Jual Miras Oplosan, Penjara 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2014 - 13:16 WIB
Jual Miras Oplosan, Penjara 15 Tahun
Jual Miras Oplosan, Penjara 15 Tahun
A A A
PONOROGO - Para mengecer atau penjual minuman keras (miras) oplosan harus berhati- hati. Pasalnya, di Ponorogo, orang yang terlibat miras oplosan dikenakan pasal pidana dengan hukuman belasan tahun.

Penjualan miras oplosan yang marak di berbagai tempat tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran tindak pidana ringan (tipiring). Efek miras oplosan yang bisa mematikan menjadi pertimbangan untuk menerapkan peraturan yang tegas dan bisa menyelamatkan masyarakat. Mujiono, 48, warga Dusun Besukih, Desa/Kecamatan Sambit, Ponorogo, kedapatan menjual miras oplosan secara eceran pada Selasa (3/6) lalu.

Pria buta huruf yang hanya mengecap pendidikan hingga kelas 2 SD itu kini telah menjadi tersangka dan diancam jeratan Pasal 204 ayat 1 KUHP karena menjual miras jenis arak jowo yang dicampur ginseng dan orok kijang alias cemceman ginseng- kijang. Pasal ini pada intinya mengatur perbuatan melawan hukum menjual barang-barang yang membahayakan bagi jiwa dan kesehatan orang.

Ancaman hukumannya maksimal 15 tahun penjara. “Kami upayakan miras, termasuk miras oplosan, hilang dari Ponorogo. Selama ini para penjual, seperti tersangka Mujiono, hanya kena pasal tipiring dan ternyata tidak memiliki efek jera,” ujar Kapolres Ponorogo AKBP Iwan Kurniawan kemarin.

AKBP Iwan menyatakan, dengan hanya dikenai tipiring, para penjual miras cenderung mengulangi perbuatannya. Penjual miras baru juga bermunculan. Tipiring yang sering dikenakan setiap kali razia miras antara lain Peraturan Menteri Kesehatan No 36/2009.

Hukumannya rata-rata denda antara Rp50.000-Rp100.000 dan hukuman percobaan hingga enam bulan penjara yang kemudian hanya menjadi wajib lapor tiap Senin dan Kamis. Menurut AKBP Iwan, pengenaan Pasal 204 ayat 1 KUHP terhadap Mujiono tidak lepas dari analisis terhadap berbagai aturan hukum yang ada. Termasuk, rancangan perda yang telah diusulkan, tetapi tidak pernah dibahas di DPRD Kabupaten Ponorogo.

“Saya mencoba menganalisis dan sepertinya pasal ini bisa diterapkan. Peristiwa di Garut dan wilayah lain yang sampai merenggut nyawa, lalu berbagai tindak kriminal yang diawali konsumsi miras adalah bukti miras membahayakan,” tandasnya.

Pengenaan pasal pidana umum bagi peredaran miras di Ponorogo bisa jadi yang pertama kali diterapkan di Indonesia. Karena itu, AKBP Iwan berharap jaksa dan pengadilan lebih jeli dan mengadili kasus ini secara komprehensif.

“Harapannya, vonis setimpal sesuai jeratan pasal. Putusannya bisa jadi yurisprudensi(rujukan hukum). Ke depan kalau ada penjual yang tertangkap lagi, akan dikenakan pasal ini juga biar jera,” ujarnya.

Sementara itu, Mujiono mengaku menyesal telah menyediakan miras oplosan yang kini disita polisi. “Saya hanya ikut-ikutan teman yang duitnya banyak dari jualan arak. Lalu, ada resep dari orang tua soal cemceman yang saya terapkan. Cemceman ini manjur katanya, makanya banyak yang minta. Yang butuh biasanya nelpon saya, lalu saya antar karena saya tidak buka kios,” ujarnya.

Dili Eyato
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0234 seconds (0.1#10.140)