Ajak Murid Ngamen di Pentas Hajatan Desa

Kamis, 18 Desember 2014 - 14:07 WIB
Ajak Murid Ngamen di Pentas Hajatan Desa
Ajak Murid Ngamen di Pentas Hajatan Desa
A A A
MOJOKERTO - Kesenian dan budaya tradisional terus tergerus teknologi dan modernisasi. Di kalangan pelajar, kesenian tradisional bak warisan kuno yang dianggap ketinggalan zaman.

Mereka justru tergiur dengan kesenian dan budaya tumbuh yang hidup pada zaman modern. Kesenian dan budaya tradisional bahkan menjadi asing bagi kalangan pelajar yang seharusnya menjadi pewaris. Fakta ini yang membuat sejumlah guru kesenian di Kecamatan Dawarblandong prihatin.

Mereka membuat kesepakatan agar murid-muridnya tetap bisa mencintai kesenian tradisional yang lekat sejak zaman nenek moyang sehingga sejumlah strategi pun dibuat. Salah satunya dengan mengenalkan kesenian tradisional sejak awal. Kecamatan Dawarblandong berada di wilayah paling utara Kabupaten Mojokerto.

Berada jauh dari pusat kota, kesenian tradisional di wilayah ini memang tumbuh subur. Karawitan, tari, setembangan, dan kesenian tradisional di daerah ini masih menjadi favorit bagi warganya. ”Tapi jika tak ditumbuhkan tunas-tunas baru, kesenian tradisional akan hilang,” ungkap Yudianto, seorang guru kesenian yang juga salah satu pembina kesenian sekolah menengah pertama (SMP) di Kecamatan Dawarblandong.

Upaya mewariskan kesenian tradisional bagi para pelajar ini dilakukan bersama beberapa guru kesenian. Mereka bersepakat agar sejak dini siswa harus mengenal kesenian tradisional dan bahkan menjadi pelakunya. ”Memang agak susah. Tapi ketika kami melibatkan mereka, pelan-pelan siswa akan menyukai kesenian warisan nenek moyang mereka sendiri,” ujarnya.

Di tingkat sekolah dasar, karawitan, pedalangan, dan tetembangan, mulai dikenalkan. Para siswa diajak mengenal berbagai peralatan musik karawitan. ”Awalnya hanya sebuah pengenalan, seperti instrumennya. Terus dilakukan hingga siswa benar-benar mengenal. Kemudian diajarkan beberapa nada. Dari situ, mereka mulai menyukai,” katanya sembari menyebut kesenian jenis karawitan masih banyak disukai siswa.

Pengenalan dan pengajaran kesenian tradisi ini dilanjutkan di tingkat SMP. Hanya, kata Yudianto, pengenalan dan pengajarannya harus ditingkatkan. Bakat seni yang telah diasah ketika sekolah dasar terus dipoles dengan pengajaran kesenian yang lebih rumit. ”Yang karawitan kami mulai latihan untuk pentas. Untuk pedalangan juga demikian. Lomba-lomba aktif kami ikuti,” ujarnya.

Kolaborasi antara pembina di tingkat SD, SMP, dan SMA pun dijalin, sehingga kelanjutan pengajaran kesenian tradisi tak putus. ”Di SD ada Pak Sriyono, di SMP saya, dan di SMAN ada Pak Dadang Sumianto. Jadi, pengajaran kesenian ini berkelanjutan. Dengan begitu siswa tak setengah- setengah belajar meski hanya ikut pada ekstrakurikuler,” katanya.

Bagi siswa yang memiliki bakat bakal terus dipoles. Mereka diajak mengikuti berbagai perlombaan di tingkat kabupaten hingga nasional. Alhasil, seniman tradisi muda pun bermunculan. Yudi menyebutkan, seperti Ike Nurmalasari, juara dalang nasional. Ada pula Dalang Didik Suryono, Wahyudi, dan Andik. ”Anak-anak yang berbakat diopeni . Kami dukung terus agar prestasi mereka bisa moncer ,” katanya.

Sebagai ujian atas latihan ini, anak-anak karawitan sering diminta pentas ketika perpisahan sekolah. Bisa saja ketika ada hajatan desa, mereka kerap diminta tampil oleh masyarakat. ”Warga memang sengaja meminta siswa-siswa sekolah ini tampil membawakan kesenian tradisi. Ini sebagai penghargaan juga bagi siswa,” katanya.

Selepas SMP, selain melanjutkan ke SMA setempat, tak sedikit pula yang melanjutkan ke sekolah berbasis kesenian dan karawitan. Kebanyakan mereka melanjutkan ke Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) yang kini berubah nama menjadi SMK 12.

”Banyak sekali yang melanjutkan ke sana (SMK 12) mengambil jurusan pedalangan dan karawitan,” katanya yang berharap agar pemerintah daerah memberikan perangkat karawitan di semua sekolah.

Tritus Julan
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7038 seconds (0.1#10.140)