Pendirian Rumah Karaoke Dibolehkan
A
A
A
SURABAYA - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya rupanya tidak sepenuhnya melarang pendirian rumah karaoke di eks kawasan Lokalisasi Dolly.
Pelarangan rumah musik lebih disebabkan lokasi bangunan tersebut. Jika berada di jalan kolektor atau yang menghubungkan dua jalan besar, rumah musik diizinkan. Sebaliknya, jika hanya jalan kampung yang tidak menghubungkan dua jalan besar, hal itu dilarang.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, pihaknya tidak sepenuhnya melarang berdirinya rumah karaoke, khususnya di kawasan eks lokalisasi. Di Jalan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, misalnya, terdapat rumah karaoke, yakni Dondong.
Keberadaan rumah musik itu dibiarkan karena berdiri di sebuah jalan yang menghubungkan dua jalan besar, yakni Jalan Diponegoro dan Jalan Dukuh Kupang. “Kalau di sepanjang Jalan Jarak itu masih memungkinkan karena di situ memang kawasan jasa dan perdagangan,” katanya kemarin.
Selain rumah musik di jalan kolektor, kata dia, bangunan rumah musiknya juga bukan berbentuk rumah pada umumnya. Artinya, bangunan didesain khusus sebagai tempat hiburan.
Berbeda dengan rumah musik di Gang Dolly, di mana bangunannya rumah biasa, lalu disulap jadi tempat hiburan. “Kami berupaya mengubah sumber pendapatan mereka (warga Eks lokalisasi Dolly) dari yang sebelumnya berbasis prostitusi ke yang lain,” ujar mantan Camat Rungkut ini.
Plt Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya Eri Cahyadi menambahkan, meski warga diberi peluang membuka rumah musik untuk dibuka di jalan kolektor, tidak semua rumah musik akan diberi izin. Pihaknya terlebih dahulu akan mengkaji jenis rumah yang hendak dibangun.
Yang paling penting izin analisis dampak lingkungan sosial (amdal). Ini terkait izin masyarakat sekitar atas keberadaan rumah musik itu. “Sebenarnya masyarakat bisa mencari sumber pendapatan lain selain berbisnis di dunia hiburan, misalnya bisnis kerajinan atau yang lain,” ungkapnya.
Kepala Dinas Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Agus Imam Son Haji mengaku sangat mengetahui alasan keinginan masyarakat di kawasan eks Dolly dan Jarak yang ingin kembali membuka usaha rumah musik. Ini karena desakan perekonomian yang tidak stabil pascapenutupan.
Sejauh ini Pemkot Surabaya sudah berupaya memberikan pelatihan secara khusus bagi masyarakat terdampak penutupan. Selain memberi pelatihan, Pemkot juga secara bertahap membantu memasarkan hasil dari pelatihan tersebut. “Kami akan upayakan agar produk yang diciptakan dari masyarakat sekitar dapat kami pasarkan segera. Kami berharap masyarakat mampu bersabar untuk menunggu hasilnya,” ungkapnya.
Terpisah, Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana enggan memberi komentar terkait kondisi perekonomian warga pascapenutupan eks Lokalisasi Dolly. Menurutnya, masalah penutupan maupun pasca penutupan bekas lokalisasi terbesar se-Indonesia ini merupakan kewenangan penuh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Dia tidak memiliki kapasitas untuk menanggapi persoalan Dolly. “Itu (Dolly) merupakan domain dari wali kota, maaf saya tidak bisa menjawab,” ujar mantan Ketua DPRD Kota Surabaya ini.
Lukman Hakim
Pelarangan rumah musik lebih disebabkan lokasi bangunan tersebut. Jika berada di jalan kolektor atau yang menghubungkan dua jalan besar, rumah musik diizinkan. Sebaliknya, jika hanya jalan kampung yang tidak menghubungkan dua jalan besar, hal itu dilarang.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surabaya Irvan Widyanto mengatakan, pihaknya tidak sepenuhnya melarang berdirinya rumah karaoke, khususnya di kawasan eks lokalisasi. Di Jalan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, misalnya, terdapat rumah karaoke, yakni Dondong.
Keberadaan rumah musik itu dibiarkan karena berdiri di sebuah jalan yang menghubungkan dua jalan besar, yakni Jalan Diponegoro dan Jalan Dukuh Kupang. “Kalau di sepanjang Jalan Jarak itu masih memungkinkan karena di situ memang kawasan jasa dan perdagangan,” katanya kemarin.
Selain rumah musik di jalan kolektor, kata dia, bangunan rumah musiknya juga bukan berbentuk rumah pada umumnya. Artinya, bangunan didesain khusus sebagai tempat hiburan.
Berbeda dengan rumah musik di Gang Dolly, di mana bangunannya rumah biasa, lalu disulap jadi tempat hiburan. “Kami berupaya mengubah sumber pendapatan mereka (warga Eks lokalisasi Dolly) dari yang sebelumnya berbasis prostitusi ke yang lain,” ujar mantan Camat Rungkut ini.
Plt Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya Eri Cahyadi menambahkan, meski warga diberi peluang membuka rumah musik untuk dibuka di jalan kolektor, tidak semua rumah musik akan diberi izin. Pihaknya terlebih dahulu akan mengkaji jenis rumah yang hendak dibangun.
Yang paling penting izin analisis dampak lingkungan sosial (amdal). Ini terkait izin masyarakat sekitar atas keberadaan rumah musik itu. “Sebenarnya masyarakat bisa mencari sumber pendapatan lain selain berbisnis di dunia hiburan, misalnya bisnis kerajinan atau yang lain,” ungkapnya.
Kepala Dinas Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Agus Imam Son Haji mengaku sangat mengetahui alasan keinginan masyarakat di kawasan eks Dolly dan Jarak yang ingin kembali membuka usaha rumah musik. Ini karena desakan perekonomian yang tidak stabil pascapenutupan.
Sejauh ini Pemkot Surabaya sudah berupaya memberikan pelatihan secara khusus bagi masyarakat terdampak penutupan. Selain memberi pelatihan, Pemkot juga secara bertahap membantu memasarkan hasil dari pelatihan tersebut. “Kami akan upayakan agar produk yang diciptakan dari masyarakat sekitar dapat kami pasarkan segera. Kami berharap masyarakat mampu bersabar untuk menunggu hasilnya,” ungkapnya.
Terpisah, Wakil Wali Kota Surabaya Wisnu Sakti Buana enggan memberi komentar terkait kondisi perekonomian warga pascapenutupan eks Lokalisasi Dolly. Menurutnya, masalah penutupan maupun pasca penutupan bekas lokalisasi terbesar se-Indonesia ini merupakan kewenangan penuh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Dia tidak memiliki kapasitas untuk menanggapi persoalan Dolly. “Itu (Dolly) merupakan domain dari wali kota, maaf saya tidak bisa menjawab,” ujar mantan Ketua DPRD Kota Surabaya ini.
Lukman Hakim
(ftr)