat jelas apa yang ada di sekitarnya. Acara bermain itu terhenti saat KORAN SINDO JATIM singgah di depan rumahnya. Seketika Fadil menyapa dengan penuh ceria sembari mengulurkan tangan untuk berjabat. Keceriaan bocah berumur tiga tahun putra pasangan Tri Prastina Wiyanti-Hari bertolak belakang sebelum ia menjalani operasi mata yang terserang rumor ganas.
Jangankan berlarian, untuk berjalan saja Fadil enggan. Itu tak luput tumor di matanyayangukurannya memanjang ke depan sebesar buah mangga. ”Alhamdulillah, setelah tumornya diangkat, Fadil menjadi ceria,” ungkap Tina, sapaan akrab Tri Prastina Wiyanti. Tepat tanggal 12 Desember 2014, Fadil dipulangkan dari RS dr Soetomo Surabaya setelah menjalani operasi.
Tumor ganas itu berhasil diangkat tim dokter. Namun, operasi itu tak lantas bisa menyelamatkan sebelah bola mata Fadil. ”Sudah tak lagi punya bola mata. Kelopaknya juga sudah diangkat. Kata dokter, operasi lanjutan baru bisa dilakukan saat umur 18 tahun nanti,” ujar Tina.
Kendati putra tunggalnya itu tak lagi memiliki bola mata berikut kelopaknya, Tina tetap bersyukur. Ada banyak perubahan yang terjadi pascaoperasi. Selain lebih riang dan bebas bermain, Fadil tak lagi cengeng karena merasakan sakit. Tubuhnya kini juga mulai menggemuk seiring dengan selera makannya membaik. ”Sekarang doyan makan. Dulu susah sekali makan. Sukanya menangis,” ujarnya.
Perubahan lainnya, Fadil kini lebih aktif dan bahkan bisa dibilang hiperaktif. Kata dokter, ujar Tina, itu karena efek tumor yang menyerang saraf. ”Sangat aktif dan permintaannya macam-macam. Dia tak bisa diam dan terus beraktivitas. Alhamdulillah juga dia tak pernah merasakan sakit meski luka bekas operasi belum dinyatakan sembuh benar,” katanya sembari terus mengucap syukur.
Tugas Tina untuk merawat Fadil belum usai. Sehari-hari ia harus merawat luka bekas operasi Fadil dan masih butuh rutin melakukan kontrol. Itu harus dilakukan Tina sendirian karena sang suami tak memiliki waktu karena pekerjaannya sebagai buruh kontrak di salah satu pabrik kertas. ”Bapaknya tak bisa libur. Kalau kontrol, terpaksa kadang harus izin kerja,” ucapnya.
Operasi untuk mengangkat tumor ganas di mata Fadil memang terbilang telat. Itu lantaran alasan orang tua Fadil yang tak mampu membayar biaya operasi sebesar Rp60 juta saat tumor itu masih berbentuk bintil kecil. Hingga akhirnya selama delapan bulan, tumor itu tumbuh sebesar buah mangga. Operasi yang dilakukan, setelah derita Fadil dipublikasikan beberapa koran dan media televisi.
Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto pun baru turun tangan. ”Semua biayanya ditanggung pemerintah daerah,” kata Kepala Dinkes Kabupaten Mojokerto Endang Sri Woelan. Ia menjamin perawatan pascaoperasi juga akan ditanggung pemerintah daerah. Pihaknya sudah menerbitkan surat keterangan miskin yang bisa menjadi pembebas semua tindakan medis atas penyakit yang diderita Fadil.
”Kami terus pantau kondisinya. Pascaoperasi ini, kami menunjuk dokter untuk melihat perkembangannya dan melakukan tindakan,” kata Endang.
Tritus Julan
Kini keceriaan mengiringi harihari putra pasangan Tri Prastina Wiyanti-Hari itu. Seperti kemarin, Fadil asyik bermain di jalanan kampung depan rumahnya. Ditemani Tri Prastina Wiyanti, Fadil tampak gegas dan berlarian kesana kemari. Sesekali teriakan keras mengiringi acara bermain siang itu. Sebuah perban menutupi mata kanannya. Itu tak menjadi halangan bagi Fadil untuk terus bermain seperti anak seusianya.
