Alasan Kaltim Tuntut Otonomi Khusus
A
A
A
SAMARINDA - Dalam video conference yang dilaksanakan dalam rangka peresmian lima tower BTS yang on air di perbatasan pada Senin (15/12/2014), terungkap Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menginginkan otonomi khusus seperti Papua. Anggaran yang minim dianggap menjadi penyebab pembangunan tidak berjalan dengan baik.
Video conference itu digelar di empat tempat berbeda. Selain Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dari Kantor Gubernur Kaltim, ada juga Menkominfo Rudiantara di Desa Tiong Ohang, Kabupaten Mahakam Ulu yang berada di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia.
Di tempat lain ada Menteri PPN/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago di Kota Tarakan Kalimantan Utara. Sedangkan Presiden Joko Widodo dari Kota Baru, Kalimantan Selatan.
Sejatinya, video conference itu adalah kesempatan presiden melakukan e-blusukan, sekaligus meresmikan lima tower di perbatasan. Sambil menunggu Joko Widodo muncul di layar keempat, terjadi dialog antara Awang Faroek, Andrinof, dan Rudiantara.
Pada kesempatan itu, Awang Faroek menyampaikan aspirasi rakyat Kaltim mulai dari soal kondisi infrastruktur jalan ke pedalaman dan perbatasan yang masih minim hingga tuntutan otonomi khusus.
"Alokasi dana pusat untuk Kaltim memang lebih besar dibanding provinsi lain yang tidak kaya sumber daya alam. Tapi itu masih belum cukup untuk membangun Trans Kalimantan di Kaltim. Daerah ini selalu disebut kaya sumber daya alam, rakyatnya masih banyak yang miskin, termasuk rakyat di perbatasan dan pedalaman," kata Awang Faroek.
Kepada Andrinof, Awang menjelaskan, sesungguhnya perjuangan Kaltim menuntut keadilan pusat untuk mendapatkan alokasi pembiayaan pembangunan sudah berulang kali dilakukan. Namun tidak juga menuai hasil maksimal.
Kaltim pernah gagal dalam perjuangan gugatan judicial review terkait perimbangan dana bagi hasil migas di Mahkamah Konstitusi. Gubernur juga tidak melihat sisi yang menguntungkan daerah dalam revisi Undang-undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Begitu juga dengan revisi Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. "Bagi kami, otonomi khusus itu adalah jalan terbaik untuk keadilan," ujar Awang.
Desakan rakyat Kaltim untuk otsus saat ini kian menguat. Suara rakyat dari kabupaten dan kota pun sama, mereka menuntut pemberlakuan otsus di Kaltim dan Kaltara.
Gubernur mengungkapkan, pihaknya kini tengah melakukan kajian akademis melibatkan para pihak dan para cendekiawan untuk selanjutnya disampaikan kepada pemerintah melalui cara-cara konstitusional.
"Setelah ada keputusan DPRD soal otonomi khusus, kami akan membuat surat resmi kepada presiden dan pimpinan DPR dan DPD RI. Saya mohon, biarkanlah dulu aspirasi itu dipelajari pemerintah pusat, jangan belum apa-apa sudah ditolak," kata Awang.
Perjuangan Kaltim, lanjut Awang, juga tidak akan dilakukan secara inkonstitusional. Tidak ada tuntutan berpisah atau menjadi negara federal, apalagi sampai lahir gerakan sipil bersenjata.
Gubernur sangat yakin, rakyat Kaltim tetap akan menempatkan kekokohan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai payung persatuan dan kesatuan bangsa.
"Kami akan tetap menuntut pemberlakuan Otsus dengan cara-cara konstitusional dalam koridor NKRI. Kami solid untuk NKRI, namun pusat juga harus berlaku adil untuk Kaltim. Papua mendapat Otsus, kami pun menuntut Otsus sebagai daerah penghasil devisa terbesar. Tetapi cara kami menuntut keadilan tidak sama dengan Papua," kata Awang.
Gubernur juga sempat menawarkan Menteri PPN/Bappenas Andrinof Chaniago untuk sekali waktu berkunjung ke kawasan perbatasan dan pedalaman.
