Abah, Mana Abah....?

Selasa, 30 Desember 2014 - 11:40 WIB
Abah, Mana Abah....?
Abah, Mana Abah....?
A A A
SURABAYA - Pencarian pesawat AirAsia QZ8501 Surabaya-Singapura yang dilaporkan hilang kontak, Minggu (28/12), hingga hari kedua belum membuahkan hasil.

Ketidakpastian kabar keberadaan pesawat AirAsia ini membuat keluarga para penumpang terpukul. Jiwa-jiwa mereka seperti kapas tertiup angin. Terbang kesana-kemari. Suasana batin Ny Marini, 80, belum seutuhnya stabil. Setiap kesadarannya pulih, ibu kandung Marwin Sholeh, 46, warga Desa/Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung, itu sontak memekik tak terkendali.

Ia mengguncang tubuh siapa saja yang berada di dekatnya. “Di mana anakku sekarang? Sampai sekarang kok belum juga pulang,” teriaknya dengan tangan terus menggapai mengharap terbitnya jawaban yang memuaskan. Marini rebah di lantai ruang keluarga tempat tinggal Marwin Sholeh.

Setelah didahului ratap histeris seusai mendengar kabar bahwa anaknya adalah penumpang pesawat AirAsia Airbus A320-200 jurusan Surabaya-Singapura yang lenyap, janda mendiang Mijan Krusik itu tidak lagi menempati kamarnya. Sejumlah kerabat yang duduk bersimpuh di dekatnya, tak juga beranjak dari tempatnya.

Mereka memilih mengunci mulut, tak bersuara. Tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Marini. Namun, mata mereka tak bisa menyembunyikan kesedihan. Kelopak mata keluarga Marwin ini berkacakaca. “Istigfar. Tidak ada apaapa. Sebentar lagi juga pulang,” bujuk seorang ibu tua itu.

Marsid, kakak tertua Marwin Sholeh, juga terlihat di sana. Namun sama dengan yang lain, lelaki pengidap penyakit vertigo itu tidak sanggup menyampaikan cerita apa pun kepada ibunya. Marsid sendiri juga sempat pingsan seusai menerima telepon dari Marsim, adiknya yang bekerja di Malaysia.

“Sebab sudah tidak ada lagi yang dipercaya oleh Mbah Marini. Kami sempat bersepakat memberi tahu kalau keadaannya baik-baik saja. Namun begitu melihat televisi, Mbah Marini kembali histeris tidak percaya,” tutur Syaifuddin, salah satu kerabat yang didaulat menjadi juru bicara keluarga.

Di dalam kamar yang berjarak beberapa langkah dari tempat Marini tergolek lemas, Winingsih, 28, istri Marwin, juga belum sepenuhnya sadar. Dengan mata terpejam, wanita tiga anak itu terus meracau memanggil Marwin Soleh. “Abah. Abah. Mana abah,” panggilnya.

Sementara anak-anak Marwin terlihat lebih tabah. Mereka tidak henti-henti membujuk ibunya untuk tegar. Marwin Sholeh biasa dipanggil abah. Tidak hanya oleh Nurul Faridatul Ikhoramah, 18, M Zaenudin Purbokusumo, 15, dan M Khoirudin Pandu Wiranata, 8, (ketiga anak), serta istrinya. Para murid Marwin juga menyematkan panggilan serupa.

Maklum, anak bungsu tiga bersaudara pasangan suami istri, Mijan dan Marini, dikenal sebagai pimpinan padepokan ilmu olah kanuragan di Pucanglaban. Caleg Partai Golkar yang juga Ketua Yayasan Pendidikan Mambaul Huda dan gagal pada pemilu legislatif 2014 lalu itu, kesohor sebagai tabib pengobatan sekaligus paranormal.

Tidak hanya membuka praktik di rumahnya berlantai dua megah itu. Ia juga memiliki cabang pengobatan di Singapura dan Hong Kong. “Buka cabang di Singapura sejak tahun 2007. Ke Singapura ini juga dalam melihat perkembangan cabang pengobatan,” kata Syaifuddin.

Marwin berangkat ke Surabaya, Sabtu pagi (27/12) sekitar pukul 09.00 WIB. Rencananya, Senin (29/12) malam ini, Marwin sudah pulang ke rumah. Sebab berharap malam Tahun Baru 2015, dirinya bisa berkumpul bersama keluarga. “Sebab seusai tahun baru rencananya akan langsung terbang ke Hong Kong. Pergi ke Hong Kong dan Singapura dua kali dalam sebulan. Namun baru kali ini naik AirAsia,” ujarnya.

Menurut Syaifuddin, keluarga tidak melihat firasat aneh. Beberapa jam sebelum berangkat ke Bandara Juanda, Marwin Sholeh sempat merebahkan kepala di atas pangkuan ibunya. Sambil mengobrol meminta doa perjalanannya lancar, Marwin juga sempat meminta M Zaenudin Purbokusumo, anak keduanya, beberapa kali mengusap kepalanya.

“Sebab semula anaknya hendak diajak. Namun karena kehabisan tiket, akhirnya tidak jadi diajak. Mungkin hanya itu firasatnya. Saat meminta kepalanya diusap, abah (Marwin) meminta maaf, “kata Syaifuddin.

