Pemerintah Ingin Ganti Rugi Cepat Tuntas
A
A
A
KUPANG - Keputusan pemerintah memberikan dana talangan lumpur Lapindo sebesar Rp781 miliar menuai kritik bahkan diragukan para korban. Namun pemerintah menegaskan ingin persoalan ganti rugi yang sudah berlarut-larut cepat selesai.
“Pemerintahan Presiden Joko Widodo memutuskan menalangi ganti rugi korban lumpur Lapindo Rp781 miliar karena masalah itu sudah berlarut-larut,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono sebelum peletakan batu pertama pembangunan Waduk Raknamo di Kupang, Nusa Tenggara Timur, kemarin. Dia menjelaskan, total ganti rugi untuk para korban adalah Rp3,8 triliun.
Dari jumlah tersebut PT Minarak Lapindo Jaya (anak usaha PT Lapindo Brantas) telah menyelesaikan pembayaran sebesar Rp3,03 triliun. Sisanya sebesar Rp781 miliar terpaksa harus ditalangi pemerintah karena Lapindo kesulitan dana. “Semangat kita adalah pemerintah harus hadir di setiap bencana,” katanya. Menurut Basuki, dengan semangat tersebut, jelas bahwa pemerintah dan negara harus hadir membantu korban Lapindo bagaimana pun caranya, tanpa melanggar aturan dan menghilangkan tanggung jawab Lapindo.
Karena itu dibuat skema pembayaran Rp781 miliar oleh pemerintah dengan aset senilai Rp3,03 triliun yang sudah diganti Lapindo diberikan sebagai jaminan. Lapindo punya waktu empat tahun untuk melunasi Rp781 miliar tersebut. Bila jika tidak dilunasi, aset yang menjadi jaminan menjadi milik negara.
“Aset tersebut jadi milik pemerintah dan akan dijual. Menurut Presiden, nantinya akan ada kuasa jual untuk aset itu,” kata Basuki Hadimuljono. Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan pemerintah tidak menanggung kewajiban PT Lapindo Brantas. Yang sebenarnya, Lapindo menggadaikan asetnya kepada pemerintah agar bisa membayar ganti rugi korban terdampak. Aset yang digadaikan memiliki legalitas berupa surat-surat yang menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah sebelum melakukan kesepakatan dengan Lapindo.
“Rakyat kesulitan, Lapindo tidak bisa bayar, tapi Lapindo ada aset. Maka pemerintah menalangi dulu supaya rakyat itu tenang. Lapindo itu punya tanah yang sudah dilunasi mungkin sekitar 1.000 hektare. Itu dijaminkan kepada pemerintah. Pemerintah kasih batas waktu empat tahun untuk dilunasi,” papar JK di kantornya, Jumat (19/12) malam.
JK memaparkan, tanah Lapindo yang digadaikan kepada pemerintah seluas 1.000 hektare atau 10 juta meter persegi, dengan nilai mencapai kisaran Rp 10 triliun. Sementara Lapindo hanya membutuhkan Rp 781 miliar untuk membayar ganti rugi kepada masyarakat. JK mengatakan, tanah berlumpur Lapindo yang dijaminkan nilainya bakal naik bila pada saatnya semburan lumpur berhenti. Karena itu masyarakat tidak perlu khawatir ada kerugian negara dalam skema pelunasan ganti rugi korban lumpur Lapindo ini.
“Kalau semburan berhenti tanah bisa mahal. Tidak akan merugikan negara karena kalau berhenti langsung untung negara kan. Lapindo juga tidak rugi asal bisa melunasi utangnya kepada pemerintah. Korban juga senang karena tanah mereka dibeli dengan harga lima kali lipat dari harga semula,” tutur JK.
Langkah pemerintah untuk kasus Lapindo sebenarnya kelanjutan dari hasil rapat dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pada Rabu (24/9) silam. Rapat menghasilkan dua opsi penyelesaian ganti rugi kepada korban.
Pertama menggunakan dana talangan pemerintah dan kedua pemerintah mengambil alih pembayaran Lapindo dengan sektiar 25% aset Lapindo dalam peta terdampak akan menjadi milik pemerintah. “Saya pastikan ganti rugi akan dibayar pemerintah. Hasil rapat akan segera disampaikan ke rapat kabinet. Intinya hanya menunggu persetujuan presiden,” kata Djoko Kirmanto waktu itu.