"Kalau Bapak mau ikut saya boleh. Kita ke perbatasan, tapi lewat darat atau sungai. Saya minta waktu 10 hari. Nanti Bapak bisa mengetahui kondisi Kaltim sesungguhnya. Jadi, jangan hanya lihat daerah perkotaan, tapi lihat juga yang di perbatasan dan pedalaman," tegas Awang.
Video conference itu digelar di empat tempat berbeda. Selain Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dari Kantor Gubernur Kaltim, ada juga Menkominfo Rudiantara di Desa Tiong Ohang, Kabupaten Mahakam Ulu yang berada di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia.
Di tempat lain ada Menteri PPN/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago di Kota Tarakan Kalimantan Utara. Sedangkan Presiden Joko Widodo dari Kota Baru, Kalimantan Selatan.
Sejatinya, video conference itu adalah kesempatan presiden melakukan e-blusukan, sekaligus meresmikan lima tower di perbatasan. Sambil menunggu Joko Widodo muncul di layar keempat, terjadi dialog antara Awang Faroek, Andrinof, dan Rudiantara.
Pada kesempatan itu, Awang Faroek menyampaikan aspirasi rakyat Kaltim mulai dari soal kondisi infrastruktur jalan ke pedalaman dan perbatasan yang masih minim hingga tuntutan otonomi khusus.
"Alokasi dana pusat untuk Kaltim memang lebih besar dibanding provinsi lain yang tidak kaya sumber daya alam. Tapi itu masih belum cukup untuk membangun Trans Kalimantan di Kaltim. Daerah ini selalu disebut kaya sumber daya alam, rakyatnya masih banyak yang miskin, termasuk rakyat di perbatasan dan pedalaman," kata Awang Faroek.
Kepada Andrinof, Awang menjelaskan, sesungguhnya perjuangan Kaltim menuntut keadilan pusat untuk mendapatkan alokasi pembiayaan pembangunan sudah berulang kali dilakukan. Namun tidak juga menuai hasil maksimal.
Kaltim pernah gagal dalam perjuangan gugatan judicial review terkait perimbangan dana bagi hasil migas di Mahkamah Konstitusi. Gubernur juga tidak melihat sisi yang menguntungkan daerah dalam revisi Undang-undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Begitu juga dengan revisi Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. "Bagi kami, otonomi khusus itu adalah jalan terbaik untuk keadilan," ujar Awang.
Desakan rakyat Kaltim untuk otsus saat ini kian menguat. Suara rakyat dari kabupaten dan kota pun sama, mereka menuntut pemberlakuan otsus di Kaltim dan Kaltara.
Gubernur mengungkapkan, pihaknya kini tengah melakukan kajian akademis melibatkan para pihak dan para cendekiawan untuk selanjutnya disampaikan kepada pemerintah melalui cara-cara konstitusional.
"Setelah ada keputusan DPRD soal otonomi khusus, kami akan membuat surat resmi kepada presiden dan pimpinan DPR dan DPD RI. Saya mohon, biarkanlah dulu aspirasi itu dipelajari pemerintah pusat, jangan belum apa-apa sudah ditolak," kata Awang.
Perjuangan Kaltim, lanjut Awang, juga tidak akan dilakukan secara inkonstitusional. Tidak ada tuntutan berpisah atau menjadi negara federal, apalagi sampai lahir gerakan sipil bersenjata.
Gubernur sangat yakin, rakyat Kaltim tetap akan menempatkan kekokohan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai payung persatuan dan kesatuan bangsa.
"Kami akan tetap menuntut pemberlakuan Otsus dengan cara-cara konstitusional dalam koridor NKRI. Kami solid untuk NKRI, namun pusat juga harus berlaku adil untuk Kaltim. Papua mendapat Otsus, kami pun menuntut Otsus sebagai daerah penghasil devisa terbesar. Tetapi cara kami menuntut keadilan tidak sama dengan Papua," kata Awang.
Gubernur juga sempat menawarkan Menteri PPN/Bappenas Andrinof Chaniago untuk sekali waktu berkunjung ke kawasan perbatasan dan pedalaman.
"Kalau Bapak mau ikut saya boleh. Kita ke perbatasan, tapi lewat darat atau sungai. Saya minta waktu 10 hari. Nanti Bapak bisa mengetahui kondisi Kaltim sesungguhnya. Jadi, jangan hanya lihat daerah perkotaan, tapi lihat juga yang di perbatasan dan pedalaman," tegas Awang.
(zik)