Pusat Kajian HAM, Demokrasi dan Sosial
A
A
A
SURABAYA - Universitas Airlangga( Unair) kini memiliki Soetandyo Center (SC). Memanfaatkan aula gedung C di kampus B Jalan Dharmawangsa, SC menjadi pusat kajian hak asasi manusia, demokrasi, dan sosial.
Keberadaan SC yang kemarin diresmikan bukan untuk menghormati Pak Tandyo, begitu Soetandyo Wignjosoebroto biasa dipanggil kala itu. Selain dihadiri keluarga, peresmian juga dihadiri mahasiswa angkatan pertama FISIP dan kolega almarhum. Semasa hidupnya, Tandyo adalah guru besar (emeritus) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unair.
Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur, tahun 1932, ini motor pendiri FISIP Unair, 23 Desember 1978. Tandyo yang sederhana dan bersahaja juga salah satu ahli di bidang sosiologi hukum yang merupakan bagian ilmu sosiologi. Sosiologi hukum melihat hukum bukan sekadar urutan pasal-pasal yang bersifat mengadili dan menghakimi, tapi ada dimensi-dimensi tertentu di dalamnya.
Dalam menegakkan hukum harus melihat konteks sosial di dalamnya. Karena keadilan juga harus ditegakkan dalam dimensi sosial. Ini menjadi terobosan besar dalam pemikiran Tandyo saat itu. Soetandyo pernah membela pedagang kaki lima (PKL) yang memangkal di sekitar rumahnya di lingkungan kampus B Unair.
Perjuangan untuk hak asasi manusia (HAM) juga digeluti hingga dia sempat terpilih sebagai salah seorang komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM. Keberadaan SC sendiri sebagai penghargaan terhadap Soetandyo merupakan dekan pertama FISIP yang kini menjadi pionir kajian politik bagi universitas lain di Indonesia.
Pada awal pendiriannya, FISIP hanya memiliki jurusan sosiologi, tapi sekarang ada 13 program studi. Anak sulung Soetandyo, Fitri, mengapresiasi dan berterima kasih atas keberadaan SC. “Kami bukan (kuliah) di FISIP, tapi kami merasa menjadi bagian FISIP. Kami besar di lingkungan FISIP. Kami berharap apa yang sudah dirintis papa menjadi bermanfaat,” kata Fitri saat datang di Unair.
Dekan FISIP Unair I Basis Susilo Fisip Unair pada awal pendiriannya menawarkan hal baru terkait pluralisme, multidisiplin, keluwesan, dan lainnya. Ini untuk menjawab keberadaan Orde Baru (Orba) yang memantapkan keberadaannya dengan memasuk demokrasi.
“Pusat Kajian Soetandyo untuk menghargai Pak Tandyo yang wafat tahun lalu (2013). Pak Tandyo adalah FISIP Unair dan FISIP Unair adalah Pak Tandyo,” kata Basis. Wakil Rektor I Unair Achmad Syahrani menegaskan keberadaan SC menjadi kebanggaan bagi Unair.
“Saya harapkan kegiatan seputar pemikiran beliau (Soetandyo) tentang demokrasi, HAM, sosial, bisa dilakukan di sini. Keberadaan Soetandyo Center agar dikembangkan supaya Unair tidak menjadi menara gading, namun terus memberi manfaat pada nusa dan bangsa,” katanya.
Sejumlah mahasiswa angkatan lawas lintas fakultas memberikan testimoni mengenai sosok Tandyo. Salah satunya Hariono, mantan hakim Mahkamah Konstitusi. Ada pula Prof Hotman Siahaan yang merupakan mahasiswa mendiang. Hotman adalah salah seorang guru besar FISIP Unair.
Keberadaan SC juga akan konsentrasi memberikan beasiswa, hibah, bahkan Soetandyo Award bagi mahasiswa dan personal yang konsentrasi di bidang demokrasi, HAM, dan sosial.
Soeprayitno
Keberadaan SC yang kemarin diresmikan bukan untuk menghormati Pak Tandyo, begitu Soetandyo Wignjosoebroto biasa dipanggil kala itu. Selain dihadiri keluarga, peresmian juga dihadiri mahasiswa angkatan pertama FISIP dan kolega almarhum. Semasa hidupnya, Tandyo adalah guru besar (emeritus) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unair.
Pria kelahiran Madiun, Jawa Timur, tahun 1932, ini motor pendiri FISIP Unair, 23 Desember 1978. Tandyo yang sederhana dan bersahaja juga salah satu ahli di bidang sosiologi hukum yang merupakan bagian ilmu sosiologi. Sosiologi hukum melihat hukum bukan sekadar urutan pasal-pasal yang bersifat mengadili dan menghakimi, tapi ada dimensi-dimensi tertentu di dalamnya.
Dalam menegakkan hukum harus melihat konteks sosial di dalamnya. Karena keadilan juga harus ditegakkan dalam dimensi sosial. Ini menjadi terobosan besar dalam pemikiran Tandyo saat itu. Soetandyo pernah membela pedagang kaki lima (PKL) yang memangkal di sekitar rumahnya di lingkungan kampus B Unair.
Perjuangan untuk hak asasi manusia (HAM) juga digeluti hingga dia sempat terpilih sebagai salah seorang komisioner Komisi Nasional (Komnas) HAM. Keberadaan SC sendiri sebagai penghargaan terhadap Soetandyo merupakan dekan pertama FISIP yang kini menjadi pionir kajian politik bagi universitas lain di Indonesia.
Pada awal pendiriannya, FISIP hanya memiliki jurusan sosiologi, tapi sekarang ada 13 program studi. Anak sulung Soetandyo, Fitri, mengapresiasi dan berterima kasih atas keberadaan SC. “Kami bukan (kuliah) di FISIP, tapi kami merasa menjadi bagian FISIP. Kami besar di lingkungan FISIP. Kami berharap apa yang sudah dirintis papa menjadi bermanfaat,” kata Fitri saat datang di Unair.
Dekan FISIP Unair I Basis Susilo Fisip Unair pada awal pendiriannya menawarkan hal baru terkait pluralisme, multidisiplin, keluwesan, dan lainnya. Ini untuk menjawab keberadaan Orde Baru (Orba) yang memantapkan keberadaannya dengan memasuk demokrasi.
“Pusat Kajian Soetandyo untuk menghargai Pak Tandyo yang wafat tahun lalu (2013). Pak Tandyo adalah FISIP Unair dan FISIP Unair adalah Pak Tandyo,” kata Basis. Wakil Rektor I Unair Achmad Syahrani menegaskan keberadaan SC menjadi kebanggaan bagi Unair.
“Saya harapkan kegiatan seputar pemikiran beliau (Soetandyo) tentang demokrasi, HAM, sosial, bisa dilakukan di sini. Keberadaan Soetandyo Center agar dikembangkan supaya Unair tidak menjadi menara gading, namun terus memberi manfaat pada nusa dan bangsa,” katanya.
Sejumlah mahasiswa angkatan lawas lintas fakultas memberikan testimoni mengenai sosok Tandyo. Salah satunya Hariono, mantan hakim Mahkamah Konstitusi. Ada pula Prof Hotman Siahaan yang merupakan mahasiswa mendiang. Hotman adalah salah seorang guru besar FISIP Unair.
Keberadaan SC juga akan konsentrasi memberikan beasiswa, hibah, bahkan Soetandyo Award bagi mahasiswa dan personal yang konsentrasi di bidang demokrasi, HAM, dan sosial.
Soeprayitno
(ftr)