Dalam semburan lumpur di Sidoarjo, Lapindo memiliki kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp3,830 triliun. Namun Rp781,688 miliar belum terbayar. Pemerintah juga memiliki kewajiban membayar ganti rugi di luar Peta Area Terdampak Rp4,036 triliun dan masih tersisa Rp1,319 triliun.
BPLS Selesaikan 600 Meter Tanggul
Sementara itu, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo telah menyelesaikan 600 meter dari total 1,7 meter pembangunan tanggul baru untuk menahan luapan semburan lumpur Lapindo. Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Dwinanto, Sabtu, mengatakan, saat ini masih sekitar 600 meter tanggul yang diselesaikan dan itupun hanya memiliki tinggi sekitar 3,5 meter dari rencana peninggian lima meter.
“Oleh karena itu, kami saat ini masih terus mengebut pengerjaan perbaikan tanggul tersebut supaya saat musim hujan seperti sekarang ini tidak terjadi luberan lumpur ke Kali Ketapang,” katanya. Dwinanto mengatakan, perbaikan tanggul yang sempat jebol di titik 73 b juga sudah dilakukan oleh BPLS untuk meminimalisir kemungkinan mengalir ke rumah warga.
“Intinya saat ini kami akan terus mengebut proses pembuatan tanggul tersebut mengingat intensitas curah hujan yang terjadi di wilayah porong masih cukup tinggi,” ujarnya. Ia mengatakan, penyiagaan pompa air di luar tanggul penahan lumpur tepatnya di sisi barat tanggul penahan lumpur masih terus dilakukan supaya tidak mengancam rel kereta api dan juga Jalan Raya Porong.
“Untuk sisi barat tanggul penahan lumpur, kami sudah mempersiapkan sekitar sebelas unit pompa yang setiap saat siap difungsikan untuk mengalirkan air hujan yang menggenangi lokasi tersebut,” kata Dwinanto. Pihaknya juga terus memberikan bantuan air bersih kepada warga khususnya yang berada di dalam peta area terdampak lumpur dan juga korban luapan lumpur Lapindi ini.
“Kami juga memberikan bantuan kepada warga berupa makanan selama mereka mengungsi di lokasi pengungsian sambil menunggu rumah mereka terbebas dari genangan banjr bercampur lumpur,” katanya.
Rarasati syarief/ Abdul rouf/ Ant
“Pemerintahan Presiden Joko Widodo memutuskan menalangi ganti rugi korban lumpur Lapindo Rp781 miliar karena masalah itu sudah berlarut-larut,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono sebelum peletakan batu pertama pembangunan Waduk Raknamo di Kupang, Nusa Tenggara Timur, kemarin. Dia menjelaskan, total ganti rugi untuk para korban adalah Rp3,8 triliun.
Dari jumlah tersebut PT Minarak Lapindo Jaya (anak usaha PT Lapindo Brantas) telah menyelesaikan pembayaran sebesar Rp3,03 triliun. Sisanya sebesar Rp781 miliar terpaksa harus ditalangi pemerintah karena Lapindo kesulitan dana. “Semangat kita adalah pemerintah harus hadir di setiap bencana,” katanya. Menurut Basuki, dengan semangat tersebut, jelas bahwa pemerintah dan negara harus hadir membantu korban Lapindo bagaimana pun caranya, tanpa melanggar aturan dan menghilangkan tanggung jawab Lapindo.
Karena itu dibuat skema pembayaran Rp781 miliar oleh pemerintah dengan aset senilai Rp3,03 triliun yang sudah diganti Lapindo diberikan sebagai jaminan. Lapindo punya waktu empat tahun untuk melunasi Rp781 miliar tersebut. Bila jika tidak dilunasi, aset yang menjadi jaminan menjadi milik negara.
“Aset tersebut jadi milik pemerintah dan akan dijual. Menurut Presiden, nantinya akan ada kuasa jual untuk aset itu,” kata Basuki Hadimuljono. Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan pemerintah tidak menanggung kewajiban PT Lapindo Brantas. Yang sebenarnya, Lapindo menggadaikan asetnya kepada pemerintah agar bisa membayar ganti rugi korban terdampak. Aset yang digadaikan memiliki legalitas berupa surat-surat yang menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah sebelum melakukan kesepakatan dengan Lapindo.