Hanya dengan mata kiri, ia sudah bisa melihat jelas apa yang ada di sekitarnya. Acara bermain itu terhenti saat KORAN SINDO JATIM singgah di depan rumahnya. Seketika Fadil menyapa dengan penuh ceria sembari mengulurkan tangan untuk berjabat. Keceriaan bocah berumur tiga tahun putra pasangan Tri Prastina Wiyanti-Hari bertolak belakang sebelum ia menjalani operasi mata yang terserang rumor ganas.
Jangankan berlarian, untuk berjalan saja Fadil enggan. Itu tak luput tumor di matanyayangukurannya memanjang ke depan sebesar buah mangga. ”Alhamdulillah, setelah tumornya diangkat, Fadil menjadi ceria,” ungkap Tina, sapaan akrab Tri Prastina Wiyanti. Tepat tanggal 12 Desember 2014, Fadil dipulangkan dari RS dr Soetomo Surabaya setelah menjalani operasi.
Tumor ganas itu berhasil diangkat tim dokter. Namun, operasi itu tak lantas bisa menyelamatkan sebelah bola mata Fadil. ”Sudah tak lagi punya bola mata. Kelopaknya juga sudah diangkat. Kata dokter, operasi lanjutan baru bisa dilakukan saat umur 18 tahun nanti,” ujar Tina.
Kendati putra tunggalnya itu tak lagi memiliki bola mata berikut kelopaknya, Tina tetap bersyukur. Ada banyak perubahan yang terjadi pascaoperasi. Selain lebih riang dan bebas bermain, Fadil tak lagi cengeng karena merasakan sakit. Tubuhnya kini juga mulai menggemuk seiring dengan selera makannya membaik. ”Sekarang doyan makan. Dulu susah sekali makan. Sukanya menangis,” ujarnya.
Perubahan lainnya, Fadil kini lebih aktif dan bahkan bisa dibilang hiperaktif. Kata dokter, ujar Tina, itu karena efek tumor yang menyerang saraf. ”Sangat aktif dan permintaannya macam-macam. Dia tak bisa diam dan terus beraktivitas. Alhamdulillah juga dia tak pernah merasakan sakit meski luka bekas operasi belum dinyatakan sembuh benar,” katanya sembari terus mengucap syukur.
Tugas Tina untuk merawat Fadil belum usai. Sehari-hari ia harus merawat luka bekas operasi Fadil dan masih butuh rutin melakukan kontrol. Itu harus dilakukan Tina sendirian karena sang suami tak memiliki waktu karena pekerjaannya sebagai buruh kontrak di salah satu pabrik kertas. ”Bapaknya tak bisa libur. Kalau kontrol, terpaksa kadang harus izin kerja,” ucapnya.
Operasi untuk mengangkat tumor ganas di mata Fadil memang terbilang telat. Itu lantaran alasan orang tua Fadil yang tak mampu membayar biaya operasi sebesar Rp60 juta saat tumor itu masih berbentuk bintil kecil. Hingga akhirnya selama delapan bulan, tumor itu tumbuh sebesar buah mangga. Operasi yang dilakukan, setelah derita Fadil dipublikasikan beberapa koran dan media televisi.
Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto pun baru turun tangan. ”Semua biayanya ditanggung pemerintah daerah,” kata Kepala Dinkes Kabupaten Mojokerto Endang Sri Woelan. Ia menjamin perawatan pascaoperasi juga akan ditanggung pemerintah daerah. Pihaknya sudah menerbitkan surat keterangan miskin yang bisa menjadi pembebas semua tindakan medis atas penyakit yang diderita Fadil.
”Kami terus pantau kondisinya. Pascaoperasi ini, kami menunjuk dokter untuk melihat perkembangannya dan melakukan tindakan,” kata Endang.
Tritus Julan
(ftr)