Seperti kebiasaan yang dilakukannya, sebelum pesawat lepas landas, Marwin sempat menelepon istrinya meminta doa. Keluarga mulai cemas ketika nomor ponsel Marwin tidak bisa dihubungi. Sebab saat itu sudah satu jam lebih dan harusnya pesawat telah sampai ke tempat tujuan. “Sebab kalau sampai tempat tujuan biasanya langsung menghubungi keluarga. Tidak lama setelah itu, kami menerima kabar dari keluarga di Malaysia kalau pesawat AirAsia hilang,” katanya.

Pada Minggu (28/12) sekitar pukul 12.30 WIB, pihak keluarga telah pergi ke Bandara Juanda. Di hadapan mereka bersama keluarga penumpang yang lain, pihak AirAsia menyatakan siap bertanggung jawab secara moral dan material. “Senin ini (29/12), didampingi kepala desa dan kepolisian Pucanglaban, keluarga juga kembali ke Bandara Juanda dengan membawa dokumen terkait abah,” katanya.

Marsid, kakak tertua Marwin, berharap adiknya bisa ditemukan dengan kondisi selamat. Kalaupun hal tidak diinginkan terjadi, Marsid yang tiba-tiba diberi uang Rp400 ribu oleh Marwin sebelum berangkat, menganggap hal itu sebagai suratan takdir. “Kalaupun tidak selamat, kami berdoa semoga khusnul khotimah . Mulai Minggu (28/12) malam, kami beserta warga terus melakukan doa bersama, “tuturnya sedih.

SD Khadijah Merasa Kehilangan

Hilangnya pesawat AirAsia juga menjadi duka keluarga besar SD Khadijah, Wonokromo, Jalan SMEA, Surabaya. Salah satu siswinya, Naura Kanita Rosada Suseno, ditengarai kuat termasuk dalam manifes penumpang. Karena belum ada kepastian dari pihak keluarga, sekolah belum berani memastikan apakah Naura itu benar muridnya yang duduk di bangku kelas V.

Meski demikian, sekolah memastikan kesamaan nama Naura, orang tua dan alamatnya. Kepala SD Khadijah Wonokromo, Syifa’ul Khoir, membenarkan kesamaan nama lengkap Naura di sekolah dengan manifes penerbangan. “Nama Naura sama persis. Nama ibunya juga sama, Hayati Lutfiah. Dan nama bapaknya, Joko Suseno, juga sama persis,” kata Syifa’ul Khoir, kemarin.

Menurutnya, untuk dua alamat rumah Naura yang tertera di manifes juga sama dengan data sekolah. Rumah pertama dan ditempati seharihari di Jalan Ketintang Baru Selatan 5 Blok B/13 dekat Samsat Ketintang. Rumah kedua di Wage, Sidoarjo. “Dari pengecekan sekolah ke rumah di Ketintang, rumahnya kosong. Menurut satpam perumahan, sekeluarga pergi ke Singapura. Cuma kami belum berani memastikan karena belum ada kepastian dari pihak keluarga,” kata Syifa’ul.

Meski demikian, pihak sekolah yakin Naura penumpang pesawat adalah muridnya. “Sekolah merasa berduka, kehilangan. Naura murid yang pintar. Selama sekolah, Naura selalu ranking satu dan kadang dua,” tuturnya.

Sekolah akan menunggu kepastian saat awal masuk sekolah setelah liburan, 5 Januari 2015. Duka juga menyelimuti rumah bercat putih yang beralamat di Perumahan Rungkut Menanggal Harapan Blok K Nomor 22. Rumah itu merupakan tempat tinggal Andriani, satu dari 155 penumpang AirAsia QZ8501 rute Surabaya- Singapura. Dino, adik kandung Andriani, tetap berharap dan berdoa agar semua penumpang, termasuk kakaknya bisa segera ditemukan.

“Kakak saya ke Singapura itu kerja, jadi guide . Jadi, dia sering keluar negeri. Ke Singapura ini dia bersama rombongan dari travel agen kakak saya bekerja,” kata Dino. Lelaki berambut pendek ini tidak begitu banyak memberi penjelasan. Sesekali dia bertanya mengenai kejelasan nasib pesawat AirAsia ini. Setelah hampir satu hari lebih belum juga ditemukan, dia makin gusar.

Dia berharap pemerintah berupaya maksimal dalam pencarian pesawat naas ini. “Ya kalau bisa pencarian dimaksimalkan lagi,” katanya dengan mimik wajah duka. Sedetik kemudian, Dino minta diri untuk masuk rumah.

Kondisi berbeda ditemui saat KORAN SINDO JATIM bertamu ke Perumahan Nirvana Eksekutif Blok CC Nomor 20, kemarin. Rumah tempat tinggal Hermanto Tanus, yang juga salah satu korban hilangnya AirAsia QZ8501, ternyata tak berpenghuni. Hermanto Tanus berada di dalam pesawat bersama istri dan dua anaknya bernama Nico Giovani dan Justin Giovani.

Rencananya keluarga ini hendak ke Singapura guna menjenguk salah satu anak mereka yang sedang menimba ilmu di Negeri Singa itu. Saat ini, yang tinggal di rumah itu hanya pembantunya. Kemarin pagi, si pembantu pergi ke Bandara Juanda guna mengetahui kabar keberadaan pesawat ini.

“Mereka menitip jaga rumah ke saya. Dia mau berangkat ke Singapura menjenguk anaknya,” ujar Rochman, petugas keamanan Perumahan Nirwana Eksekutif.

Solichan Arif/ Soeprayitno/ Lukman Hakim
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1150 seconds (0.1#10.140)