“Rakyat kesulitan, Lapindo tidak bisa bayar, tapi Lapindo ada aset. Maka pemerintah menalangi dulu supaya rakyat itu tenang. Lapindo itu punya tanah yang sudah dilunasi mungkin sekitar 1.000 hektare. Itu dijaminkan kepada pemerintah. Pemerintah kasih batas waktu empat tahun untuk dilunasi,” papar JK di kantornya, Jumat (19/12) malam.
JK memaparkan, tanah Lapindo yang digadaikan kepada pemerintah seluas 1.000 hektare atau 10 juta meter persegi, dengan nilai mencapai kisaran Rp 10 triliun. Sementara Lapindo hanya membutuhkan Rp 781 miliar untuk membayar ganti rugi kepada masyarakat. JK mengatakan, tanah berlumpur Lapindo yang dijaminkan nilainya bakal naik bila pada saatnya semburan lumpur berhenti. Karena itu masyarakat tidak perlu khawatir ada kerugian negara dalam skema pelunasan ganti rugi korban lumpur Lapindo ini.
“Kalau semburan berhenti tanah bisa mahal. Tidak akan merugikan negara karena kalau berhenti langsung untung negara kan. Lapindo juga tidak rugi asal bisa melunasi utangnya kepada pemerintah. Korban juga senang karena tanah mereka dibeli dengan harga lima kali lipat dari harga semula,” tutur JK.
Langkah pemerintah untuk kasus Lapindo sebenarnya kelanjutan dari hasil rapat dengan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) pada Rabu (24/9) silam. Rapat menghasilkan dua opsi penyelesaian ganti rugi kepada korban.
Pertama menggunakan dana talangan pemerintah dan kedua pemerintah mengambil alih pembayaran Lapindo dengan sektiar 25% aset Lapindo dalam peta terdampak akan menjadi milik pemerintah. “Saya pastikan ganti rugi akan dibayar pemerintah. Hasil rapat akan segera disampaikan ke rapat kabinet. Intinya hanya menunggu persetujuan presiden,” kata Djoko Kirmanto waktu itu.
Dalam semburan lumpur di Sidoarjo, Lapindo memiliki kewajiban membayar ganti rugi sebesar Rp3,830 triliun. Namun Rp781,688 miliar belum terbayar. Pemerintah juga memiliki kewajiban membayar ganti rugi di luar Peta Area Terdampak Rp4,036 triliun dan masih tersisa Rp1,319 triliun.
BPLS Selesaikan 600 Meter Tanggul
Sementara itu, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo telah menyelesaikan 600 meter dari total 1,7 meter pembangunan tanggul baru untuk menahan luapan semburan lumpur Lapindo. Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) Dwinanto, Sabtu, mengatakan, saat ini masih sekitar 600 meter tanggul yang diselesaikan dan itupun hanya memiliki tinggi sekitar 3,5 meter dari rencana peninggian lima meter.
“Oleh karena itu, kami saat ini masih terus mengebut pengerjaan perbaikan tanggul tersebut supaya saat musim hujan seperti sekarang ini tidak terjadi luberan lumpur ke Kali Ketapang,” katanya. Dwinanto mengatakan, perbaikan tanggul yang sempat jebol di titik 73 b juga sudah dilakukan oleh BPLS untuk meminimalisir kemungkinan mengalir ke rumah warga.
“Intinya saat ini kami akan terus mengebut proses pembuatan tanggul tersebut mengingat intensitas curah hujan yang terjadi di wilayah porong masih cukup tinggi,” ujarnya. Ia mengatakan, penyiagaan pompa air di luar tanggul penahan lumpur tepatnya di sisi barat tanggul penahan lumpur masih terus dilakukan supaya tidak mengancam rel kereta api dan juga Jalan Raya Porong.
“Untuk sisi barat tanggul penahan lumpur, kami sudah mempersiapkan sekitar sebelas unit pompa yang setiap saat siap difungsikan untuk mengalirkan air hujan yang menggenangi lokasi tersebut,” kata Dwinanto. Pihaknya juga terus memberikan bantuan air bersih kepada warga khususnya yang berada di dalam peta area terdampak lumpur dan juga korban luapan lumpur Lapindi ini.
“Kami juga memberikan bantuan kepada warga berupa makanan selama mereka mengungsi di lokasi pengungsian sambil menunggu rumah mereka terbebas dari genangan banjr bercampur lumpur,” katanya.
Rarasati syarief/ Abdul rouf/ Ant
(ars)